Rainy // 10. Tersadar

286 16 0
                                    

::Tersadar::

NUANSA  tembok biru donker kini memenuhi penglihatannya.

Dira melihat sekelilingnya. Kamar nuansa serba biru ini tak pernah ia datangi sebelumnya. Pajangan lampu-lampu menghiasi tembok kamar ini. Fasilitas nya cukup banyak, ada televisi, pendingin udara, komputer, dan meja belajar disana. Tak lupa juga, di ujung ruangan terdapat gitar yang sengaja digantung.

Dira terbangun dari posisinya. Kepalanya pusing, ia merasakan mual. Karena tak tertahankan lagi, gadis itu berlarian ke arah kamar mandi dalam ruang kamar itu untuk memuntahkan semuanya.

Muntahan itu berhasil ia keluarkan dari perutnya. Sesekali Dira menarik napasnya dalam. Dia tak biasanya seperti ini, bahkan dia jarang sekali sakit. Dira tidak perlu mencari alasan lagi, dia sudah tau jawabannya kenapa bisa seperti ini. Ini adalah hal biasa bagi perempuan yang tengah hamil.

Dari belakang, datang seseorang yang mengagetkan dirinya.

"Lo cuman bisanya repotin gua doang ya?"

Itu suara Alfian. Tunggu, jadi saat ini Dira sedang berada di kamar lelaki itu? Tapi jika dipikir dengan logika, untuk apa Alfian menolongnya ketika pingsan di kelas. Dia bahkan selalu menbentak Dira, menyuruh Dira dengan hal yang merepotkan, bahkan mengerjakan tugas nya.

"Kalo lagi sakit, lo nggak usah masuk sekolah, bolos aja."tegur Alfian lagi.

Dira mendengar, dia ingin menjawab teguran itu, namun ia merasa mual lagi lalu memuntahkan yang ingin keluar di wastafel. Air mata Dira keluar, mungkin efek kondisinya yang tak baik.

"Masuk angin ya lo?"

Dira diam. Dia masih merasakan mual jadi tak bereaksi jika ditanya sebuah pertanyaan.

"Makasih, Alfian. Kamu udah bawa aku kesini,"

Alfian mengangguk singkat. "Kan kalo lo mati, nanti yang kerjain tugas gua siapa?"

"Bener juga sih, tapi aku udah baikan."jawab Dira yang kini berdiri menyeimbangkan tubuhnya.

Karena masih lemas, tubuh nya yang semula seimbang kini goyang tak kuat. Dengan sigap Alfian menopang tubuh Dira yang kembali ambruk. Alfian berdecak kesal, cewek ini jika terjadi sesuatu selalu menganggu pikirannya.

Setelah Dira merasa baikan, dia berpamitan kepada Alfian untuk kembali ke panti saja. Dira berada di rumah Alfian yang besar ini, meski orang tua Alfian tak ada dan hanya seorang pembantu yang bekerja disini, rasanya Dira tak enak.

Ini pertama kalinya ia masuk ke dalam rumah orang tua angkat Alfian.

"Gua bukan anak PMR. Jadi soal obat gua sama sekali nggak tau. Biasanya kalo masuk angin lo minum apa?"tanya Alfian yang kini berdiri menanti jawaban Dira.

Dira tersenyum kecil. "Nanti aku sembuh sendiri,"

"Gua ngerasa takut aja. Takut lo nggak bisa kerjain tugas gua lagi. Buruan bilang, mau gua beliin obat,"

Dira menggeleng lagi. "Nggak usah, Alfian."

"Keras kepala,"cibir Alfian singkat.

Dira menggeleng lagi. Dia sekarang mengambil tas sekolah miliknya yang ada di atas tempat tidur. Dira tak boleh terus berada disini, dia harus pulang apalagi nanti jika ada orang tua angkat dari Alfian. Tentunya ia merasa tidak enak sama sekali.

"Aku pamit,"ujar Dira pelan.

Alfian meletakkan tangannya bersilah di atas dada. "Mau kemana lo?"

"Pulang,"

"Udah sehat emang?"

Dira memeriksa keningnya. "Udah, sehat banget malah. Aku mau bilang makasih sekali lagi sama kamu,"

RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang