Keduapuluh Empat
"Kebohongan dapat menyelamatkanmu sementara, tapi menghancurkanmu selamanya."
—Death Note—
Sagar sadar sikap Nizam berbeda padanya, terlihat lebih menjauh dan terkadang menatapnya dengan dingin. Putri juga merasakan hal yang sama, dia berusaha mencairkan suasana yang mencengkam ini namun sia-sia saja karena Nizam bersikap sangat dingin.
"Ada apa, sih, kalian?" tanya Putri tidak tahan lagi. Dilihatnya Sagar dan Nizam yang masih diam.
"Lo mau bicara sama gue?" Akhirnya Sagar bertanya, nada datar tanpa emosi sedikit pun di dalamnya.
Nizam bungkam dan beranjak pergi begitu saja tanpa pamitan pada siapa pun. Putri menghela napas panjang, melihat Sagar yang kini memasang wajah muram.
"Dia udah tau," kata Sagar, menjawab pertanyaan di benak Putri.
Meski Putri merasa terkejut, namun dia berusaha untuk mengendalikannya. "Bagaimana bisa?"
"Dia liat Vano ngakuin gue sebagai anaknya, dia juga liat gue yang nggak mau donorin ginjal gue ke Ilma."
"Dia pasti salah paham, apa harus kita jelasin yang sebenarnya sama Nizam?"
Sagar memilih untuk tidak menyahut, dia sadar pasti keadaan Putri akan berubah, terlebih Putri pacarnya Nizam juga sahabat baik Sagar. Dan Sagar tidak ingin membuat Putri terluka karena dirinya. Memang baik jika mereka menjelaskan semuanya pada Nizam namun belum tentu Nizam bisa menerima semuanya.
Sagar hanya tidak ingin menghancurkan hidup siapa pun."Gue ke kelasnya Rhea dulu buat belajar bareng, lo mau ikut?" tanyanya.
Putri menggeleng. "Gue nggak ikut, deh. Gue juga mau bicara sama Nizam." Dia beranjak mendahului Sagar.
"Yiyi!" panggil Sagar. "Jangan maksain diri."
Putri hanya tersenyum kecil lalu pergi meninggalkan Sagar. Cowok itu mendesah, dalam hatinya meminta maaf pada Putri yang sudah membuatnya dalam keadaan sulit.
Rhea sudah berdiri di depan tangga sekolah saat Sagar hendak naik ke kelasnya. Sambil memasang wajah garang Rhea langsung memukul Sagar dan mengomeli sikap Sagar yang tidak bisa dihubungi seharian, dengan wajah memerah Rhea bilang kalau dia cemas jika terjadi seauatu pada Sagar. Terlebih juga kemarin Feri mencari Sagar, pasti ada sesuatu yang mencurigakan antara mereka.
"Ya ampun, apanya yang mencurigakan coba?" Sagar terkekeh dan mengacak rambut Rhea gemas. "Kami nggak ada urusan apa-apa juga."
"Terus, ke mana lo kemarin? Sampe nggak bisa dihubungi."
Sagar berpura-pura berpikir. "Hemm, kemarin aku pergi sama Om Kemal ke rumah nenek. Nggak sempet pegang hape, nenek, kan, orangnya pengen jadi yang diutamain."
Rhea percaya saja dengan omongan Sagar kemudian mengajak cowok itu pergi, bukankah mereka akan belajar bareng untuk UN lusa nanti? Sagar hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, matanya lama memandang Rhea. Dalam hati bertanya-tanya; apakah Rhea akan membencinya jika cewek itu tahu yang sebenarnya?
Sagar hanya takut, Rhea menjauhinya dan meninggalkannya sendirian.
Rhea mengajak Sagar ke Cafe Seven, tempat pertama mereka belajar dahulu. Padahal rasanya baru kemarin dia bertemu dengan Sagar dan merasa stres terus-terusan menghadapi sikap Sagar yang sudah setara dengan kegilaan. Tapi kali ini dia beruntung bertemu dengan Sagar yang mampu merubah hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Half
Teen FictionSagar putus asa ketika dokter menyatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Tetapi Tuhan memberi kesempatan pada Sagar. Dia akan sembuh jika Sagar berhasil merubah seseorang menjadi lebih baik. Dan pilihannya jatuh pada Rhea-cewek nakal yang suka...