Hari hari setelah kejadian itu berjalan biasa saja. Tak ada yang terasa istimewa. Interaksi antara Jace dan Yuki hanya ada sedikit perubahan. Jika dulu Jace irit bicara dan kerap kali bersikap acuh maka, sekarang sudah lumayan.
Dan Rowan, dia sudah mulai berhenti secara perlahan untuk mengejar Fiana. Dikarenakan Fiana yang semakin hari semakin dekat dengan Marq. Tapi belum juga ada kabar mereka berdua telah jadian. Dia juga mulai tertarik dengan orang lain. Orang itu belum lama ini selalu bertamu di kelasnya. Diam-diam Rowan menyukai senyum perempuan itu.
Jace dan Yuki terkadang menghabiskan waktu bersama di kantin saat jam istirahat. Tentunya itu karena Yuki yang selalu mendatangi meja yang Jace tempati. Tak jarang juga Jace menerima pemberian dari Yuki. Bekal makanan misalnya.
Di siang hari pada hari Minggu ini Yuki sedang berada di teras rumah Jace. Duduk di kursi yang ada di teras rumah dengan Jace di sampingnya. Mata Yuki tak hentinya memperhatikan wajah Jace yang sedang membaca buku catatan hijau yang pernah menjadi penyebab pertengkaran di antara mereka.
Melihat senyum tipis Jace saat membaca setiap kata di dalam buku itu membuat Yuki merasa sedikit sakit hati. Semudah itu Jace tersenyum? Hanya karena membaca tulisan yang mungkin saja sudah dibaca berulang-ulang kali? Semakin terasa sakit hati lagi saat mengetahui kalau yang menulis setiap kata di dalam buku itu adalah Levin.
Tetapi, karena tulisan dalam buku catatan hijau itu juga Jace bisa tersenyum. Sedikit keberuntungan untuknya juga, bisa melihat senyum itu tanpa banyak berusaha.
Sebenarnya ada yang ingin Yuki sampaikan. Tetapi lagi-lagi karena senyum Jace yang mengembang indah membuat dia jadi mengurungkan hal yang ingin dia sampaikan. Menunggu sampai Jace selesai membaca dia rasa tidak terlalu sulit. Asal tetap bisa bersama Jace dalam waktu lama, Yuki akan mengusahakannya.
Yuki sedikit terkejut karena mendengar suara buku ditutup dengan kasar. Dengan bingung dia memandangi wajah Jace yang tampak gusar. Jace bahkan meraup wajahnya sendiri dengan tangan. Tak bisa lagi diartikan ekspresi yang Jace tunjukkan melalui wajahnya.
Selama beberapa menit Jace masih bertahan dengan ekspresi seperti itu. Yuki juga sudah tidak bingung lagi. Karena dia menyimpulkan penyebab Jace seperti itu karena isi dalam buku catatan tersebut. Pernah sekali Yuki membaca seluruh isinya. Oleh karena itu dia jadi tahu penyebab perubahan sikap Jace.
Yuki melirik jam tangan putih yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam satu lebih lima belas waktu setempat. Dia pikir menunggu untuk seperempat sampai setengah jam ke depan untuk mengatakan hal yang ingin dia sampaikan pada Jace masih sempat. Setidaknya sampai ekspresi wajah Jace kembali normal.
Beberapa menit ke depan hening tetap menyelimuti mereka berdua. Yang terdengar hanya gesekan daun dan ranting di pohon yang tak jauh dari rumah Jace. Jace melamun entah memikirkan apa. Sementara Yuki memandang lurus ke depan ke arah jalan yang memisahkan rumahnya dengan rumah Jace.
Yuki sibuk dengan pikirannya begitu pula dengan Jace. Yuki berpikir tentang bagaimana caranya untuk menyampaikan suatu hal yang sangat ingin dia sampaikan kepada Jace. Sementara Jace, dia sibuk berpikir semuanya yang tidak jauh dari seorang Levinsa Balancine.
Jace merindukan kehadiran Levin di dalam hari-harinya. Dia merindukan senyuman perempuan itu. Dia rindu suara Levin saat memanggil namanya dan mengobrol bersamanya. Dia rindu melihat mata biru Levin yang selalu memancarkan binar kebahagiaan. Dia juga merindukan rambut pirang Levin yang digerai saat sekolah. Dia rindu semua yang ada pada Levin. Bahkan dia juga rindu melihat secara langsung gigi kelinci Levin yang juga nampak pada foto.
Dalam sekejap saja pikirannya sudah berlabuh pada perempuan cantik bernama Levinsa. Biasanya jika dia sedang rindu akan Levin mana dia akan membaca tulisan tangan Levin pada buku catatan hijau pemberiannya dulu. Melihat foto-foto Levin dan semua yang berkaitan dengan Levin. Barulah jika dia rasa semua itu tidak dapat mengobati rindunya dia akan pergi ke tempat peristirahatan terakhir Levin yang abadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
karena aku juga butuh kepastian✅
Teen Fiction"Harapan?" aku sudah muak dengan kata itu!! Maaf, belom ada niatan buat revisi. Jangan kaget isinya berantakannya subhanallah 😌 Ini cerita pertama saia, harap maklum kalau alay atau gimana:)