Twelve◾Dari Balik Dinding

2.2K 159 1
                                    

Author POV

"Hss.. Ngapain sih Aldi gitu banget ke gue? Kan jadi deg-degan guenya. Lagi pula gue nggak apa-apa kok. Adik kelas tadi gimana ya? Aldi kan sadis banget kalo lagi marah. Apalagi dua tahun lalu dia dipilih jadi ketua satgas OSIS waktu MOS." Ara berjalan melewati lorong kelas 11 seraya berpikir.

"Aldi gitu banget sih belain guenya sampe semua pandangan tertuju ke dia. Ah jadi ngerasa bersalah gue sama bola kasti itu." Gerutu Ara.

"Kenapa dia selalu mau belain gue segitunya ya? Dia selalu ngelakuin itu. Dia selalu ada di sekitar gue, bahkan diri gue sendiri aja gak sadar kalo dia selalu ada di antara gue." Ara mengernyitkan keningnya.

"Terus maksud dia ngelus kening gue tadi apa?" Ara berhenti dan duduk di bangku yang berada tepat membelakangi lapangan basket.

Udara di sini sejuk sampai Ara sendiri terhanyut dengan kenyamanannya.

"Gue bener-bener gak ngerti Aldi. Baru pertama ketemu aja udah pecicilan di depan gue. Beda, gak kaku kaya Danial." Ungkap Ara di sela-sela pikirannya.

"Ah, mikirin sikap Aldi kayaknya gak nyampe deh di otak gue. Masih rumitan sikap Aldi daripada rumus fisika yang barusan gue baca, apasih itu gaya gravitasi apa iya, ya? Aduh lupa gara-gara ketimpuk bola kasti." Gerutu Ara sambil memukul-mukul kepalanya.

Entah mengapa, sekarang mata Ara tertuju pada Danial yang berada di seberang lapangan basket itu. Danial bersama Shireen. Hal ini benar-benar terjadi dengan refleks.

Di seberang sana, Danial terlihat seperti sedang menghibur Shireen yang mengerucutkan bibirnya.

Ara hanya bisa melihat Danial dari sela-sela kawat lapangan basket itu.

"Dinding kawat pembatas lapangan ini ibarat pembatas gue sama lo, Danial. Lo jauh di sana, dan gue yang cuma bisa berhenti di sini ngeliatin lo dari jauh." Ara membetulkan kacamatanya. "Gue gak tau harus sampai kapan gue nyimpen perasaan ini ke lo. Gue tau, gue bener-bener gak pantes buat lo. Gue juga gak pernah tau bagaimana perasaan ini bisa jatuh ke lo dengan mudah." Ara tersenyum pahit. "Jujur, gue sebenernya sakit ngeliat lo bersama Shireen mesra, tapi gue juga bahagia bisa ngeliat lo senyum seperti itu. Itu hak lo." Ara langsung mengalihkan perhatiannya ke arah lain. "Gue pantes jadi anak sastra ya? Ah, lupakan. Mending gue ke kelas, jam istirahat pasti segera berakhir."

Ara segera melangkahkan sepatu hitamnya meninggalkan lapangan basket itu menuju ke arah kelasnya.

--------------------------------

Kringgg.

Tepat pukul 13.00 WIB bel pulang sekolah berbunyi.

"Ikut gue!" Seseorang menyeret Ara tiba-tiba ke arah rooftop sekolah.

"Lepasin!" Pinta Ara, namun sepertinya usaha gadis itu kali ini sia-sia. Terkaman tangan dari orang ini sangat menyakitkan.

Orang itu membanting Ara hingga tersungkur di tanah setelah mendapati dirinya sudah di rooftop.

"Aw." Rintih Ara yang segera berdiri dan bangkit dari jatuhnya. "Mau lo apa sih? Kenapa lo selalu gangguin gue, Reina?"

"Ya! Seharusnya lo tau sendiri, bodoh! Gue udah jelasin ke lo berkali-kali, kan? Gue benci sama orang yang selalu cari perhatian ke Aldi! Dan lo tetep ngelakuin itu!" Teriak seseorang itu hingga melampaui batasnya. Ya, Reina dan teman-teman se-gengnya.

"Bukan hanya Aldi, lo juga selalu cari perhatian ke Danial!" Timpal Della.

"Lo sadar, kan? Lo gak kaya, lo juga gak cantik-cantik amat! Centil banget jadi orang!" Alya tersenyum sengit.

"Gue sama sekali gak pernah maksud buat deketin Aldi atau Danial! Danial suka sama Shireen!" Ara langsung menutup mulutnya.

"Ya, gue tau Danial deket sama Shireen. Tapi ya, panteslah. Daripada sama lo? Gak seimbang banget!" Lareina meringis.

Mata Ara mulai berlinang, Ara benar-benar menyadari jika dirinya tidak cantik dan tidak kaya seperti mereka dan memang itulah yang sebenarnya, "Tolong, gue mohon, biarin gue pulang."

Dengan kekuatan penuh, Lareina meraih rambut sebahu Ara dan menjambaknya. "Dasar cewek nerd kampungan! Gue akan buat lo didrop out dari sekolah ini, kalo lo masih berusaha deketin Aldi atau Danial!" Ancam Lareina.

"Ah, sakit, Rein. Tolong lepasin." Pinta Ara sambil memegangi rambutnya yang seperti mau dicabut hingga akar.

"Hei, dia bilang lepasin, kan? Lepasin." Dingin seseorang yang tiba-tiba muncul dari balik dinding dari sisi rooftop yang lain.

Mata Lareina membulat dan terkejut, "Al..Aldi? Dari? Dari kapan lo..lo ada di..di sini?"

"Kenapa lo kepo? Terserah gue dong. Gue udah bilang, lepasin tangan lo dari rambutnya. Gak usah banyak bantah!" Teriak Aldi.

"Lo kenapa, sih selalu belain dia! Dan..dan tiba-tiba lo muncul kaya hantu gini." Alya balik membentak Aldi.

"Gue gak belain dia. Yang gue tau di sini, acara pembullyan itu salah. Terus, kalau gue hantu, lo mau apa?" Jawab Aldi dengan santai yang membuat Lareina naik pitam.

"Hello, Aldi! Please deh, lo harus segera bangun dari tidur lo! Lo bahkan tau banget gue suka sama lo, tapi lo tetep belain si kunyuk ini!" Geram Lareina yang makin memperkuat jambakannya di rambut Ara.

"Oh, jadi lo gak mau nurut, ha?" Aldi tersenyum sinis dan mulai melangkah mendekati Lareina. "Lo bilang, gue harus bangun dari tidur gue? Kayaknya, lo yang harus bangun duluan dari mimpi lo. Khayalan tinggi lo buat bisa dapetin gue."

Dengan spontan, Alya yang melihat Aldi mendekat dengan tatapan sinis seperti itu, segera menarik tangan Lareina agar melepaskan rambut Ara secepatnya.

Ara merintih, "Aw, sakit."

"Nah, memang anak-anak pintar dan penurut." Senyum Aldi menang.

Dengan cepat, Aldi segera menarik pergelangan tangan Ara dan membawa Ara pergi menjauh.

"Lo gak papa?" Tanya Aldi kepada Ara ketika sampai di lobby.

Ara segera melepaskan tangan Aldi yang masih memegang pergelangannya. "Gue..gue nggak apa-apa. Gue harus pergi." Ara berlari meninggalkan Aldi yang benar-benar tidak mengerti mengapa Ara sangat aneh seperti itu.

"Ra!" Aldi mencoba memanggil Ara yang nian jauh. "Argh!" Geramnya.

Aldi benar-benar dirundung kebingungan hari ini.

"Gua butuh hiburan, shit." Umpat Aldi. Aldi segera merogoh ponsel yang berada di dalam sakunya. Terlihat sedang menelfon seseorang.

"Rud, gua tunggu lo di cafe Danial. Lo dimana?" Aldi menelfon Rudi, sahabatnya.

"...."

"Okelah. Gua kesana sekarang."

Tutt..tutt

Dengan cekatan, Aldi segera merogoh sakunya dan tidak menemukan kunci mobilnya di sana.

"Shit, gua lupa. Kan mobil gua disita sama Papa. Ah! Jalan kaki deh. Gua buruk banget hari ini!"

----------------------------

Hayy(: jumpa lagi(: selamat hari raya idhul fitri ya bagi yang merayakan(: vomment jangan lupa(: thx.💕

25/06/17

SECRETABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang