Ketujuh Belas

1.6K 194 25
                                    

Ketujuh Belas

"Manusia takkan tahu kekuatan maksimalnya sampai dia berada dalam kondisi di mana dia dipaksa kuat untuk bertahan."

Mimpi Sejuta Dolar—

Sagar terus saja diam, dia tidak menjawab pertanyaan yang diajukan para polisi bahkan sampai membentaknya saking kesal dengan sikap diamnya Sagar. Wajahnya semakin memucat—terlihat seolah wajah itu tidak dialiri oleh darah sedikit pun. Cowok itu hanya memandang kosong ke depan, bahkan dia tidak memedulikan anak-anak Eagle yang melaporkannya sebagai orang yang memukuli mereka sampai seperti ini.

"Benar kau memukuli mereka?!" Sekali lagi para polisi bertanya pada Sagar.

Akhirnya Sagar mau mengangkat kepalanya, masih dengan tatapan kosong dan datar yang sama. Kedua matanya menatap polisi itu. "Anda pikir saya bisa melakukannya? Sendirian? Saya memukul salah satu dari mereka untuk melindungi diri saya."

"Di mana walimu? Kenapa dia belum datang juga? Kau harus dididik dengan baik agar sikapmu lebih sopan."

Kemudian polisi itu mengambil hape Sagar dan hanya melihat kontak hape Sagar yang tidak lebih dari lima orang. Kedua alisnya saling tertaut dengan mata menatap Sagar, satu-satunya pelajar yang terlihat aneh di matanya.

Sagar masih dalam pemeriksaan ketika Om Vano datang dan mengatakan bahwa dia adalah ayahnya Sagar. Sontak polisi itu langsung menyambutnya namun belum sempat mereka berbicara tiba-tiba saja seorang lelaki paruh baya datang dan mengenalkan dirinya sebagai wali Sagar. Sontak saja polisi itu kebingungan, mana yang benar?

"Di antara kedua pria ini mana yang menjadi walimu?"

Sagar mengangkat kepala, melihat Om Vano yang memandangnya penuh harap. Sejak kapan lelaki itu mau mengurusi hidupnya? Dan ketika dia mengalihkan perhatiannya ke arah Om Kemal—lelaki yang selama ini sudah menjaganya semenjak ibunya meninggal dahulu—tersenyum hangat padanya, meski di matanya terlihat kecemasan saat melihat wajah pucat Sagar.

"Pak Kemal wali saya, silakan Anda bicara dengannya," kata Sagar pada akhirnya.

Om Vano langsung tertunduk sedih, namun dia berjalan dan duduk di samping Sagar. "Kamu marah sama Papa?"

"Menurutmu?"

Om Vano tersenyum maklum. "Maaf juga nggak cukup, kan?"

Sagar tersenyum sinis. "Kamu pikir maaf bisa menyelesaikan semuanya? Apa maaf bisa mengembalikan ibu saya?"

Om Vano semakin tersudut, teringat kesalahan yang diperbuatnya dahulu. "Tapi Papa tetep minta maaf.
Harusnya dulu Papa perhatian sama kalian, harusnya Papa nggak asik dengan dunia sendiri."

"Jika memang kamu nggak ingin menjalin hubungan dengan ibu saya harusnya kamu nggak nikahin beliau sejak awal."

"Harusnya seperti itu, tapi Papa masih muda. Papa buta, kesal, marah. Kakek kamu selalu mengatur Papa dan saat beliau memerintahkan Papa untuk menikahi Dena, Papa langsung menolak. Tapi Kakek kamu malah mengancam akan membuat hidup Wenda menderita. Papa nggak punya pilihan lain."

Sagar memejamkan matanya, kenyataan bahwa ayahnya menikahi ibunya karena perempuan lain membuatnya sakit.

"Dena perempuan yang baik, dia selalu tersenyum bahkan saat Papa berbohong padanya."

His HalfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang