::Tak mau melihat::
Kalau tidak dia lupa mengembalikan buku Alfian, dia tak akan mendatangi kelas lelaki itu lagi. Seminggu yang lalu dia sudah cukup ditertawakan, apakah hari ini ia juga akan kembali ditertawakan? Seminggu sudah berlalu, namun kejadian menyakitkan itu belum ia lupakan hingga sekarang.
Hari-harinya cukup berbeda. Dira lebih sering melamun. Dira lebih sering diam, dan tak mau kemanapun selain berdiam di kursinya sendiri. Dira sudah tau siapa lelaki itu, dia adalah Galang Genta Pradipta. Siapa yang tak mengenalnya? Rasanya satu sekolah mengenal lelaki itu. Pamor dan ketenarannya cemerlang karena dia anak dari salah satu artis terkenal, jadi wajar aja dengan mudah dia acuh dan tak mau tau.
Seorang Galang kini sedang melihatnya, tepat arah jam sembilan disana, Galang telah memerhatikan Dira yang sedang datang ke meja Alfian.
Dira mengetahui hal itu, meski Galang diam tak berbicara sepatah katapun, tatapan dari lelaki itu sudah mematikan untuknya.
"Alfian, anak kodok datang nih. Asik perhatian banget sih sama atasannya,"cibir teman Alfian lagi yang tengah menguji kesabaran Dira.
Dira cuek, dia menyerahkan buku tulis itu dengan segera. "Nih, tugasnya udah aku kerjain,"
"Sama kan kayak jawaban lo?"tanya Alfian datar.
"Sama, kok."
"Yaudah sana,"usir Alfian dengan singkat.
Baru saja ingin berlalu, Alfian kembali memanggilnya lagi untuk mengerjakan sesuatu. Ya, sebagai pembantu di sekolah, Dira menurut apa kata Alfian, jika tidak, dia akan menjadi bahan ledekan lagi seperti biasanya. Alfian menarik dasi abu-abu yang dipakai oleh Dira.
"Minjem topi,"
Dira menggeleng. "Aku nanti pakai apa, Al?"
Alfian terkekeh singkat. "Bodo amat, itu urusan lo, sini topinya. Pelit banget,"
"Tapi kan----"
Alfian kini mencengkram tangan Dira dengan keras. "Kenapa? Nggak mau? Oke kalo gitu, guys! Abis istirahat, Dira mau nyanyi di depan kelas."
Dira mengalah, dia memberikan topi yang ia pakai kepada Alfian. "Jangan suruh aku nyanyi di depan kelas kamu, Alfian."
"Iye bawel! Udah sana lo,"sahut Alfian kembali yang sedikit mendorong tubuh Dira. Untung saja dia tak terjatuh, dorongan dari Alfian cukup keras.
Dira melangkahkan kakinya keluar kelas Alfian. Bersamaan dengan ketika ingin melewati pintu, dia dihadapkan kembali dengan seseorang lainnya. Ada Galang di depannya. Ya meski keduanya belum berkenalan secara resmi, tentunya Dira mengetahui namanya.
Sadar dia membeku sekaligus menghalangi langkah lelaki itu, akhirnya Galang membuka suara.
"Saya mau lewat,"katanya singkat. "Kamu menghalangi jalan saya,"
Dira bergeming. Dia juga tak minggir dari posisinya berdiri. Sontak saja membuat Galang merasa aneh.
"Saya mau lewat, kamu dengar kan?"tegur Galang sekali lagi yang akhirnya membuat Dira terkejut.
Dira gugup. Tapi bodohnya, dia malah memanggil lelaki brengsek itu. "Galang,"
Galang menoleh. Alisnya berkerut seakan menanyakan maksud lain dari panggilannya. "Ada apa?"
"Aku Dira Amira dari kelas 12 IPS 2."sahut Dira sekarang memperkenalkan dirinya.
"Ya?"
"Kamu bisa temuin aku diperpustakaan, aku selalu ada disana kalau jam istirahat,"
Dira melawan rasa gugupnya sedangkan Galang nampaknya biasa saja seakan tak pernah terjadi apapun. Dia hanya mendengarkan sekilas, lalu berlalu acuh seperti biasanya. Inilah hidup. Yang kuat akan tetap berdiri lalu menindas yang lemah.
Dia tak minta banyak hal, dia hanya ingin lelaki bernama Galang ini mau bertanggung jawab atas yang sudah terjadi.
👣👣👣
Dengan bodohnya, Dira menunggu orang yang bahkan tak mau mengenalnya. Entah apa yang dipikirkan oleh Dira, yang jelas dia sedang berada di perpustakaan sambil menunggu. Meski ada banyak buku karena dia mengerjakan semua PR milik Alfian, tapi tetap saja tujuannya ke perpustakaan kali ini adalah menunggu Galang datang usai memperkenalkan dirinya secara singkat tadi pagi.
Bukannya Galang yang datang, justru malah Alfian datang menghampirinya.
Alfian membawakan beberapa kantong dari karton lalu diletakkan di hadapan Dira. Melihat Alfian datang, Dira nengerutkan keningnya tidak biasanya Alfian seperti ini kepadanya.
"Buat Bude Lasmi, salamin aja ke dia kalo gua nggak bisa ketemu dia."
Dira bergumam terkejut. "Ya?"
"Gua bilang ini buat Bude Lasmi, gua nggak bisa ke panti. Nih ambil. Di dalam sana juga ada jam tangan keluaran terbaru, dari gua buat lo."
Dira menggeser bungkusan itu lagi karena merasa tak enak. "Kamu tidak perlu repot-repot, Alfian. Bude Lasmi hanya ingin bertemu kamu, bukan barang yang kamu punya,"
Alfian terkekeh singkat. "Udah lo bawa aja!"
Dira menggeleng. Ini sudah salah. Bude Lasmi ataupun dia sama sekali tak membutuhkan barang mewah seperti ini. Bahkan jika bisa dibilang secara langsung, mereka ingin melihat kembali sikap Alfian yang dulu.
Dira yang kesal karena tingkah Alfian mendadak langsung merapikan buku yang berserakan di meja perpustakaan itu.
"Aku tidak akan menerima barang ini, Alfian. Jika kamu merasa bersalah, temui Bude Lasmi."kata Dira yang hendak pergi begitu saja.
Sayangnya kini tangan Dira ditarik keras oleh Alfian agar tak bisa seenaknya mengabaikan dirinya begitu saja. Dira mencoba melepaskan, tapi dia sama sekali tak bisa. Sekarang Alfian mulai menatap mata Dira tajam.
"Tau apa lo soal hidup gua?"
Dira menghelakan napasnya. "Kamu berubah, Alfian. Sangat berubah, dan kami tidak menyukai perubahan ini."
"Sialan!"desis Alfian.
Dira melepaskan pegangan nya. "Aku akan kerjakan tugas kamu nanti. Jangan khawatir, aku akan menyelesaikannya."
Ya, Alfian teman kecilnya sudah berubah. Sudah tak menurut lagi jika dibilangin, sudah tak bisa tersenyum lagi dengan bebas seperti dulu. Kadang Dira ingin memutar waktu. Andai saja dia dan Alfian masih berada disama-sama panti asuhan, tentu dia tak akan menemukan sikap Alfian yang buruk seperti ini.
Semua memang sudah berubah.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy
Teen FictionHari ini berharap hujan tak datang, namun aku tak menginginkan langit yang menampilkan warna nya.