12

1.7K 230 28
                                    

Jihyo masuk ke dalam kamar sambil membawa nampan berisi semangkuk bubur hangat.

Seokjin duduk di tepi ranjang sambil tersenyum memerhatikan Jihyo yang kini duduk disampingnya.

"Makanlah, oppa" ucap Jihyo. "Dokter Solar bilang bubur ini kesukaanmu. Apa perlu aku suapi?"

Seokjin menggeleng. "Terima kasih, Ji. Kamu selalu baik padaku. Aku jadi susah move on darimu".

Jihyo agak kaget mendengar ucapan Seokjin. Gadis itu buru-buru berdiri dan duduk di kursi kecil dihadapan Seokjin.

"Sebenarnya, oppa sakit apa sih?"

"Stage fright" jawab Seokjin usai menelan sesuap bubur.

"Wae? Oppa kan aktor hebat"

"Apa menurutmu aku ini benar-benar aktor hebat?"

Jihyo mengangguk mantap.

"Kamu tahu, aku selalu berharap ada seseorang yang menggenggam tanganku sebelum aku berakting".

Seokjin menatap Jihyo dan mengingat kejadian sesaat sebelum final teater sma beberapa tahun lalu. Seokjin yang berkeringat dingin saat itu sebelum naik panggung panik mencari Jihyo. Gadis itu sedang membenarkan kancing seorang pemain teater lain dengan cekatan.

Seokjin menyadari satu hal begitu melihat Jihyo saat itu. Kehadiran Jihyo selalu mampu menenangkan hatinya. Cuma Jihyo yang percaya dan mau membantu Seokjin mewujudkan mimpi terakhirnya untuk menyelamatkan klub teater sma ketika semua guru tak percaya padanya. Cuma Jihyo yang selalu percaya pada kemampuan Seokjin sebagai aktor ketika seluruh sekolah berusaha melarangnya.

Seokjin menarik lengan Jihyo dan membawanya ke belakang panggung saat itu.

"Ayo kita berkencan kalau aku memenangkan kompetisi teater ini" ucap Seokjin begitu saja.

Jihyo membulatkan matanya. "berkencan denganku? Kenapa?".

"Karena kamu cantik" jawaban Seokjin terkesan ambigu meskipun nadanya serius.

"Jangan bercanda, oppa. aku sebaiknya kembali, kancing baju pemain lain masih harus di jahit". Jihyo berusaha pergi tapi Seokjin menahan kedua lengannya.

"jangan tinggalkan aku tanpa kepastian, Jihyo" pinta Seokjin.

"Aku perlu bukti" ucap Jihyo yang berusaha tenang meski kedua lengannya kini ditahan oleh Seokjin. "seberapa besar oppa ingin berkencan denganku".

Seokjin tersenyum sebentar lalu mencium bibir Jihyo. Seokjin tak peduli meskipun beberapa staf lomba berjalan lalu lalang di sekitar mereka.

Jihyo tak membalas ciuman itu. Dia mendorong Seokjin menjauh darinya. Matanya menunjukkan keterkejutan. "Huwa! apa oppa sudah gila?"

"mungkin" jawab Seokjin.

"Selama ini aku cuma bisa bermimpi tentang ciuman pertamaku. Ditempat romantis, dibawah sinar bulan, aargh" ujar Jihyo dengan nada kesal. "Dan oppa menciumku seenaknya. Oppa harus tanggung jawab".

"Makanya aku bertanggung jawab dengan mengajakmu berkencan" jawab Seokjin.

Jihyo berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Oke. kita berkencan kalau oppa menang kompetisi teater ini".

Seokjin langsung memeluk Jihyo dengan girang.

Jihyo menjentikkan jarinya di depan Seokjin yang melamun.

"Oppa kenapa? Mikir apa?", tanya Jihyo penasaran.

Seokjin tersenyum sambil menggeleng.

"Ah, aku ambilkan obatnya dulu di dapur ya" Jihyo berdiri dan berjalan keluar kamar.

Roommates [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang