Ketiga Belas
"Jangan pernah mengatakan hal-hal manis jika kenyataannya itu semua adalah kebohongan."
—Sagara—
Belajar bersama Putri lebih asik dibandingkan dengan Sagar yang lebih banyak mengomelnya daripada mengajarinya. Mungkin karena mereka satu jurusan, jadi mereka mudah saling memahaminya. Terlebih juga rupanya Putri punya otak yang sangat encer. Rhea baru tahu kalau ternyata catatan yang dibawa Sagar waktu itu ternyata milik Putri yang dipinjamnya secara paksa. Dan Putri baru tahu kalau ternyata Sagar meminjamkannya pada Rhea.
"Wahh lo bisa langsung paham padahal gue cuma ngejelasin sekali doang," kata Putri saat Rhea berhasil menjawab beberapa pertanyaan yang diajukannya.
Rhea hanya tersenyum, agak kaku juga dekat dengan Putri yang katanya teman rasa pecarnya Sagar. Cewek itu kelihatannya berwibawa banget, sangat tidak pantas jika harus bersanding dengan Sagar yang sinting. Meski demikian, Rhea sedikit senang karena Putri tidak membuatnya terlalu kesal.
"Sebenernya sih kalau lo mau belajar serius lo pasti bakalan jadi juara kelas."
Rhea tertawa. "Lo bercanda aja."
Putri ikut tertawa, dia memandang Rhea serius. "Ishh, beneran gue nggak bohong. Coba kalau lo mau lebih serius, lo pasti bakalan sukses deh." Dan saat itu Putri terus memandang Rhea. "Gue tau sekarang, kenapa Aga milih lo dari sekian banyak orang."
Rhea mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Eh? Apa?"
Putri gelapan, dia hanya cengengesan tidak jelas dan mengalihkan perhatian dengan menyuruh Rhea untuk menjelaskan kembali apa yang dipelajarinya. Namum Putri tahu, itu hanya akan menjadi hal bodoh mengingat Rhea kini menguasai pelajaran yang diajarkannya.
"Kapan mulai latihannya?" Putri bertanya. "Gue denger kalau lo ngisi salah satu acara, main piano, kan?"
"Lo tau?" Rhea terkejut, kenapa ada banyak orang tahu kalau dia bisa bermain piano.
Putri terkekeh. "Aga sering cerita tentang lo, gue rasa yang masukin lo ke sana juga Aga."
Sagar sering bercerita pada Putri tentangnya? Seberapa jauh Sagar mengetahui dirinya sampai tahu kalau Rhea juga bisa bermain piano? Apa jangan-jangan selama ini cowok itu mengawasinya diam-diam.
"Dasar cowok sinting!" gumamnya kesal.
Bukannya marah sahabatnya disebut 'sinting' Putri malah tertawa, menyetujui pendapat Rhea. "Gue setuju, Aga emang saking sintingnya dia sampai gak pernah mikirin dirinya sendiri."
Rhea tersenyum, dia menatap Putri lama. "Kayaknya lo udah lama banget sahabatannya sama Sagar."
Putri menganggukan kepalanya. "Emang bener, dari kecil kita sahabatan. Aga orangnya aneh banget sejak kecil, nggak mau temenan sama siapa pun. Orangnya pemilih banget, sebab itu otaknya jadi encer."
Rhea tersenyum dalam hati, merasa Sagar kecil sama sepertinya dulu. Selalu dibilang aneh dan pemilih kalau mau berteman.
Putri menatap Rhea lama. "Mungkin Aga keliatannya aneh banget atau nyebelin, tapi boleh gue minta sesuatu sama lo."
Rhea mengerutkan keningnya.
"Tetap di samping Aga apa pun yang terjadi, dia pernah bilang sama gue kalau dia nggak bakalan ninggalin lo kecuali jika lo yang nyuruh Aga buat pergi." Putri tersenyum. "Kayaknya Aga beneran peduli sama lo."Kali itu Rhea tidak bisa berkata apa-apa, dia memang tidak terlalu membenci Sagar seperti saat pertama kali mereka bertemu. Perasaan itu sedikit memudar seiring Sagar melakukan hal yang selalu membuatnya terkejut.

KAMU SEDANG MEMBACA
His Half
Ficção AdolescenteSagar putus asa ketika dokter menyatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Tetapi Tuhan memberi kesempatan pada Sagar. Dia akan sembuh jika Sagar berhasil merubah seseorang menjadi lebih baik. Dan pilihannya jatuh pada Rhea-cewek nakal yang suka...