Marq dia membawaku ke pinggiran menara. Raut mukanya tampak kesal dan khawatir.
"Kenapa kamu menangis di sana? Kamu diapakan sama Jace?" tanyanya sambil mengusap air mata di pipiku.
"Ah.. Enggak, nggak diapa apain kok cher (sayang)"
"Nggak aku nggak percaya kalau kamu nggak diapa apain sama Jace, buktinya, sekarang kamu nangis."
"Oke kamu menang. Iya, tadi Jace bilang ke aku kalau dia, dia cinta sama aku," aku menundukkan kepala.
"Terus kenapa sekarang kamu nangis? Levinsa cher, kan, sekarang kamu itu pacar aku, terus kenapa kamu harus nangis?" aku mendongkakkan kepala, "apa jangan-jangan kamu masih suka sama Jace makanya sekarang kamu nangis."
Lalu Marq hendak melangkah pergi, "Marq Marq dengerin aku dulu, di sini di hati aku cuma ada kamu, semua rasa cinta aku ke Jace itu udah berlalu bersamaan dengan hari aku ketemu sama kamu."
Dia memutar bola matanya, "terus kalau semua rasa cinta kamu ke dia udah lama berlalu, kenapa sekarang kamu harus nangis? Kenapa?"
Marq berlalu meninggalkan ku sendirian. Tangisku semakin menjadi.
"Marq aku hanya ingin kamu percaya, tapi aku tak bisa menjelaskan kenapa aku menangis," ujarku dalam hati lalu ku usap air mataku lalu pergi.
Pergi meninggalkan semuanya yang baru saja terjadi di luar pemikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
karena aku juga butuh kepastian✅
Teen Fiction"Harapan?" aku sudah muak dengan kata itu!! Maaf, belom ada niatan buat revisi. Jangan kaget isinya berantakannya subhanallah 😌 Ini cerita pertama saia, harap maklum kalau alay atau gimana:)