Rainy // 05. Tak Ternilai

403 25 0
                                    

::Tak Ternilai::



"DIRA, yakin lo yang kerjain semua PR ini?"

Yang dipanggil dengan sebutan Dira, itu menoleh sambil mengangguk. Mau bagaimana lagi. Dia takut, makanya dia melakukan ini. Lagian tinggal menyalin pekerjaan yang sudah ia selesaikan tanpa berpikir ulang. Tentunya hal yang mudah bukan?

Gadis itu masih menyalin buku orang lain. Sengaja tulisannya dibuat berantakan agar tidak ketahuan, ya meski nanti akan ketahuan juga setidaknya pemilik buku ini akan mengelak.

"Lo udah diperbudak, Ra!"protes temannya yang sekarang menarik buku itu sehingga terlepas dari jangkauan Dira.

Dira berdecak singkat. "Emilia, ini udah jadi tugas aku."

Emilia mengembalikan buku yang sempat ia tarik itu. Ia mendengus kesal, lalu menelungkupkan wajahnya miring menghadap ke arah Dira yang sedang sibuk dengan dunianya. "Lo itu terlalu baik, Ra."

"Mau bagaimana lagi? Aku juga tidak bisa menolak,"

Dira kemudian melanjutkan kegiatannya lagi. Dia menyalin pekerjaan nya ke dalam buku yang bukan miliknya. Kadang setiap istirahat, Dira memanfaatkan waktunya mengerjakan ini. Dira senang berada di meja pojok dekat dengan pendingin udara. Selagi dia menyalin itu, Emilia sibuk melamun sembari menatap Dira.

Dira tersentak, dia teringat akan sesuatu.

"Em, aku tinggal dulu ya. Aku lupa bawa tugas lagi. Ketinggalan di kelas dia,"

"Biar gue anterin,"tawar Emilia.

Dira menggeleng pelan. "Jangan, Em. Nanti kamu malah kena masalah lagi, biar aku aja."

Emilia lagi-lagi menarik napasnya jengah. Sahabatnya ini entah memang terlalu baik atau entah mudah ditakuti. Lihat saja, ini menurut, itu menurut. Dira seakan mengikuti semua permintaan bodoh yang sering kali membuatnya kesal. Tidak hanya itu, setiap kali Emilia membela Dira, ujungnya Emilia yang akan ditegur oleh Dira.

Alasan nya selalu sama. Dira tak mau Emilia akan jadi sepertinya.

Budak sekaligus mainan oleh mereka.

"Mereka udah keterlaluan, Ra."kata Emilia lagi dengan suara kesal.

Dira tersenyum kecil. "Hei, mereka itu cuman minta aku kerjain tugas sekalian sama PR nya. Mereka tidak akan berbuat aneh,"

"Tapi mereka bentak lo, Ra. Dan lo menerima itu? Iya?"

Dira menggeleng lagi. Dia seakan membuat kekhawatiran di wajah sahabatnya itu menjadi berkurang sedikit. "Tidak,"

"Mereka sering buat lo nangis, gue nggak terima. Mereka pokoknya nggak boleh berbuat kayak gini lagi."

"Emilia,"

"Apa?"jawab nya malas.

"Jangan khawatir, sore ini aku akan traktir makan bakso di depan."

Emilia menoleh malas. "Dira..."

"Aku tak apa,"

Kali ini Dira sedikit berlarian mempercepat langkahnya. Dia lupa meminta buku PR sejarah yang akan ia salin. Padahal seingatnya dia sudah mengambil buku yang akan ia kerjakan. Dira menarik napasnya, dia melirik kelas 12 IPS 3. Tangannya sedikit gemetaran, takut dia akan menjadi bahan leluconan seperti biasanya.

Dira menelan ludahnya. Disana ada orang yang menyurunya melakukan ini. Dira ingin melangkah masuk cuek, tapi dia terlalu takut.

Beruntung ada salah satu siswi dari sana yang keluar membuang sampah bekas botol, jadi Dira meminta bantuan dari siswi itu.

"Hei, bisa tolong panggilin Alfian nggak?"sapa Dira pelan.

Cewek memakai pita itu mengangguk pelan. "Oh, ada tuh di belakang sana,"

"Panggilin bisa nggak?"

"Oh, takut juga sih gue. Lo sendiri aja masuk."jawab cewek itu lalu berlalu ke dalam kelas menempati kursi.

Dira mengintip dari jendela. Ada Alfian disana sedang bermain gitar dan bernyanyi dengan teman-temannya yang menakutkan itu. Dira menarik napasnya, dia harus berani, tapi belum juga masuk, dia sudah memalukan dirinya sendiri karena tersandung tali sepatu yang diinjak oleh seseorang.

Dira memekik terkejut. Kali ini ia mendapatkan tertawaan.

Dira melongo, dia baru saja dilewati acuh oleh orang yang menginjak tali sepatunya tadi. Tanpa meminta maaf sedikitpun. Menyedihkan, sangat menyedihkan. Tak hanya itu, bahkan genk Alfian kini berjalan menghampiri Dira lalu membuat lelucon lagi.

"Anak kodok mau modusin Alfian sampe begitu amat. Mas Alfian, anak kodoknya nyariin nih."ledek Ryan, orang yang ia paling tak suka diantara sekelompok Alfian itu.

Lalu semua yang ada di kelas tertawa.

Alfian datang dengan membawa gitar di tangannya. Dia kini berdiri di hadapan Dira yang masih dalam posisi terduduk itu. Alfian berdecak pelan, dia kini mengulurkan tangan kanannya membantu Dira berdiri.

Dira melihat uluran tangan itu, tanpa berpikir panjang, dia mencoba meraihnya. Sialnya ketika ia sudah memegang tangan Alfian, cowok itu malah melepaskannya.

Lalu semua kembali tertawa.

Dira berdeham pelan. "Alfian, aku mau minta buku tulis sejarah kamu. Lupa aku bawa tadi,"

"Ambil noh di kolong meja gua."perintah Alfian singkat.

Dira menurut, kali ini dia bergegas menemukan buku tulis sejarah milik Alfian agar bisa segera ia kerjakan. Dicarinya buku tulis Alfian itu, dia juga sekalian merapikan buku Alfian yang berantakan itu. Alfian memang tak pernah niat belajar, terlihat dari dia yang meninggalkan semua bukunya di dalam meja. Tak hanya itu, Alfian datang ke sekolah juga dengan tangan kosong. Menurutnya, jika dia tak bawa tas, dia akan mudah bolos dan kabur dari sekolah ini.

"Ra, sekali-sekali nyanyi di depan sini dong. Biar dilirik sama Alfian, jangan jatoh mulu kalo nyamperin Alfian,"sahut teman Alfian lagi seakan tak puas meledeknya.

Semua kembali tertawa, ya, dia memang selalu ditertawakan.

Dira mengepalkan tangannya. Oh andai dia memiliki kekuatan seperti member EXO tentu dia sudah membungkam mulut mereka. Tapi ada yang menarik perhatian Dira disana. Seseorang yang sedang sibuk sendiri bermain gadget tanpa menghiraukan suasana kelas yang ribut karena menertawakan dirinya.

Cowok itu asik sendiri, berada di dekat jendela. Matanya serius. Dan ini adalah pertama kalinya Dira melihat cowok itu.

"Lama amat! Buruan!"sahut Alfian yang ingin menempati kursi nya.

Dira terkesiap, "Eh, iya."

"Lelet amat,"

Dira bergeming. Dia bahkan tak berani menatap mata Alfian yang tajam itu.

"Kerjain prakarya gue juga ya sekalian. Bikin bunga dari sabun, lo kan jago tuh, nah hari ini harus selesai. Besok mau gua kumpulin,"

"Ha-hari ini?"

Alfian menggebrak meja nya sendiri. "Gua maunya hari ini udah kelar,"

Namanya juga Dira, meskipun dia tak bisa dan belum menyiapkan apapun tentang prakarya yang diminta Alfian, dia akan tetap mengerjakannya.

Karena dia takut,

Takut dengan sosok Alfian.






Tbc

RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang