Menunggu Adiva. Alvaro iseng membuka roomchat nya bersama Sakti. Ia ingat jika beberapa hari yang lalu Sakti sempat mengiriminya sebuah voice note yang belum sempat ia dengar. Alvaro menekan tanda play, maka setelah itu terdengar dua suara yang dikenalnya.
"Em, Div, gue boleh nanya sama lo?"
"Nanya apa?"
"Lo, suka sama Alvaro? Sayang sama Alvaro? Cinta sama Alvaro?"
"Ap-apa?"
"Gue yakin, lo pasti denger semuanya dengan baik."
"Apa jawabannya Div?" Desak Sakti.
"Apa hubungannya sama lo?" Tanya Adiva memicingkan matanya.
"Ya karna Varo temen gue! Gue engga rela temen gue lo mainin!" Bentak Sakti.
"Gue mainin Varo? Berita darimana coba? Hoax tuh!"
"Udah deh Div! Lo gak perlu ngelak lagi! Udah cukup ya, selama ini lo manfaatin Varo. Lo nggak malu apa? Selama ini Varo berjuang mati-matian deketin lo, tapi lo? Lo malah tetep mempertahankan cinta lo sama adeknya! Lo gak malu? Atau emang gak tau malu? Gara-gara lo, dunia Alvaro itu cuma berputar mengililingi lo tau gak!"
"Kenapa diem? Takut? Apa lo gak tau mau jawab apa?" Sentak Sakti.
"Lo itu kenapa sih? Daritadi nyolot mulu! Lo denger ya, yang deketin gue itu Varo, bukan gue yang deketin Varo, gue gak pernah minta dia ada di deket gue, gue gak pernah minta kalau dia suka, sayang, dan cinta sama gue. Itu murni keinginan Varo kan? Jadi apa hak lo buat bentak-bentak gue?"
"Lo jauhin Alvaro!" Titah Sakti, tak terbantahkan.
"Apa sih hak lo buat larang-larang gue deket sama Alvaro?"
"Lo gak denger apa yang gue bilang tadi? Gue sahabatnya Varo, gue gamau sahabat gue sakit hati karna lo. Karna lo juga, Varo jadi gak mau deket sama cewek lain! Padahal, cewek itu seratus kali lebih pantes sama Varo, dibanding lo!"
"Gue gak mau! Lagian gue juga udah bilang, yang deketin gue itu Varo. Jadi, kalau lo mau Varo jauh-jauh dari gue, sekarang lo bilangin apa yang lo bilang ke gue itu sama Varo!" Ucap Adiva berapi-api.
Suaranya hilang, karena voice note nya sudah selesai. Alvaro masih mencerna semua obrolan Adiva dan Sakti. Setelah terdiam beberapa saat, Alvaro dengan cepat mengambil kunci motornya dan keluar dari cafe tanpa menunggu Adiva.
...
"Ki, kamu mau makan apa?"
Merasa tidak akan mendapat jawaban, Algis langsung memandang Kikan yang saat ini sedang melamun.
"Kikan!"
Kikan terkejut, lalu menyamarkannya dengan sebuah senyuman.
"Kamu tadi ngomong apa?" Tanya Kikan.
"Kamu kenapa sih ki?" Algis bukannya menjawab, malah bertanya balik.
"Aku? Aku engga apa-apa kok," ucap Kikan.
"Karna Adiva?" Tebak Algis tepat sasaran.
Kikan akhirnya mengaku. "Aku ngerasa jahat banget jadi temen," ucapnya.
"Jahat kenapa?"
"Dari pertama aku deket sama Adiva, aku udah tau kalau Adiva suka sama kamu, tapi sekarang, aku malah nusuk dia dari belakang, aku malah jadi temen yang nggak tau diri," ucap Kikan.
Algis menggenggam tangan kekasihnya itu. "Kamu enggak perlu khawatir sayang, cukup kamu percaya, maka aku pasti ada disamping kamu."
Ucapan Algis membuat Kikan tersentuh. Hal ini membuat hatinya semakin tak rela untuk melepas Algis, tapi, ia harus melakukannya.
"Gis, kamu mau nggak ngelakuin satu hal buat aku?" Tanya Kikan pelan.
"Satu hal? Apa?"
Kikan membuang napasnya pelan, lalu mulai bicara. "Aku mau, kita putus!"
Mata Algis membulat sempura, tak percaya dengan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Kikan. Putus? Mereka bahkan baru berpacaran selama beberapa hari.
"Maksud kamu apa?" Tanya Algis tak percaya.
"Aku yakin, kamu tau maksud aku apa. Aku pingin kita putus, setelah ini kamu harus sadar sama perasaan kamu ke Adiva, kamu harus perjuangin dia dan kasih Adiva kebahagiaan. Aku nggak bisa pacaran sama kamu, saat aku tau kalau temen aku juga suka sama kamu, bahkan sebelum aku. Aku cuma pingin cinta Adiva terbalaskan, kamu bisa kan?"
"Tapi Ki, kita baru pacaran beberapa hari," tolak Algis.
"Maka dari itu, karena kita baru pacaran beberapa hari, jadi kita bakal gampang lupainnya."
"Gak. Aku gak mau!"
"Please Gis, cuma ini yang aku minta sama kamu. Lagipula, ini permintaan pertama aku ke kamu, masak kamu nggak bisa penuhin."
"Walaupun ini permintaan pertama kamu, tapi permasalahannya beda. Kamu minta aku buat ngelupain kamu, dan bahagia sama Adiva? Kamu kira perasaan bisa dipaksa gitu aja? Dengan ngejauh, kamu kira aku bisa lupain kamu gitu aja? Gak Ki, enggak. Engga semudah itu aku lupain perasaan kamu. Aku emang playboy, kerjaannya main cewek, tapi sebelumnya aku nggak pernah suka sama cewek kayak rasa suka aku ke kamu sekarang, kamu itu istimewa, cuma kamu yang aku suka dengan tulus, bukan orang lain. Aku tau, aku emang udah nyakitin sahabat aku, tapi mau gimana lagi? Aku sayang sama Adiva cuma sebatas sahabat, engga lebih. Kalaupun aku maksa buat suka sama dia, udah pasti Adiva juga gak bahagia. Kamu tau kan gimana rasanya ngejalanin hubungan atas dasar paksaan?"
Kikan mendengarkan semua perkataan pajang lebar Algis. Hatinya berkata untuk menarik kembali perkataannya, namun otaknya menolak.
"Aku cuma pingin jadi temen yang baik," ucap Kikan.
"Kamu mau aku pacaran sama Adiva kan? Oke fine! Aku bakal turutin semua kemauan kamu, tapi kamu inget, penyesalan itu selalu datang diakhir, jangan sampai kamu nyesel nanti."
Setelah mengucapkan hal itu, Algis beranjak dari kantin, lalu pergi meninggalkan Kikan, niatnya untuk makan berdua sudah hilang.
Kikan menatap punggung Algis dengan sendu. Dirinya memang jahat, Kikan akui itu....
Adiva keluar dari toilet, namun tidak menemukan keberadaan Alvaro. Akhirnya Adiva memutuskan untuk keluar. Ternyata motor Alvaro juga tidak ada yang membuat Adiva yakin kalau cowok itu pergi meninggalkannya. Adiva kesal setengah mati dengan cowok itu. Bisa-bisanya ia meninggalkan dirinya disini. Padahal tadi dia lah yang ngotot mengajak Adiva pergi, tapi sekarang malah pergi.
Adiva dengan cepat memberhentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat di depannya. Setelah mengucapkan alamat rumahnya, taksi itu pun berjalan. Didalam, Adiva membuka ponsel lalu membuka roomchat nya bersama Alvaro.
Adiva : kok lo tinggalin gue sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Esperando
Teen Fiction𝘒𝘪𝘴𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘧𝘳𝘪𝘦𝘯𝘥𝘻𝘰𝘯𝘦. 𝘉𝘦𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘪𝘩𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘦𝘣𝘢𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘥𝘦�...