di depan Menara Eiffel Paris

162 19 2
                                    

Esok harinya kami seluruh kelas 8 pergi ke Paris. College (SMP) kami berada di Kota Strasbourg.
Perjalanan dari Strasbourg ke Paris hanya memerlukan waktu kurang lebih lima jam jika menaiki bus atau mobil.
Kami berangkat sekitar pukul delapan pagi. Aku duduk di samping Clara. Tidak di samping Marq karena kami bertindak seolah hanya teman biasa.
Jujur saja itu sebenarnya sulit. Berpacaran seolah menjomblo. Tapi itu kami lakukan hanya karena kami tak mau menyakiti hati seseorang.
Sekitar jam satu siang kami sudah sampai di hotel tempat kami menginap.
Dan malam harinya kami semua diajak ke Menara Eiffel, di sana kami bebas bermain asalkan tidak jauh jauh.
Aku sempat bertemu Marq yang sedang sendirian tadi dan mengatakan kalau aku akan bermain bersama dengan para sahabatku.
Dia tak memperbolehkanku pergi sebelum aku berfoto dulu dengannya di depan menara.
Sungguh alasannya itu membuatku tertawa habis habisan. Lalu kami pergi menuju menara dan berfoto berdua di sana.
Marq menyuruh salah seorang pengunjung untuk memotret kami berdua. Setelah foto foto Marq dan aku sudah cukup banyak lalu ia mengizinkanku pergi.
Salah satu momen yang mungkin tak akan ku lupakan, sebenarnya ini rahasia tapi kuungkapkan saja.
Dia menarik tanganku dan memelukku. Itu tadi sungguh gila. Aku tak percaya Marq akan melakukan itu.
Sahabat sahabatku telah menungguku di samping menara. Ku lihat di sana ada Jace dan teman temannya.
Dia melihat ke arah gerombolan para sahabatku. Dia nampak tengah mencari sesuatu.
Aku sempat bingung dibuatnya. Aku berjalan sambil memandang Jace dan teman temannya.
Dia lalu tersenyum ketika menyadari kehadiranku. Dan aku sempat melihat sorot matanya yang tampak berubah.
Sebelum aku datang sorot matanya menunjukkan kalau dia sedang cemas, dan setelah aku datang sorot matanya menunjukkan kalau dia baru saja melepaskan rasa cemas itu.
Aku tak pernah berpikir kalau perubahan sorot matanya itu karena aku.
Aku mulai mengobrol bersama para sahabatku dan kami berfoto bersama untuk dijadikan kenangan ketika kami lulus dari College ini.
Kemungkinan besar kami tak bisa sering bertemu. Dikarenakan jarak rumah kami yang sangat jauh. Aku sendiri berasal dari Rusia.
Krisa, Violet, dan Friza dari Finlandia. Alice dan Natalie dari Amerika. Fiana dari London. Dan Alda dari Canada. Marq dan Jace, mereka berasal dari Ukraina.
Aku melihat gerombolan yang berisi teman temannya Jace menghilang. Lalu ku dengar suara seorang cowok yang sedang berbicara kepada salah seorang sahabatku.
Ku tengok ke sumber suaranya dan mendapati Jace sedang berbicara dengan Natalie.
"Bisakah kalian pergi dari sini dulu aku memiliki urusan yang penting dengan salah seorang teman kalian," katanya.
"Emangnya kamu punya urusan sama siapa?" tanya Friza.
"Dengan Levinsa Balancine," spontan aku kaget mendengar perkataannya.
"Oooh.. Dengan Levinsa ya?" ujar para sahabatku serempak lalu mereka pergi meninggalkanku di sana bersama dengan Jace.
Jace menarik paksa aku. Dia membawaku ke suatu tempat tetapi kami masih tetap di sekitar menara. Lebih tepatnya di depan Menara Eiffel ia membawaku.
Dia memegang erat kedua tanganku, "Levin sebenarnya aku, cinta sama kamu udah lama," jujur saja mataku memanas ketika ia mengatakan itu.
"Maaf sebelumnya Jace, kenapa kamu nggak mengatakan ini hari hari bahkan bulan bulan yang lalu?" akhirnya mataku tak sanggup membendung air mataku.
"Apa selama ini kamu memberiku banyak harapan? Jika iya itu benar kenapa kamu tak pernah memberiku sebuah kepastian? Kenapa Jace?"
"Ya, selama ini aku hanya memberimu banyak harapan, tapi sekarang aku sudah memberimu sebuah kepastian," aku melepaskan genggaman tangannya dan menutupi wajahku yang dibanjiri air mata.
"Apa kamu..." Jace menahan perkataannya disaat ia melihat Marq datang dan memelukku.
Sungguh ketika itu aku tidak sempat berpikir apakah Jace tumbang di saat yang bersamaan.

karena aku juga butuh kepastian✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang