::(Bukan) Malaikat Pelindung::
"Mau cabut lagi lo, Al?"
Alfian belum juga menjawab, tangan lelaki itu sibuk mengemasi buku-buku pelajaran yang ia letakan secara formalitas di atas meja.
Telinga Alfian mendengar sahutan teman sebangkunya, Rio, namun dia tetap sibuk sendirian membereskan nya seakan ingin cabut dari sekolah.
"Al, lo mau cabut lagi? Kita ada ulangan loh, dan tau sendiri kan nggak akan ada susulan."sambung Rio lagi.
Alfian menarik resleting tas hitam miliknya. Dia langsung menoleh ke arah Rio sambil mengedipkan sebelah matanya. Seakan menjawab pertanyaan penasaran Rio, Alfian memberikan kode tersebut.
"Al, kalo lo nggak ada, gue bakalan susah ngebet buku. Kan lo yang jago ngebet. Sialan mana sejarah lagi."protes Rio tak mau berhenti.
Alfian berdecak kesal. Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas yang sudah ia lipat sedemikian kecil dari dalam saku kantong celananya. Alfian melemparkan kertas itu hingga jatuh tepat di atas meja Rio yang berantaknya setengah mati.
"Soal sejarah tuh, gua nemu di ruang guru tadi."jawab Alfian singkat.
"Anjir, beneran nih?"
"Ambil aje udeh."
Rio tersenyum senang. Tangannya langsung menyembunyikan lembaran soal colongan itu dibawah meja. "Terus lo mau kemana segala rapihin tas?"
"Nampol orang,"
Alis Rio bertaut tak paham. "Nampol?"
"Lo liat nih,"balas Alfian berani.
Lelaki yang tak berpakaian rapi itu kemudian menghampiri meja Galang yang berada di pojok kelas. Awalnya Alfian berdiri disana dengan sopan menantikan kepekaan Galang akan kedatangannya secara tiba-tiba.
Namun karena Galang sama sekali tak menggubrisnya, Alfian langsung memainkan cara kasar. Dia menendang meja Alfian yang mengakibatkan lelaki itu meringis pelan.
Galang tersentak. Alfian berhasil menganggunya.
Dengan napas berat bercampur kesal, Galang meladeni tatapan mata Alfian yang selalu menatap dirinya penuh perasaan tak suka.
"Ada apaan nih?"
Alfian terkekeh pelan. "Lo itu peduli gak sih sama dia?"
"Dia siapa? Bicara yang jelas, biar saya paham."
Alfian tertawa renyah. Bahkan lelaki yang dipertahankan mati-matian oleh Dira sama sekali tak mengerti jalan pikirannya? Oh sial.
Jika bukan di kelas, dia sudah menghajar lelaki ini hingga babak belur. Sayangnya Alfian masih memegang janjinya kepada Dira untuk merahasiakan ini, meski dia yakin kalau sekian persen murid sekolah ini tau tentang berita buruk itu.
Alfian menepuk pundak Galang. Dia tersenyum tipis.
Bugh.
Emosi Alfian yang tak bisa dikendalikan sukses melukai bibir Galang dengan tangan kanannya. Alfian berdesis pelan, sementara itu Galang hanya menatapnya tak mengerti.
Galang sempat dia beberapa saat sebelum ia kembali membalas perbuatan Alfian.
Bugh.
Satu pukulan berhasil Galang kembalikan yang membuat Alfian merasakan sakit.
"Selama ini saya berusaha mengabaikan kamu. Kalau kita ada masalah, yaudah, jangan main pukul kayak bocah."ujar Galang mengeluarkan ucapannya.
Alfian yang bersikap tengil kembali tertawa. "Jadi gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy
Teen FictionHari ini berharap hujan tak datang, namun aku tak menginginkan langit yang menampilkan warna nya.