Sesuai apa yang diinginkan oleh Jace, Levin datang ke dalam mimpinya semalam. Jace sangat senang karena Levin mendatanginya. Karena memang hanya dengan cara itulah dia bisa bertemu dan melihat tubuh Levin yang seolah hidup.
Jace berencana akan mendatangi Levin pukul sepuluh pagi nanti. Sekarang ini Jace sedang berada di ruang makan bersama dengan Rowan. Anne sudah pergi sejak pukul 06:15 pagi tadi.
Jace merasa ada yang aneh dengan diri Rowan. Pasalnya sejak tadi dia terus saja tersenyum sambil menyantap sarapannya.
"Jace," panggil Rowan di sela-sela kegiatan mengunyahnya.
Jace menaikkan alis kirinya sebagai jawaban.
"Lo tau nggak? Kemaren, gue jalan-jalan sama Fiana... Ya amplop sumpah gue seneng banget," Rowan bercerita dengan senyum yang sangat lebar sampai nasi goreng yang ada di dalam mulutnya berjatuhan dari dalam mulut.
Jace hanya diam, entah dia mendengarkan cerita Rowan atau tidak. Yang jelas, Jace hanya memakan sarapannya dengan tenang.
"Tapi nih ya, yang gue bingung dari Nana, masa dia kemaren ngajakin gue beli bunga terus dia bawa gue ke kuburan," Rowan mulai memasang ekspresi bingung, "aneh, biasanya cewek tu kalau ngajakin jalan datengnya ke taman, eh ini malah ke kuburan."
Jace mencoba menahan tawanya sebisa mungkin. Dan akhirnya dia bisa.
"Lo tau? Gue berasa ngomong sama mumi lagi makan nasi goreng tau nggak?" kata Rowan mulai kesal.
Jace menatap Rowan sekilas dengan tatapan dingin namun begitu dalam, hampir saja membuat Rowan tersedak nasi yang ada di dalam mulutnya.
"O-oh gue mulai paham," kata Rowan dengan ragu, "lo kan jadi pendengar yang budiman."
Jace menghentikan kegiatannya menyantap nasi goreng. Jace berjalan dengan membawa piring yang dia gunakan lalu meletakkannya di tempat cuci piring. Jace berjalan ke arah kulkas, lalu dia membukanya dan menuangkan air teh berperisa apel kesukaannya ke dalam gelas dari dalam botol.
Jace berjalan melewati Rowan yang masih menyantap nasi gorengnya. Membuat Rowan menatapnya sekilas.
"Mau kemana lo?"
"Kuburan," jawab Jace langsung. Mungkin Rowan harus melingkari tanggal hari ini, dan hari ini akan menjadi hari yang bersejarah untuknya. Karena, Jace langsung menjawab pertanyaannya secara langsung.
"Ngapain?" tanya Rowan keheranan, "mau nyiapin makam buat siapa?"
"Lo," jawab Jace sebelum dia benar-benar meninggalkan ruangan.
"Buat gue? Emang gue mau mati apa bentar lagi?" ujar Rowan saat Jace sudah pergi dari ruangan itu. "Njir.. Gue belom mau mati tau, udah geser tu otak."
****
Jace keluar rumah dengan membawa sepeda birunya. Kali ini bukan bmx melainkan sepeda gunung, namun hanya saja ukurannya sedikit lebih kecil dari sepeda gunung yang biasanya.
Jace mengayuh sepedanya keluar komplek. Matanya menangkap sebuah toko bunga di seberang jalan yang ada di depan komplek. Langsung saja Jace menyeberangi jalan bersama sepedanya itu.
Begitu sampai, Jace memarkirkan sepedanya lalu berjalan memasuki toko. Jace tertarik dengan bunga mawar merah yang ada di depan kasir, mengingat Levin menyukai warna merah Jace langsung mendatangi bunga itu.
"Pak, saya mau yang ini," ujar Jace kepada si penjual bunga, "tolong di bungkusin ya pak, yang rapi."
Penjual bunga itu mengangguk paham.
Tak lama, penjual itu sudah selesai membungkus bunga mawar merah itu dengan sangat rapi. Jace langsung saja datang ke kasir lalu membayar bunga itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
karena aku juga butuh kepastian✅
Novela Juvenil"Harapan?" aku sudah muak dengan kata itu!! Maaf, belom ada niatan buat revisi. Jangan kaget isinya berantakannya subhanallah 😌 Ini cerita pertama saia, harap maklum kalau alay atau gimana:)