Aku memandang sinis ke arah Marq dan seorang perempuan yang ku ketahui bernama Neela, dia teman sekelas Levinsa dan juga Marq.
Lalu aku melihat Levin berdiri di pinggir lapangan basket. Mungkin dia hancur di saat melihat mereka berdua.
Aku memilih berlalu daripada harus berurusan dengan Marq dan juga kekasihnya, mungkin.
Ku lihat Levin memegangi kepala dan juga perutnya, sampai sampai dia menjatuhkan buku yang dulu aku berikan kepadanya.
"Levin..." teriakku saat ia mulai terjatuh di permukaan lapangan.
Lalu ku ambil buku catatannya dan memasukkannya ke dalam tas ku.
Ku tepuk pelan pipinya tapi ia tak kunjung sadar. Lalu ku periksa nadi di tangannya dan nadinya melemah.
Aku tidak melihat siapa siapa di sana termasuk mereka, Marq dan Neela. Aku menggendongnya menuju rumah sakit yang kebetulan tidak jauh dari sekolah.
Lalu ku serahkan dia kepada dokter dokter di sana. Aku mengambil ponsel milik Levin di dalam tasnya lalu menelepon kakaknya.
Aku penasaran apa isi buku catatannya lalu ku baca semuanya dari awal.
Ternyata dia menuliskan sejak awal kami bertemu. Mulai dari dia belum mengenalku hingga dia mendapat mimpi buruk tadi di sekolah.
Aku menangis membacanya, sekarang aku tahu ternyata dia menyukaiku jauh jauh hari sebelum ia mengetahui siapa namaku.
Lalu ku lihat kakaknya Levin datang. Dia menemui ku dan tiba-tiba saja dokter yang menangani Levin datang.
Dokter telah mengetahui alasan mengapa Levin pingsan. Ternyata lambungnya mengalami pendarahan akibat penyakit maag kronis.
Kata dokter pendarahan di lambung biasanya terjadi karena tidak makan dalam jangka waktu yang cukup lama sedangkan lambung tetap bekerja sehingga menimbulkan pendarahan.
Dokter mengatakan kepada kakaknya Levin kalau mereka harus mengeluarkan semua darah yang ada di lambungnya.
Sebelum kakaknya Levin, Kania, menjawab apa yang dikatakan oleh dokter tiba-tiba ada seorang suster datang.
"Dokter, pasien yang mengalami maag kronis dia baru saja meninggal," kata suster itu.
Dokter, suster, kak Kania, dan aku langsung lari ke ruang gawat darurat. Dokter memeriksa keadaan Levin. Semenit kemudian dokter memandang kak Kania lalu dia menggelengkan kepalanya.
Spontan kak Kania menutup mulutnya sambil menangis. Lalu aku berjalan keluar menuju taman belakang rumah sakit.
Aku menangis sesegukan di sana. "Andai saja Marq tidak membohongi Levin, pasti dia masih ada sekarang," ucapku sembari membaca tulisan-tulisan Levin.
"Dan andai saja dia makan," sambungku.
Kuusap air mata yang berlinang di pipiku. Lalu aku berjalan menuju ruang gawat darurat.
Aku bertanya kepada kak Kania di mana Levin akan di semayamkan. Dan kak Kania menjawab kalau Levin akan di semayamkan di Rusia.
Malam harinya di rumah, aku menulis semua yang terjadi hari ini. Menulis semua di dalam buku catatan milik Levin. Dan di sana aku menuliskan, "aku akan mengantarkan kamu pulang ke rumah abadimu, semoga kamu tenang dan bahagia di sana."
"Aku akan ke Rusia besok menaiki penerbangan pertama."
KAMU SEDANG MEMBACA
karena aku juga butuh kepastian✅
Teen Fiction"Harapan?" aku sudah muak dengan kata itu!! Maaf, belom ada niatan buat revisi. Jangan kaget isinya berantakannya subhanallah 😌 Ini cerita pertama saia, harap maklum kalau alay atau gimana:)