"Jace, lo ada PR nggak?" Tanya Yuki berbasa-basi.
Jace diam tidak menanggapi, dan sekarang dia malah sibuk dengan buku bersampul hijau. Entah apa yang sedang ia baca, karna sedari tadi manik matanya tak berhenti bergerak.
"Jace, lo ada PR nggak?" Ulang Yuki lagi. Dia harus bersabar menghadapi Jace yang sekarang.
Jace mengernyit karna merasa ada yg aneh dengan buku itu. Ada yang sobek bagian ujungnya. Dan itu, tepat di lembar terakhir yang terdapat foto Levin di sana.
Jace mencoba mengingat tentang itu. Dan seingatnya dia selalu berhati-hati kalau sedang membuka buku itu. Dan akhirnya dia tahu penyebabnya.
"Lo apain buku ini?" Tanya Jace dengan suara tegasnya sambil menghadap Yuki dengan tangan kanan mengangkat buku bersampul hijau itu tinggi-tinggi.
Mata Yuki membulat lalu segera dia mengalihkan pandangannya, ke mana pun asal tidak melihat mata Jace yang kini menyiratkan kemarahan. Jace tahu, hanya dua kata itu yang singgah di pikiran Yuki.
"Gue gak suka ngulang pertanyaan, jawab sekarang!" Ujar Jace bertambah tegas.
"Ap-apaan sih, lo, orang gue nggak tau juga," jawab Yuki sambil menatap Jace takut-takut. "Emang apa bukti lo kalau gue ngapa-ngapain itu buku?" Entah mengapa kalimat itu meluncur dengan mulus dari mulutnya.
"Gue nggak mungkin nuduh orang tanpa bukti," Jace menunjukkan lembar buku yang sobek ujungnya. "Ini apa? Hah?" Ujar Jace membentak.
"Kenapa lo nuduh gue, emang lo yakin banget kalau itu yang nyobek gue? Bisa aja, kan lo yang nggak sengaja nyobek," Yuki malah balik bertanya.
"Gue nggak bakal ngerusak barang yang gue sayang, dan terakhir gue lihat ini buku, belum ada lembar yang cacat."
"Terus kenapa lo harus nuduh gue? Bisa aja, kan si Rowan yang nyobek," Yuki terus saja mengelak. Walau dia tahu, seberapa besar usahanya untuk mengelak akhirnya dia akan tertangkap juga.
"Karna lo pasti masuk kamar gue pas gue sama Rowan lagi nonton film kemaren sore."
Skakmat.
"Lo kenapa sih, masih aja nuduh gue?"
"Karna sebelum Mama gue pergi gue sempet buka itu buku," jawab Jace penuh penekanan.
Yuki diam, dia sudah kehabisan kata-kata untuk terus mengelak dan menyangkal tuduhan Jace.
"Sekarang lo pergi dan jangan pernah lo nyentuh buku ini lagi."
Yuki masih bergeming pada tempatnya. Jace semakin emosi.
"PERGI!" bentak Jace untuk yang kesekian kalinya. Yuki langsung pergi meninggalkan kamar Jace dengan mata yang memerah.
****
Yuki duduk di bibir kasur yang ada di dalam kamar namun bukan kamarnya. Terdengar isakan dari mulutnya. Kini dia tahu. Tahu semua hal yang mengakibatkan Jace berbeda dari biasanya.
Mendadak, Yuki membenci sosok yang ada di dalam buku hijau itu. Dia membenci orang itu, sangat. Namun, sebisa mungkin dia membenci Levin, dia pasti kembali menyayanginya.
"Kenapa harus lo, Sa. Kenapa?" ujaran pilu itu keluar dari mulutnya yang bergetar bersamaan air mata yang meluncur dari pelupuk mata.
Sosok yang sedari dulu kerap dia panggil Isa berhasil menghancurkannya. Menghancurkan hatinya yang sudah hancur berkeping-keping menjadi butiran-butiran kecil, hingga susah untuk disusun kembali.
Sulit rasanya menaruh rasa benci barang setitik kepada orang yang terlanjur disayangi terlalu dalam. Saat hati terus saja berniat dan bertekad untuk mulai membenci, yang didapat hanya rasa sakit hingga ke relung hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
karena aku juga butuh kepastian✅
Teen Fiction"Harapan?" aku sudah muak dengan kata itu!! Maaf, belom ada niatan buat revisi. Jangan kaget isinya berantakannya subhanallah 😌 Ini cerita pertama saia, harap maklum kalau alay atau gimana:)