Kedua Belas
"Aku di sini melihatmu tapi belum tentu ... kamu melihatku."
-Langit Ke Tujuh-
Sagar menggigit lidahnya, matanya memandang satu pesatu orang-orang di hadapannya kemudian menghela napas kasar. Dia ingin pergi namun tidak bisa, maka dari itu dia mencoba untuk bersabar sedikit.
"Setelah ini lo bakalan terikat sama kita." Feri yang sedari tadi diam angkat bicara, memandang Sagar dengan sebelah alis terangkat. "Kalau lo setuju sama rencana gue. Tapi gue juga ngebebasin lo, terserah kalau lo mau pergi juga. Tapi mungkin aja lo nggak bakalan bisa ngerubahnya seratus persen."
Lagi-lagi Sagar hanya bisa terdiam, dilihatnya ke arah pintu gerbang. Kali ini dia tidak akan bebas. "Lo bakal nepatin janji lo?" Dia bertanya.
Feri menganggukan kepalanya. Sagar menelan ludahnya, perasaannya ragu? Haruskah dia tetap tinggal? Atau pergi saja?
Namun yang dilakukannya adalah berjalan menuju anggota The Sengklex, dia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celalanya. Tidak lama kemudian orang-orang mulai menghampirinya lalu memukulinya tanpa bisa melawan. Mulai dari wajahnya, tangannya, kakinya, hingga perutnya. Sesaat Sagar melenguh ketika menerima serangan bertubi-tubi namun sekuat tenaga dia menahannya.
"Ah."
Sagar melindungi dadanya dari tendangan mereka, dia tidak peduli jika sekujur tubuhnya penuh luka, dia tidak peduli jika tulang-tulangnya remuk mereka tendangi. Tetapi dia harus melindungi jantungnya agar tidak mengalami kelainan lagi.
Mereka tidak berhenti bahkan saat Sagar mulai kehilangan banyak darah. Cowok itu berusaha untuk tetap sadar sampai kemudian Feri menyuruh mereka berhenti kemudian menghampiri Sagar yang terlihat kesakitan. Sekujur tubuhnya penuh luka, terutama di bagian wajahnya.
"Lo kuat juga ternyata." Pandangan Feri turun ke bawah, melihat tangan Sagar yang senantiasa memegangi dadanya, seolah sedang melindunginya? Tapi apa yang sedang dilindungi Sagar? Jantungnyakah? Atau paru-paru?
"Lo pikir gue selemah itu?" Sagar meludah salivanya yang sudah bercampur darah.
Feri mengangkat bahunya kemudian membantu Sagar berdiri. "Mulai sekarang lo anggota The Sengklex, kita punya solidaritas yang tinggi. Kalau lo disakiti maka anak-anak bakal turun tangan buat bantu lo."
Sagar hanya diam, dia hanya berusaha untuk tetap bertahan menahan rasa sakitnya. "Udah 'kan? Gue mau pulang dulu."
Melihat Sagar yang terluka parah, Feri menyuruh Heri untuk mengantarnya ke rumah. Tapi Sagar menolak, dia tidak perlu bantuan siapa pun kemudian pergi meninggalkan mereka.
Dalam perjalanan pulang Sagar berpikir; apakah keputusannya ini benar? Apakah orang-orang akan menghakiminya karena bergabung dengan geng motor yang jelas-jelas dianggap meresahkan banyak orang. Tapi jika tidak, maka dia tidak bisa merubah Rhea.
Sesampainya di rumah susun yang ditinggali Sagar selama ini, cowok itu langsung menjatuhkan dirinya ke atas ranjang dan mengerang sakit.
Sekilas Sagar melihat foto ibunya, dia tersenyum sedih. "Aga sakit, Ma," katanya pelan. "Tadi Aga ketemu sama dia. Aga pengen liat Mama." Sagar hanya bisa meringkuk, berusaha untuk menahan semuanya.
***
Rhea mengernyit kebingungan ketika Leo bilang kalau dia akan mengisi acara festival sebagai pemain piano yang mengiringi Hera sebagai penyanyinya. Jelas Rhea terkejut, perasaan dia tidak pernah mendaftarkan diri sebagai pemain piano. Saat Rhea bertanya pada Radit-yang kebetulan jadi ketua kelas sekaligus panitia festival-cowok itu bilang bukan dia yang mendaftarkan. Terlebih tidak ada satu orang pun yang tahu kalau Rhea bisa bermain piano.
Apa jangan-jangan Sagar yang melakukannya?
Dengan pikiran kesal Rhea langsung pergi ke kelasnya Sagar namun teman sekelasnya bilang kalau Sagar tidak masuk sekolah. Tambah kesal lagi saat tiba-tiba dia mendapatkan voice note dari Sagar yang menyuruhnya untuk belajar karena dia tidak bisa datang ke sekolah. Amarah Rhea sedikit mereda saat mendengarnya. Apa Sagar baik-baik saja? Suaranya terdengar aneh.
"Nggak bisa diubah," kata Sania saat Rhea bertanya apakah sahabatnya itu berhasil membujuk Leo untuk membatalkannya menjadi peserta.
Cewek itu mendesah panjang. Semua ini gara-gara cowok sinting bernama Sagar. Kenapa juga Sagar tahu banyak tentang hidupnya, kenapa juga Sagar rela berkorban banyak hanya untuknya? Tidakkah cowok sudah gila?!
"Kenapa nggak lo terima aja. Bukannya ini kesempatan buat lo." Sania kembali berkata, memandang Rhea penasaran. Bukankah Rhea suka banget bermain piano, bahkan sahabatnya itu bercita-cita untuk menjadi seorang pianis sejak kecil.
"Terus lo pikir nyokap gue bakal biarin gitu aja?"
Tentu saja tidak, pikir Sania. Dia sangat tahu sifat Tante Tiara yang sangat melarang Rhea bermain piano. Padahal setahunya dulu Tante Tiara sangat mendukung keinginan Rhea sampai tragedi itu terjadi.
"Apa nyokap lo masih nyalahin lo tentang kecelakaan Raya?"
Mendengar Raya disebut mendadak tubuh Rhea menegang. Hampir dua tahun ini dia tidak mendengar nama itu disebut, seolah hilang.
"Mungkin, sepertinya Papa-mama gue nggak bakal maafin gue."
"Meski itu bukan kesalahan lo?"
Rhea tersenyum kecil. "Jangan bahas tentang Raya lagi. Itu semakin membuat gue benci sama dia."
Dan Sania hanya bisa menutup mulutnya dengan mata menatap Rhea prihatin. Cewek itu hanya butuh seseorang yang mampu membawanya dari kegelapan.
"Aku udah nyuruh ... Putri buat gantiin aku ngajarin kamu. Tunggu aja ... bentar lagi dia bakalan datang."
Rhea hampir membanting hapenya ketika lagi-lagi Sagar mengiriminya pesan tanpa membalas pesan yang dikirimnya.
"Dasar cowok sinting, gila, kampret!" Segala sumpah serapah Rhea keluarkan sambil menatap hapenya dengan marah.
Si Sinting Sagar: Ishhh, jangan mengumpat! Nggak baik!
Rhea terkejut, bagaimana bisa Sagar tahu kalau dia mengumpat. Rhea langsung melihat ke sekitar. Hanya menemukan Sania yang sedang memandangnya dengan penuh curiga.
"Bener, kan, dugaan gue?! Lo sama Sagar pacaran ya?!" tuduhnya.
Rhea gelagapan. "Gue pacaran sama Sagar? Nggak mungkin," sangkalnya.
Sania memutar bola matanya. "Jangan bohong deh, Rhe. Kalau Sagar bukan pacar lo, mana mungkin dia perhatian banget sama lo sampai nyuruh Putri buat gantiin dia belajar sama lo. Kalau bukan pacar, apalagi dong?"
Rhea gelagapan, Sania ini bukan tipe orang mudah dibohongi maka dari itu dia harus mencari sesuatu yang bisa mengalihkan perhatian tajam Sania. Saat sedang sibuk berpikir tiba-tiba saja Putri datang.
"Lo Rhea, kan?" tanyanya sambil tersenyum ramah.
Sania melongo kaget begitu juga dengan Rhea. "Eh, ya."
Putri kembali tersenyum, dia mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Rhea dengan ramah. "Gue Putri, seneng ketemu sama lo. Tadi Aga nyuruh gue buat gantiin dia belajar sama lo. Karena kebetulan gue juga jurusan IPS, jadi kayaknya kita bakalan lebih nyambung daripada sama Aga."
Rhea hanya menganggukan kepalanya dengan bodoh. Kemudian Putri mengajak Rhea pergi karena dia tidak bisa belajar di kelas Rhea, di belakangnya Sania tersenyum lebar dan menyemangati Rhea untuk tidak menyerah.
Si Sinting Sagar: Belajar yang bener, Rhea Sayang😊😉
Dan kali ini Rhea benar-benar tidak bisa menahan emosinya. "SAGAR SINTING!!!'
***
KAMU SEDANG MEMBACA
His Half
Teen FictionSagar putus asa ketika dokter menyatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Tetapi Tuhan memberi kesempatan pada Sagar. Dia akan sembuh jika Sagar berhasil merubah seseorang menjadi lebih baik. Dan pilihannya jatuh pada Rhea-cewek nakal yang suka...