"Ra, ikut gua mau nggak nanti?"
Dira yang sedang berada di kantin sambil mengerjakan prakarya Alfian ini tak menghiraukan ajakan lelaki itu. Sudah cukup dia dibuat menderita karena permintaan yang cukup aneh setiap harinya. Dira tak bisa menolak, nyatanya dia selalu menurut perintah Alfian.
"Tugas PR kamu aja belom aku kerjakan, aku nggak bisa,"jawab Dira pelan.
Alfian langsung menghelakan napasnya. Dia langsung berubah 180 derajat dari sebelumnya. Alfian kini menghancurkan sebagian dari prakarya yang sedang dikerjakan Dira. Alfian tak suka diabaikan, apalagi dengan Dira. Alfian melayangkan senyuman miringnya ketika mata Dira menatap kearahnya.
"Kerjain yang bener, nih, masih berantakan."ujar Alfian asal.
Dira menyusun lagi prakarya kendi ini. Guru kesenian memang tengah memberikan tugas praktek kepada seluruh kelas. Apesnya, Dira pun belum mengerjakan miliknya tapi mendahulukan pekerjaan yang seharusnya dibuat oleh Alfian. Susah susah payah dia menghias kendi yang polos ini dengan kulit telur sesuai desain, malah dihancurkan oleh Alfian dalam sekali sentuh.
"Lo udah sembuh?"tanya Alfian penasaran.
Dira mengangguk. "Udah, tapi kalau kamu sengaja mengerecoki prakarya ini, aku akan sakit lagi,"
"Kenapa gitu?"
Dira menjawabnya dengan sopan. "Ini pekerjaan memakan waktu, Alfian. Aku belum menyelesaikan tugasku sendiri, dan seenaknya kamu membuatnya berantakan hanya karena marah aku tak mau ikut denganmu,"
"Yaelah, gitu doang."
Dira mendengus kesal, meski begitu dia tak menunjukkan kekesalannya di hadapan Alfian. Jika hal itu terjadi, tamatlah riwayatnya di sekolah ini.
Alfian kini beranjak dari kursi kantin, dia berjalan ke arah penjual bakso dan berhenti disana. Sepertinya Alfian sedang memesan bakso itu, entahlah. Memang sekilas Dira melihat gerak-gerik orang yang ia takuti itu, namun dia berbalik lagi kembali menyelesaikan pekerjaan prakarya ini.
Kulit telur itu ditempelkan pada kendi kecil dengan hati-hati agar nantinya menjadi rapi. Tapi tak lama kemudian datang teman-teman Alfian yang lebih menakutkan daripada ketika Alfian sendiri yang bersamanya.
"Yang rajin ya, Ra. Biar Alfian nggak kerjain lo terus. Takut kan sama dia?"ledek Rio yang merupakan teman sekongkolnya Alfian.
Dira terkekeh singkat. "Ya,"
"Al! Gua dong baksonya satu. Sekalian pesenin,"teriak Rio yang sedang memanggil Alfian dari kejauhan itu. Dira sempat penasaran, makanya dia melihat.
Sepertinya Alfian menghiraukan temannya itu, otomatis dia yang menjadi orang suruhan seketika. Rio mengetuk meja kantin agar perhatian Dira terkecoh. Dan benar, Dira malah menanggapi Rio yang kini hendak menyuruhnya. Baru lirikan mata ditambah gelengan sekali ke arah kanan saja sudah membuat Dira paham. Rio memintanya dipesankan bakso.
"Pakai apa aja?" tanya Dira lagi.
"Ibu yang dagang disana udah tau pesenan gue kayak gimana. Eh anak kodok! Cepetan gih, lelet. Gue bilangin Alfian loh biar dia nyiksa lo lagi,"
Dira menurut. "Iya sabar, aku kan beresin ini dulu."
"Gausah, sana buruan."
Dira melangkahkan kakinya ke tempat penjual bakso itu. Disana juga masih ada Alfian yang menunggu pesanannya selesai. Dira mengerutkan keningnya, yang sedang berjaga di kantin ini bukan ibu-ibu biasanya, melainkan orang lain. Oleh karena itu dia sempat bingung memakaikan apa saja yang biasanya dipesan oleh teman Alfian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy
Teen FictionHari ini berharap hujan tak datang, namun aku tak menginginkan langit yang menampilkan warna nya.