Suasana damai yang diharapkan Algis menjadi hancur seketika setelah kedatangan kakak beda satu tahunnya. Siang itu, sepulang sekolah, Algis, Adiva berserta dua temannya lagi sedang mengerjakan tugas kelompok, saat ini mereka sudah kelas sebelas.Awalnya, Adiva menolak untuk kerja kelompok di rumah Algis, alasannya cuma satu, yaitu kehadiran Alvaro, kakak Algis, yang bercita-cita menjadi pacar sekaligus suami Adiva.
Jika Alvaro sudah bertemu dengan Adiva, maka akan terjadi keributan, akan terjadi kekacauan, dan akan terjadi pertumpahan darah, eits, bukan, pertumpahan keringat.
Dan hal itu sudah terjadi sekarang. Alvaro yang baru pulang dari sekolah langsung menjadi semangat setelah mengetaui calon istri masa depannya ada di depan mata.
"Wih, ada calon istri masa depan gue, kok lo nggak bilang sih Gis?" tanya Alvaro pada adiknya.
Alvaro duduk di dekat Adiva. "Udah makan belum Div?" tanyanya yang tidak dijawab oleh Adiva, walau begitu, Alvaro masih menjalankan aksinya mengganggu Adiva.
"Lo suka nggak sama hadiah yang gue kirim kemarin?" tanyanya tengil.
"Hah? Hadiah? Jadi lo yang ngirimin gue mie instan?" tanya Adiva.
"Iya! Soalnya gue tau, kalau lo sering laper malem-malem. Yaudah, sebagai calon pacar yang baik, gue hadiahin buat lo," ucap Alvaro sambil menebar senyum.
"Dih! Gak modal banget sih jadi cowok, masa ngasi hadiahnya mie instan," ucap Adiva.
"Lho? Gue ngasihnya sesuai kebutuhan lo. Emang lo maunya apa? Kalung? Cincin? Gelang? Kalau mau, ya tunggu gue beberapa tahun lagi," ucap Alvaro kepedean.
"Gue pinginnya lo berhenti jadi stalker gue, risih tau gak. Lo kira gue nggak tau? Kalau orang yang ngasih gue minum setiap abis olahraga itu lo."
"Yah, udah ketahuan ternyata? Kurang baik apa coba gue? Kok lo nggak mau jadi pacar gue sih?"
"Karna gue nggak suka sama lo," ucap Adiva sedikit ketus.
"Karna lo masih cinta kan, sama Algis?" bisik Alvaro agar tidak ada yang mendengar.
Adiva menegang mendengar hal itu, ia langsung menoleh kearah Alvaro sambil memberikan tatapan tajam pada cowok itu.
"Udah deh bang, kasian itu Adivanya," lerai Algis.
"Lho? Kasian kenapa? Justru dia harusnya bangga dong, punya calon suami masa depan yang seganteng gue," ucap Alvaro.
"Eh, orang kepedean," selak Adiva. "Bisa nggak sih, sehari aja lo jangan bikin kesel? Hidup lo kuker banget ya?!" sambung Adiva.
"Kok lo jadi marah-marah ke gue sih? Gue kan punya niat baik."
"Ya lo baiknya diwaktu yang nggak tepat."
"Tapi tetep aja lo nggak boleh marah-marah."
"Yaudah yaudah, nyerah gue berantem sama lo," ucap Adiva yang membuat Alvaro terkekeh.
"Yaudah, gue naik dulu ya? Nanti pulang gue anter, nggak ada penolakan," ucap Alvaro lalu naik keatas kamarnya.
"Gampang banget ya, bikin Varo jinak," ucap Algis.
"Lo ngomongnya gampang, gue yang jadi tumbal."
"Udahlah Div, lagian nggak rugi kok, malah untung, kan mau dianterin pulang sama Alvaro."
"Tapi gue pinginnya dianter sama lo," batin Adiva.
...
Kerja kelompok sudah selesai, dua orang teman Adiva dan Algis sudah pulang. Adiva terpaksa menunggu Alvaro yang sedang mandi, katanya sekalian ngajak Adiva jalan. Cih, kayak Adivanya mau aja.
"Yuhu, yuk Div, jalan," ucap Alvaro yang barusaja turun dengan rambut sedikit basah.
"Pulang, bukan jalan," ucap Adiva.
"Ya kan ngelewatin jalan raya, jadi jalan namanya," elak Alvaro.
"Serah deh serah, yuk ah cepet. Gis, gue pulang dulu ya? Titip salam sama Bunda," ucap Adiva.
"Sip, titip salam juga buat Mama," jawab Algis.
Setelah itu, Adiva dan Alvaro keluar bersama. Alvaro mengambil motornya, lalu Adiva naik, dan motor Alvaro berjalan, meninggalkan halaman rumah.
"Div, jalan dulu aja gimana?" tanya Alvaro.
"Enggak ah, gue mau pulang aja."
"Ayo dong Div, kapan lagi gue bisa jalan berdua sama lo."
"Nggak, gue mau pulang!"
"Yah, sayangnya kita udah sampe di tempatnya, hehe."
Adiva melihat keadaan sekitar, ternyata benar, Alvaro menghentikan motor besarnya disebuah cafe yang ramai pembeli, cafe itu tampak sederhana, tapi tetap terlihat menarik.
"Kalau tau gitu, pertanyaan lo tadi nggak ada gunanya!" ucap Adiva ketus, lalu turun dari atas motornya.
"Yuk masuk," ucap Alvaro lalu menggandeng tangan Adiva masuk.
Adiva tidak menolak, lagipula sedaritadi orang yang masuk kesini bersama pacar mereka masing-masing. Jadi Adiva tidak rugi jika tangannya digandeng Alvaro, Alvaro kan ganteng.
Setelah memesan, Alvaro dan Adiva duduk dimeja dekat jendela.
"Gimana? Udah ada perkembangan?" tanya Alvaro.
"Apanya?"
"Algis lah. Dia udah tau kalau lo suka sama dia?"
"Huh," Adiva meletakan kepalanya diatas lipatan tangan. "Algis baru putus dari pacarnya. Kayaknya dia nggak bakal tau deh, kalau gue suka sama dia."
"Ya, makanya, kan gue udah pernah nawarin lo buat jadi pacar gue, kenapa lo nggak mau sih? Kalau lo jadian sama gue, nanti gue buat lo klepek-klepek dan lupain Algis " ucap Alvaro, namun Adiva diam tak menanggapi.
...
Satu tahun kemudian...
KAMU SEDANG MEMBACA
Esperando
Teen Fiction𝘒𝘪𝘴𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘧𝘳𝘪𝘦𝘯𝘥𝘻𝘰𝘯𝘦. 𝘉𝘦𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘪𝘩𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘥𝘦�...