Twenty Five◾Book Store

1.9K 117 17
                                    

Author POV

Minggu pertama bulan September, 15.47 WIB.

Hari Jum'at dan Sabtu berlalu semestinya. Bagi Azalra Bellvania. Ia merasa kembali dalam dekapan kehidupannya secara perlahan. Ara yang biasanya. Hanya duduk dan membaca buku. Seolah-olah dunia hanya miliknya sendiri. Seperti tidak ada pengganggu yang sengaja hadir lagi.

Sepi beberapa hari ini menyelimuti hiruk pikuk nafasnya. Bahkan, untuk sehari saja, gadis itu bisa menghabiskan 5 novel dalam sekali baca.

Sekarang, persediaan novel di rumahnya sudah habis, hanya tinggal beberapa buku fiksi ilmiah kesukaan gadis itu.

"Pengen beli novel, tapi ada yang murah nggak ya? Dompet lagi tipis, astaga." Ara mengelus dadanya perlahan. Gadis itu meratapi kantong persegi panjang berwarna biru yang mulai kosong. Bagaikan lalat-lalatlah yang memenuhi di dalam kantong biru tersebut.

Ara mengela nafasnya teratur dan sengaja membaringkan tubuhnya di atas kasur berwarna merah muda itu.

Ya, sekarang Ara berada di dalam kamarnya. Sunyi. Hanya dirinya sendiri.

"Gue kalo weekend suka kayak orang dilema gini. Main enggak, refreshing enggak, tidur lagi iya." Ara memeluk gulingnya sejenak dan jatuh ke dalam imajinasinya sendiri.

Ara menatap langit-langit atas rumahnya dan bergumam, "Kenapa gue jadi inget Rudi, ya? Waktu dia bilang, 'Apa sih yang nggak gue tau tentang lo'. Nadanya serius amat." Ara terlihat bimbang.

"Rudi sering banget bilang gitu ke gue. Emang apa yang dia tau tentang gue?" Ara menanya pada dirinya sendiri. Hatinya mendadak terasa terombang-ambing di atas ombak lautan yang dalam.

"Tentang Aldi, baru kali ini, gue ngelihat dalem mata seorang cowok. Rasanya, aneh. Tapi, aish!" Ara menggeleng-gelengkan kepalanya. "No, no, no. Please, lo barusan mikir apa, bego!" Ara mengetuk-etuk kepalanya sendiri. "Kok lo jadi bego beneran sih, Ra! Gak boleh!"

Ara tiba-tiba merasa bodoh. Selama hidupnya sampai di tingkat akhir sekolah menengah atas seperti ini, Ara hanya pernah memikirkan Danial seorang.

Dan ternyata, luka-luka itu terobati dengan sendirinya, begitupun tidak pernah dibayangkan oleh gadis itu.

Ara sekilas memandang punggung jari-jarinya yang masih berwarna ungu. Baru beberapa hari yang lalu, Danial resmi jadian dengan Shireen yang notabene sekarang adalah kekasihnya.

"Kira-kira Danial tau tentang perasaan gue nggak, ya? Semoga aja enggak deh." Ara menghembuskan nafas. Imajinasinya masih sangat tinggi. "Ya, kalo seandainya rasa suka gue sama Danial cuma bakal sampai di sini, gue nggak apa-apa. Bisa suka secara diam-diam ke Danial itu.. Beruntung."

Ara terduduk, "Lagipula, mana ada cowok yang bakalan suka sama gue? Gue 'kan nggak terkenal. Nggak famous."

"Bener juga apa yang dibilang Aldi. Gue bego banget sampai nyakitin diri sendiri. Kasihan tangan gue." Kalimat Aldi sekilas muncul lagi dalam pikiran Ara, yang membuat gadis itu senantiasa mengelus-elus jari-jarinya lagi. "Gue harus ikhlas 'kan. Terimakasih, Danial atas semuanya."

Cinta tidak harus saling memiliki bukan? Mengikhlaskan adalah salah satu bukti cintaku yang bertepuk sebelah tangan di atasmu. Walaupun semua tau, melakukannya adalah hal yang sulit, tetapi aku akan tetap menjalaninya demi kebahagiaanmu. Aku ikut bahagia. - Azalra Bellvania.

Tok!

Suara jendela kayu kamar Ara yang dilempar dengan beberapa batu oleh seseorang dari luar.

Awalnya, Ara terkejut. "Siapa? Kenapa nggak lewat pintu aja? Jangan-jangan maling, terus langsung nodong gue? Wah kalo gini namanya bukan nethink, tapi waspada." Ara mengangguk-angguk pada dirinya sendiri dan meraih sebuah raket badminton dari sudut kamar sederhananya.

SECRETABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang