Author POV
Menjelang pukul 15.00 WIB.
Aldi sedari tadi hanya terdiam di kamarnya seraya menenangkan pikirannya yang sedang kacau balau. Memikirkan sesuatu yang amat sulit ia bayangkan sekarang. Sesuatu yang sesungguhnya tak pernah singgah di dalam bayangannya.
Ia merasa kepalanya sangat penuh. Padahal baru kemarin ia dan teman-temannya main ke villa untuk beberapa saat.
Tetapi hal itu sama sekali tidak membantu untuk menghilangkan kejenuhan pria yang sedang memandang keluar jendela itu.
"Kenapa hari ini gua ngerasa bingung ya?" Aldi sesekali merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya, sesekali ia berdiri, sesekali ia menyisir rambutnya, sesekali ia memegang gitar kesayangannya.
Seperti tak ada inspirasi apapun yang terlintas di dalam otaknya saat ini.
"Kenapa rasanya gua kaya orang linglung gini? Gua mikirin apa sih sebenernya? Gua ngajak ngomong siapa juga. Argh!" Aldi menggerutu dengan dirinya sendiri.
Sejenak, pria berambut halus itu memandangi dirinya yang terpantul serupa dari arah cermin.
"Apa yang salah sama gua? Emang dulu gua pernah rajin ya? Gua ngerasa, emang gua kaya gini sih dari awal. Apa yang bikin gua males pas SMA? Kenapa sulit banget ngoreksi diri sendiri? Emang bener ya kata pepatah kalo nilai diri orang lain itu lebih gampang." Aldi berusaha berbicara bijak dengan cermin di hadapannya.
"Tapi, tadi Papa keliatan marah banget ya. Sekaku-kakunya dia, dia gak pernah segitu marahnya ke gua." Aldi mengernyitkan keningnya.
"Papa kalo marah makin nyeremin dan kaku. Bener juga kata Mama, Papa marah karena peduli, kan. Jadi gua harus apa sekarang? Dengan waktu enam bulan? Harus buktiin ke Papa kalau gua bisa ngerubah semua nilai merah itu jadi A? Mana mungkin." Aldi menghembuskan nafasnya kasar.
Aldi menghampiri jendela yang masih tertutup gorden itu untuk kesekian kalinya.
Memandang sebuah taman yang tak jauh dari kediaman keluarga Valentino Zios. Taman yang tepat berada di sebelah barat rumah mewah itu. "Sore-sore seperti ini, main ke taman itu, pasti seru. Kalau nggak jomblo." Aldi mengerutkan keningnya.
Tetapi entah mengapa, Aldi malah mendekati rak sepatunya dan mengambil sepasang sepatu berwarna biru dari sana. "Coba duduk di sana deh. Mungkin gua bisa lepasin beban pikiran gua satu-satu." Harapan pria itu.
Beberapa ruangan di rumah itu yang dilalui Aldi terasa sangat sunyi. "Papa dan Mama kemana?" Tanya Aldi dalam hatinya. "Apa mungkin di kamar?" Aldi menebak-nebak. "Ah tidak. Jangan ganggu mereka." Aldi segera mengambil langkah cepat.
Dengan sigap, beberapa satpam membukakan gerbang untuk Aldi dengan hormat.
"Tuan Aldi, tidak mengendarai mobil? Atau mau saya antar?" Tanya seorang pesuruh yang berlari tergopoh-gopoh menghampiri Aldi yang sedari tadi kedua pergelangan tangannya ia sembunyikan di balik saku celana hitamnya.
"Tidak. Saya hanya ingin ke taman itu sebentar." Ucap Aldi menegaskan dengan senyum ramahnya.
"Tuan Aldi butuh pengawal?" Tanya pesuruh itu lagi.
"Tidak, tidak usah. Saya akan segera kembali." Ucap pria itu lagi dan meneruskan langkah kakinya menuju keluar gerbang yang amat besar itu.
Perjalannya pria itu benar-benar terasa sunyi dan sendiri walaupun jalanan yang berada tepat di sebelah kirinya sedang ramai orang berlalu lalang menggunakan kendaraan mereka.
Hingga pria itu menghentikan pandangannya.
Pada bangku besi panjang berwarna perak.
Bukan, pandangan Aldi bukan ke arah bangku itu ternyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETABLE
Fiksi Remaja"Because, everyone keep secrets of their own." ✔Biar nyambung, baca Silhouette dulu okay(: ❤ "Lo lihat laut yang dalam itu? Sedalam itu pula rahasia gue yang gak pernah mereka tau selama ini." Seorang gadis tangguh dan pekerja keras yang tak pernah...