pelukan

68 5 0
                                    

Sejak makan malam berlangsung Jace hanya terdiam. Dia tampak tidak memiliki nafsu makan yang cukup untuk menikmati makanannya, walau menu makan malam hari ini adalah makanan kesukaan Jace. Telur mata sapi menjadi makanan kesukaannya belum lama ini. Dan lebih tepatnya saat ia mulai bertanya tentang kehidupan Levin di masa lalu.

Ingatan Jace masih menayangkan dengan jelas tentang memorinya bersama Levin. Levin sangat menyukai telur mata sapi karena itu adalah makanan pertama yang membuat tangannya menyentuh peralatan memasak saat dia masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.

Seperti yang sudah sudah, Jace selalu menyembunyikan senyumnya. Bahkan setelah makan malam selesai dan sekarang dia sedang berada di kamarnya. Duduk terdiam dengan tangan kanan menopang dagunya. Dia ingin senyum namun, ada sesuatu yang membuat bibirnya tertahan untuk mengukir dan mengembangkan sebuah senyuman di wajah datar yang kini terlihat semakin datar saja.

Jace masih diam dengan tangan kanan yang menopang dagunya. Jace diam namun pikirannya tidak bisa diam sama sekali. Dia ingin melupakan kejadian sore hari tadi tapi menurutnya kejadian itu terlalu berharga untuk dilupakan.

Sementara di ambang pintu, Rowan sedang berdiri dengan tangan kanan masih melekat di gagang pintu. Dia menatap sendu ke arah adiknya itu. Dia merasa kasihan karena dia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengembalikan ekspresi Jace walau hanya sedikit.

Rowan berjalan dengan langkah setenang mungkin agar derap suara yang timbul akibat gesekan antara sandal dengan lantai tidak terdengar dan mengganggu pikiran Jace yang sedang kacau. Rowan duduk di bibir kasur yang dekat dengan kursi di mana di sana sedang Jace duduki. Jace masih belum mengetahui bahkan menyadari kehadiran Rowan di dekatnya.

"Jace," panggil Rowan dengan lembut dan tangan kanan di atas bahu Jace.

Jace menundukkan kepalanya sesaat lalu mengusap pelan daerah sekitaran mata untuk memastikan tidak ada air mata yang mungkin akan mengalir di sana. Sesaat kemudian Jace menengadah menatap Rowan dengan tatapan sendu.

Rowan merasa tidak tega dengan kondisi adiknya walaupun sebenarnya dia tidak tahu apa inti masalahnya.

"Lo kenapa? Sakit? Apa lagi banyak pikiran? Coba cerita sama gue, gue bakal dengerin cerita lo sampe selesai, gue janji," bujuk Rowan kepada Jace.

Jace menundukkan kepalanya sesaat lalu kembali memandang wajah Rowan.

"Gue bingung Row," ucap Jace lirih namun berhasil ditangkap oleh pendengaran Rowan.

"Bingung kenapa? Coba cerita," bujuk Rowan lagi agar Jace mau menceritakan hal yang membuatnya bingung.

"Jadi gue tadi datengin makam cewek paling istimewa di hati gue, sejak pagi gue terus aja nerocos cerita di deket makamnya dia, sampai-sampai gue nggak sadar kalau udah sore, pas gue mau pergi gue ngerasa ada orang di belakang gue__"

"Terus lo gimana?" potong Rowan.

"Gue balik badan terus gue lihat cewek isitimewa gue berdiri di samping batu nisannya. Gue kaget terus gue pengen meluk dia tapi dianya malah ilang," mata Jace mulai berkaca-kaca. "Sebelum dia ngilang, gue sempet liat dia senyum. Senyum yang sama sebelum dia pergi ninggalin gue waktu dia dateng ke mimpi gue."

"Jadi?" tanya Rowan sembari memberi waktu bagi Jace untuk bernapas.

"Jadi sekarang gue bingung, bingung apa dia bakalan pergi ninggalin gue lagi atau gimana. Apa dia juga bermaksud lain dengan kedatangan dan senyumnya, itu yang udah bikin gue bingung."

Setelah selesai bercerita, Rowan mulai meresapi setiap kata yang Jace ucapkan. Jace membungkukkan badan dengan kedua tangan menopang kepalanya. Terlihat jelas di mata Rowan jika Jace sedang berusaha menahan tangis hingga membuat napasnya mulai terasa menyesakkan dada karena punggung Jace bergerak naik turun seirama dengan napas yang ia hirup dan hembuskan.

karena aku juga butuh kepastian✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang