::Bukan Prioritas::
Yang menjadi pemeran utama, sudah kembali. Apa yang bisa dilakukan pemeran pengganti selain mengalah karena dia bukan siapa-siapa.Jarum arloji yang menempel di tangan kirinya terus berputar. Acara sudah larut dan Galang tak juga kembali. Dira tahu kalau lelaki itu tengah berada di rumah sakit menemui gadis yang ia nantikan selama ini. Dira tahu kalau lelaki itu bahkan berlarian bergegas usai menerima panggilan telepon itu tanda sangat khawatir. Dira bahkan tau kalau posisinya saat ini hanya sebagai pengganti.
Dira menghelakan napasnya sejenak. Meski suasana riuh akan kedatangan boyband asal korea yang menghibur acara, nyatanya sama sekali tak menarik perhatian Dira. Pikiran serta hati gadis itu tak bisa berhenti memikirkan Galang.
Sedang apa lelaki itu?
Kapankah lelaki itu akan kembali?
Apakah lelaki itu benar akan kembali padanya?
Dira memikirkan segala kemungkinan. Dia bisa saja meminta Galang memilihnya dan tetap menjadi miliknya, hanya saja jika diputar segala rentetan kejadian, Dira sama sekali tidak memiliki hak sedikitpun. Karena dalam diamnya, dia tahu kalau dia bukanlah sebuah prioritas dari seorang yang bernama Galang.
Dira mengangkat kepalanya. Dia melihat ke sekelilingnya. Mata coklatnya memicing, mencari mata hitam kelam yang begitu mendegupkan jantungnya. Pandangan gadis itu kemudian terhenti. Tak ada sesosok itu disana. Dia hanya menemukan keramaian yang sama sekali tak ia kenal. Perlahan dia mulai tersadar, haruskah ia menjadi tokoh antagonis agar lelaki itu tetap disisinya?
Dira menghelakan napasnya pendek. "Cepat kembali, Galang."lirihnya pelan.
Acara selesai. Dan nyatanya lelaki itu tak kunjung kembali. Dira menarik napasnya gusar. Buru-buru dia berdiri dari posisinya dan segera menuju parkiran karena ada asisten dari keluarga Galang yang menunggu disana.
"Kamu tidak akan kembali, bukan? Sebab aku bukanlah rumah hatimu."lirihnya sendiri sembari menuruni anak tangga menuju pintu keluar.
Ketika sampai di tempat yang pertama kali dijanjikan, disana tidak ada beberapa asisten keluarga Galang yang tengah menunggu. Dira bingung harus bagaimana. Daya baterai telepon genggamnya sudah hampir habis. Tak hanya hujan turun deras malam ini sehingga membuat Dira harus berteduh di depan pintu keluar ini.
Oh betapa sialnya dirinya malam ini.
Dira menoleh sekelilingnya. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang sibuk mengabadikan moment, sibuk memesan transportasi untuk pulang, dan bahkan ada yang sibuk berbicara dengan rekannya sendiri seakan antusias sekali. Dira mengerucutkan bibirnya sedikit kesal.
Baju setelan dress yang dibelikan oleh mama nya Galang sama sekali tak menarik lagi. Tak cantik lagi karena suasana hatinya yang hancur.
"Pakai, gua bawa motor tapi tenang aja gue baru beli jas hujan ceban di depan."
Suara berat itu kini membuat Dira menoleh ke samping kanannya. Disana ada Alfian yang dengan gaya berantakannya berdiri tepat di sebelahnya tanpa diminta sambil menyerahkan jaket lepis yang sering lelaki itu pakai ketika berangkat sekolah.
"Kenapa? Lo nggak mau pulang sama gua?"tanya Alfian lagi dingin tapi ada perhatian disana.
Dira menggeleng pelan.
"Yaudah pakai! Mumpung hujan nya nggak deras kayak tadi,"
"Iya,"
Alfian memerhatikan gadis itu memakai jaket lepis miliknya. Sekarang Alfian menyerahkan jas hujan yang baru saja ia beli di depan untuk gadis itu gunakan juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy
Teen FictionHari ini berharap hujan tak datang, namun aku tak menginginkan langit yang menampilkan warna nya.