D U A P U L U H

1.2K 165 2
                                    

"Then one night, as I closed my eyes / I saw a shadow flying high / He came to me with the sweetest smile / Told me he wanted to talk for awhile / He said, 'Peter Pan, that's what they call me
I promise that you'll never be lonely,' and ever since that day"
-Lost Boy, Ruth B

-

"Ahh ...  i-itu--" aku mulai bicara setelah keheningan yang mencekik beberapa menit lamanya. Aku tak bisa mengeluarkan suara apapun seolah sesuatu telah merenggutnya dariku dan hal semakin menjadi buruk ketika panik semakin melandaku tanpa ampun.

Melody tak mengeluarkan suara apapun, aku memandang wajahnya, berusaha untuk menerka apa yang kini ada di pikiran cewek itu, tapi tak ada sedikitpun kesimpulan yang muncul di kepalaku. Entah karena memang ekspresi Melody tak terbaca atau karena aku terlalu kacau untuk memikirkan apapun.

Aku menarik napas dalam-dalam. "Well, this is so awkward," aku bergumam, jangan tanya mengapa aku mengatakan hal semacam itu karena aku sendiri tidak tahu.

"Orang tua lo nggak tahu soal ini?" tanya Melody, untuk pertama kalinya mengeluarkan suara. Ia menaruh kembali berlembar-lembar tisu dan gunting yang penuh darah ke atas meja belajarku.

"Gue kemarin terlalu capek buat bersihin itu jadi gue taruh di sana aja. Kayaknya sih mama nggak tahu, syukur deh," kataku dengan suara pelan.

Kupandangi kedua tanganku yang bertaut namun masih bisa kurasakan tatapan Melody yang mengarah padaku.

"Lo kenapa sih?" tanya Melody sembari merajut langkahnya ke arahku kemudian duduk di sampingku.

Aku menggeleng. "Gue baik-baik aja kok."

"Tapi--"

"Tangan gue nggak sengaja kegunting."

"Tapi nggak ada luka di tangan lo," kata Melody dan seketika itu juga aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Cewek di sampingku itu kemudian menarik napasnya sebelum akhirnya kembali mengeluarkan suaranya, "look, Git, gue nggak akan nge-judge lo, gue nggak akan mandang rendah lo, cuma ... please jujur ke gue."

Aku terdiam untuk beberapa detik lamanya. Banyak sekali hal yang saat ini berkeliaran di dalam kepalaku, namun rasanya begitu susah untuk mengeluarkan suara.

"Gue sendiri juga nggak ngerti apa yang salah," aku akhirnya menjawab, bisa kurasakan kini air mata mengintip dan bersiap untuk turun, kututup wajahku dengan kedua tanganku, tak ingin Melody melihatnya.

"Kakak gue psikiater, gue bisa kenalin lo ke dia, he's going to help you."

Mataku membulat mendengar ucapan Melody, seketika itu juga aku menjauhkan tanganku dari wajah dan melihat tepat ke arah cewek itu. "Lo pikir gue gila?"

"Nggak!" Melody menjawab dengan cepat. "Nggak! Astaga, gue nggak anggep lo gila, tapi gue tahu tanda-tandanya, gue--" Melody menghentikan ucapannya, ia terlihat akan mengucapkan sesuatu namun ragu dan memilih untuk memakannya bulat-bulat kembali. "Lo pikirin dulu aja, besok kita ketemu lagi, gue pulang dulu, bye!"

Dengan buru-buru, ia bangkit berdiri dan mengambil tasnya yang tadi ia geletakkan begitu saja. Ia memberiku senyuman tipis sebelum melangkah pergi dengan cepat.

Aneh....

[-][-][-]

Drowning ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang