Sore datang dan Jace masih tetap berada di dalam kamarnya. Bahkan dia melewatkan makan siangnya hanya untuk berdiam diri tidak jelas. Rowan masih belum kembali sejak pagi tadi namun Jace tidak memperdulikannya.
Jace meraih sebuah buku hijau bahkan Jace mengukir sebuah senyuman di wajahnya, membuat wajah datar tak berekspresi itu kini menjadi lebih hidup. Dia membuka buku itu masih dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Dilihatnya masih banyak halaman kosong di dalam buku itu. Tiba-tiba sebuah ide muncul di otak Jace hingga membuatnya mencari cari ponselnya. Saat ponsel yang dicari oleh Jace ketemu, Jace langsung menyalakannya dan mencari aplikasi galeri di ponselnya.
Jace semakin memperlebar panjang senyumannya sampai terlihat dengan jelas barisan gigi gigi putihnya. Jace melihat belasan foto yang terdapat di sana Levin sedang tersenyum bahagia. Sekarang Jace tampak sedang memilih milih foto yang menurutnya bagus.
Jace berdecih, "ah.. Semua foto foto kamu terlihat sama aja Lev."
Jace masih tersenyum sembari memberi jeda pada perkataannya.
"Semuanya sama, sama terlihat istimewa, seistimewa kamu dihidup aku," sambung Jace.
Sementara mata Jace terus saja mencari-cari foto Levin yang menurutnya paling bagus, dia kembali hanyut dalam pikirannya mengenai Levin. Jace ingat, dia pernah memotret Levin saat Levin datang ke kelas Jace dua minggu setelah hari pertama masuk sekolah untuk menemui Violet dan Alice. Jace ingat kejadian itu saat dia menemukan foto Levin yang di sana Levin terlihat sedang mengobrol bersama temannya dan tersenyum bahagia.
Senyum lebar Jace tiba-tiba menghilang karena dia merasa bahwa, dia sangat beruntung karena memiliki beberapa foto Levin, Jace bahkan sempat berpikir bagaimana jika dia tidak memiliki semua foto itu di saat keadaan seperti ini dia justru sangat menyukai Levin.
"Andai dulu aku nggak diem-diem nyimpen foto kamu mungkin sekarang aku cuma bisa bayangin senyum kamu," batin Jace berbicara.
Mata Jace berhenti bergerak saat matanya berhasil melihat foto Levin yang menurutnya paling bagus di antara foto yang lainnya. Terlihat di sana Levin sedang mengenakan baju putih dengan kalung yang melingkar di lehernya dan topi ascot hitam yang terpasang di kepalanya. Rambut pirangnya tergerai bebas dan sebuah senyum yang berhasil menampakan dua gigi kelinci miliknya. Bola mata birunya memberi kesan teduh dan riasan tipis di wajah yang semakin membuatnya terlihat manis.
Jace beranjak dari kursi meja belajarnya, berjalan dengan langkah yang semangat menuju ruang kerja Anne. Saat keluar kamar Jace bingung karena tidak menemukan siapapun di dalam rumah. Tak mau berpikir terlalu jauh, Jace langsung menuju ruang kerja Anne.
Begitu dia sampai di depan pintu berwarna coklat gelap itu, Jace langsung mencoba untuk membuka pintunya.
"Tumben," ucap Jace sekata karena dia mendapati pintu ruang kerja Anne tidak terkunci.
Jace cukup senang karena pintunya tidak dikunci karena dia memiliki peluang untuk masuk dan mencetak foto Levin dengan mesin printer milik Anne. Tak lama mesin itu sudah mengeluarkan selembar kertas putih dengan satu gambar di bagian atas.
Sementara di lain tempat di waktu yang sama, Anne merasa bingung karena pintu ruang kerjanya terbuka setengah. Dia merasa bahwa, dia sudah menutup pintu itu pagi tadi sebelum dia pergi.
Di dalamnya, Jace langsung mengambil kertas yang baru keluar dari mesin printer dan langsung beranjak meninggalkan ruangan dengan senyum mengembang di wajahnya. Jace terkejut saat dia melihat Anne yang sekarang berdiri di ambang pintu. Tak lain halnya dengan Jace, Anne juga sama terkejutnya. Anne terkejut bukan hanya Jace berada di ruangannya namun juga karena dia mendapati anak lelakinya yang jarang menunjukan senyumnya tiba-tiba saja tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
karena aku juga butuh kepastian✅
Teen Fiction"Harapan?" aku sudah muak dengan kata itu!! Maaf, belom ada niatan buat revisi. Jangan kaget isinya berantakannya subhanallah 😌 Ini cerita pertama saia, harap maklum kalau alay atau gimana:)