Keduapuluh Satu

1.4K 168 42
                                    

Keduapuluh Satu

"Selama ini saya nggak pernah lari dari siapa pun, tapi kamu yang nggak sadar bahwa saya ada di depan kamu."

—Sagar—

Sepanjang acara itu Sagar memasang wajah murung, namun sesekali tersenyum menanggapi perkataan Tante Sasa atau orang tua angkatnya. Dia sangat sadar kalau di belakangnya Om Vano tengah memerhatikannya. Namun dia abaikan, tentu saja hal tersebut disadari oleh Rhea. Dia merasa kalau sikap Sagar sedikit aneh saat melihat Om Vano malam itu dan hari ini.

Rhea melihat ke belakang, tempat Om Vano dan Nizam duduk. Dalam kepalanya merangka-rangka: apakah Om Vano punya hubungan dengan Sagar? Kenapa Sagar terlihat sedih saat melihat Nizam bersama Om Vano?

"Lagi mikirin aku, ya," kata Sagar tiba-tiba, lengkap dengan seringaian menyebalkannya.

Sebenarnya Rhea sedikit terkejut dengan kehadiran Sagar yang tiba-tiba, namun dia mampu mengendalikannya dengan berpura-pura marah dan memukul kepala Sagar. "Kegeeran."

Sagar cemberut sambil mengusap kepalanya yang sakit. "Sakit, bukannya dielus malah dipukul. Jahat ihh, sama pacar sendiri juga," rengeknya yang malah terdengar lucu di telinga Rhea.

"Pacar pala lo peyang."

Sagar semakin cemberut, dia menggoda Rhea sampai namanya dipanggil oleh panitia untuk menghadap kepala sekolah bersama walinya. Mendadak Sagar terdiam, dia tidak langsung bangkit dari duduknya, menatap ke depan dengan tatapan kosong.

"Nama lo dipanggil, tuh." Rhea menoel lengan Sagar.

Sagar tersenyum kecil dan mengangguk. "Oke, Sayang." Kemudian pandangannya beralih ke Om Kemal yang juga sedang menatapnya—sedikit prihatin. Sagar menganggukan kepalanya lalu bangkit pergi ke ruang kepala sekolah bersama Om Kemal.

Tante Zihab, Putri, dan Tante Sasa menatapnya prihatin dan Rhea bertanya-tanya; hal apa yang tidak dia ketahui tentang Sagar?

Satu persatu murid kelas 12 dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk berkonsultasi serta menerangkan perkembangan murid selama belajar di SMA 21. Sampai kemudian ketika Nizam dipanggil dan pergi bersama Om Vano membuat Sagar sedikit sedih.

"Lo kenapa? Keliatannya nggak semangat banget."

Sagar tersenyum menatap Rhea. Wajahnya berubah ceria. "Hemm, aku cuma lagi mikir."

Rhea menatap Sagar serius. "Apa?"

"Kapan ya Conan tamatnya? Naruto aja udah tamat masa Conan belum? Dia masih aja kecil."

Rhea memutar bola matanya, bicara dengan Sagar sama saja bicara dengan alien. Tidak nyambung, saat Mamanya sedang melihat ke arah lain Rhea langsung menginjak kaki Sagar, sontak saja cowok itu hampir menjerit kesakitan.

"Bar-bar banget sih, sakit," rengeknya namun tidak dipedulikan oleh Rhea.

Sagar merenung, sesaat dia merasakan usapan lembut di bahunya. Ketika dia menoleh, Putri tengah tersenyum padanya.
"Ga."

Sagar tersenyum miring. "Gue udah ngasih dia kesempatan, tapi kayaknya dia bener-benar nggak nganggap gue deh. Apa yang harus gue lakuin? Kok gue kecewa, ya."

Putri menggigit bibirnya, sebenarnya dia juga sedikit kurang suka dengan Om Vano yang sama sekali tidak menganggap Sagar padahal selama ini lelaki itu mengejar Sagar.

"Put," panggil Sagar tiba-tiba. "Mau lo bantu gue?"

"Bantu apaan?"

Sagar mengerjap sekali kemudian tersenyum miring.

His HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang