"Ra, gabut kan? "
Besok adalah hari Minggu, jadi wajar saja jika Dira belum tidur. Ralat, sebenarnya dia sedang tak bisa tidur. Makanya Galang dapat menemukannya dan menengurnya tengah malam begini. Pintu kamar Dira juga masih terbuka, jadi besar nyali Galang untuk mengajaknya terkumpul.
Dira menoleh, dia yang sudah mengganti bajunya dengan baju tidur menatap heran. Galang menegurnya di depan pintu sana tanpa sebab.
"Ada apa emangnya?"tanya Dira pelan.
Galang terkekeh. "Ini kalau kamu mau."katanya dengan menggantung kalimatnya. "Saya mau mengajak kamu nonton film,"
"Film?"
Galang menhangguk. "Di lantai bawah, itu sih kalau kamu mau."
Dira melihat jam dinding di kamarnya. Tengah malam sudah sedikit lewat, lagipula dia juga tidak bisa tidur. Mungkin jika menonton film bersama Galang, kegelisahanny tak bisa tidur bisa teratasi. Seakan ada cupid yang tiba-tiba hadir di antara keduanya. Sejak beberapa hari yang lalu, Galang perlahan menghancurkan dinding tebal hatinya sendiri. Galang seakan mulai mencair dan menerima takdir yang bisa dibilang paksaan seperti ini.
"Boleh, aku beresin tempat tidur dulu ya, Lang."
Galang mengerutkan keningnya. "Kamu mau tidur? Kalau iya nggak jadi,"
"Eh?"
"Kamu kayaknya ngantuk deh, keliatan dari wajah kamu tuh. Kalo kamu ngantuk, saya juga nggak mau memaksa, Dira."kata Galang sekali lagi.
Dira mengibaskan kedua telapak tangannya seakan menolak kalimat yang diutarakan Galang itu. "Bukan gitu, udah pokoknya nanti aku akan ke bawah."
"Yaudah, saya turun duluan."
Dira mengangguk. Dia membiarkan lelaki itu turun lebih dulu sedangkan dirinya sibuk merapikan tempat tidurnya. Semisal nanti kegiatan mereka sudah selesai, Dira bisa langsung tidur di kasur ini tanpa membereskannya lagi. Tinggal merebahkan tubuhnya saja.
Selepas Galang pergi, diam-diam Dira merapikan rambut sebahunya. Dia menghadap ke arah cermin lalu tersenyum. Jika dipikir, siapa yang menolak pesona dari seorang Galang? Tampan sudah pasti, kayaknya semua orang akan sepertinya. Dira tak mau menyimpulkan sekarang,
Arah pandangan Dira tak hanya fokus kepada wajahnya, tapi juga perutnya yang mulai terlihat perubahan. Perutnya semakin membesar karena di dalamnya ada janin yang tengah tumbuh. Senyum Dira perlahan pudar. Dia ingat kalimat yang Galang utarakan kepadanya kala itu. Jika bayi ini lahir, urusan mereka sudah usai. Ya bisa dibilang menyakitkan, tapi Dira cukup senang Galang menunggunya.
Dira turun ke bawah, tak lupa dia menutup pintu kamarnya. Langkahnya seakan berjalan tanpa beban menghampiri Galang yang tengah menunggunya disana.
Sampainya di bawah, Galang tak ada. Hanya keadaan telivisi yang menyala dan juga beberapa selimut ditaruh di sofa. Dira mendelik, kemana perginya lelaki itu?
"Saya masak mie goreng nih, siapa tahu kamu suka. Belum saya aduk karena sengaja,"kata Galang dengan membawa dua buah piring berisi mie goreng instan yang sudah jadi itu.
Dira terkekeh pelan. "Kamu masak dulu?"
Galang mengangguk sambil menepuk ruang di atas sofa agar Dira duduk di sebelahnya. "Sini duduk,"
Dira menurut, dia sekarang berpindah duduk di sebelah Galang. Gadis itu masih terbawa dalam perasaan gugup, namun dia mencoba bersikap biasa saja. Lagian Galang bukanlah Alfian yang ia takuti. Tapi kenapa rasanya Dira merasakan takut seperti hal nya ia rasakan pada Alfian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy
Teen FictionHari ini berharap hujan tak datang, namun aku tak menginginkan langit yang menampilkan warna nya.