Kikan menutup salah satu novelnya, ia baru saja selesai membacanya.
LINE!
Suara notifikasi membuat Kikan membuka ponselnya, ia terkejut setelah membaca pesan Adiva, ia melirik kearah jam di nakasnya, jam tujuh lewat lima belas menit, Kikan ingat kalau Adiva dan Algis janjian jam tujuh. Dengan cepat Kikan bersiap lalu pergi keluar menemui Algis.
Sedangkan sekarang Algis sedang duduk anteng menunggu Adiva. Ia pikir tak apa jika terlambat lima belas menit, mungkin macet. Namun bukan Adiva yang menghampiri mejanya, melainkan Kikan.
Algis tersenyum. "Loh Kikan? Adivanya mana?" Algis menengok mencari-cari Adiva.
Setelah menarik nafas panjang, Kikan mulai berbicara. "Adiva engga bisa kesini, makanya dia nyuruh gue buat nemuin lo," jelas Kikan.
"Loh? Kenapa?"
"Gue engga tau, tapi kata Adiva dia ada urusan mendadak."
Algis terdiam sebentar. Melihat Algis terdiam, Kikan berniat pergi. "Kalau gitu gue pulang ya Gis?"
Algis tersadar. "Eh jangan dong, temenin gue disini ya? Engga kasihan apa cowok ganteng ditinggal sendirian?"
Kikan menimang sebentar lalu mengangguk. Ia duduk disamping Algis.
"Naik apa tadi kesini?" Tanya Algis.
"Naik taksi," jawab Kikan.
"Kok ngos-ngosan?"
"Karna gue lari."
"Kok lari?"
"Karna mau nyari lo?"
"Ya ngapain harus lari?"
"Kan lo udah nunggu lima belas menit."
Algis sontak tersenyum mendengar jawaban Kikan. Dirinya merasa diperhatikan oleh teman Adiva itu.
"Jadi, khawatir?"
Kikan mengernyit. "Engga, siapa juga yang khawatir."
Algis mengulum senyumnya melihat wajah Kikan. Kikan sengaja membuang muka agar tak bertatapan dengan Algis. Jujur, bertatapan Algis rasanya dug-dug-ser, serem.
"Yaudah yuk makan!"
...
Adiva berjalan dengan cepat melintasi lorong rumah sakit. Alvaro ternyata sudah dipindahkan kesebuah ruang inap. Sampai didepan pintu kamar Alvaro, Adiva segera masuk kedalam dengan wajah khawatirnya.
"Al, udah sadar?" Tanya Adiva begitu melihat Alvaro yang sedang memandang dirinya senang.
Adiva mendekat ke kasur Alvaro. "
Jatuh, tapi masih bisa senyum?" Adiva memandang Alvaro aneh."Iya, kan dikhawatirin kamu."
Blus.
Kedua pipi Adiva merona mendenngar jawaban yang keluar dari mulut Alvaro.
"Oh ya, ngapain bisa jatuh?" Tanya Adiva kesal.
"Ya namanya juga kecelakaan," tutur Alvaro.
"Makanya kalau dikasih tau itu jangan ngenyel, gini nih akibatnya!" Marah Adiva.
"Ah Diva mah, berasa lagi dimarahin Bunda," rajuk Alavaro.
Mendengar kata 'bunda', Adiva jadi teringat dengan Algis. Apakah Kikan sudah menemui Algis? Apakah Algis marah pada dirinya? Pertanyaan itu seperti kaset rusak, terulang terus diingatan Adiva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Esperando
Teen Fiction𝘒𝘪𝘴𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘧𝘳𝘪𝘦𝘯𝘥𝘻𝘰𝘯𝘦. 𝘉𝘦𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘪𝘩𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘥𝘦�...