Beberapa tahun kemudian ...
Begitu Rhea tiba di kafe seperti yang dijanjikan oleh teman-temannya, dia langsung mencari meja—yang kata mereka sudah dibooking khusus untuk menyambut kedatangan Rhea yang selama ini sudah berpetualang menjelajah benua Eropa, Asia dan sebentar lagi Amerika dengan bakatnya dalam memainkan alat musik piano.
Siapa pun pasti akan terpesona mendengar permainan pianonya yang sangat menakjubkan.
"Rhea sini!" teriak Putri sambil melabaikan tangannya, seolah menunjukan di mana dirinya berada.
Sambil tersenyum sangat lebar, Rhea langsung berjalan menghampiri mereka. Ahh, sudah berapa lama dia tidak bertemu dengan mereka? Hampir enam bulan, akhir-akhir ini dia sangat sibuk melakukan tur konser bersama grup orkestra lainnya. Konser terakhirnya digelar di Jepang dengan orang-orang yang memenuhi kursi penonton. Rhea memutuskan, bahwa untuk saat ini dia tidak ikut konser apa pun, mulai sekarang dia akan berfokus membangun sekolah musik seperti yang selama ini diimpikannya.
Dengan Sagar yang mendesain sekolahnya, meski rasanya hal tersebut menjadi hal yang tidak mungkin mengingat Sagar yang sudah pergi darinya.
"Rheaa!!" teriak Putri dan Sania bersamaan, mereka memeluk Rhea dengan erat. Mereka memang masih aktif berteman dan saling bertukar kabar, namun sayang akhir-akhir ini Rhea sangat sibuk jadi susah dihubungi. Sebab itulah saat mereka mendengar Rhea sudah pulang dan sedikit santai, Putri dan Sania langsung meminta Rhea untuk kumpul bareng.
"Kangen banget sama lo. Akhir-akhir ini lo susah banget sih dihubunginya. Jangan-jangan lo udah lupain kita?"
Rhea malah tertawa dan duduk di antara Putri Sania. "Maaf, bukannya lupain kalian. Tapi gue emang sibuk banget."
Sania cengengesan. "Eciee, yang udah terkenal nih. Gayanya sibuk banget ya."
"Heem, yang udah dikenal banyak orang di dunia nih jadi lupa sama kita-kita yang selalu nunggu."
"Ishh, bukan gitu. Tapi bener, telepon mama gue aja gue abaikan palagi kalian." Sania dan Putri langsung mencibir. "Gimana kabar kalian? Ponakan-ponakan gue gimana? Mereka baik-baik aja kan? Kenapa nggak kalian bawa ke sini."
Keponakan yang dimaksud Rhea adalah anaknya Sania dan Putri. Mereka memang sudah menikah sejak tiga tahun yang lalu. Cuma Rhea satu-satunya wanita yang belum juga menikah padahal usianya sudah hampir menginjak 30 tahun.
"Feri bawa Audi ke rumah neneknya," jawab Sania.
"Nizam ajak Lufi nonton, padahal kalau dipikir-pikir lagi, Lufi mana ngerti film yang ditonton Nizam. Tapi katanya biar ada time ayah sama anak."
Rhea mendesah, "Yahh, padahal gue kangen sama mereka."
"Makanya cepet nikah, punya anak. Bukannya nyari anak orang."
"Ihh, lo mah gitu."
"Emang iya. Ampuun dah, lo udah 28, Rhea. Udah tua dan lo belum punya pacar apalagi nikah? Ya ampuun, ngenes banget ya hidup lo."
"Anju, keterlaluan banget omongannya. Bukannya gue nggak nyari pacar, tapi gue nggak ada waktu buat gituan."
Dan selanjutnya mereka bicara banyak hal tanpa menyinggung nama Sagar di dalamnya. Sania dan Putri mengerti, Rhea masih sedih atas kepergian Sagar meski 10 tahun sudah berlalu. Tampaknya Rhea benar-benar menyayangi Sagar sampai perempuan itu tidak bisa menyukai lelaki lain lagi. Padahal jika Rhea mau membuka hatinya, akan ada banyak lelaki yang mengantre untuk menjadi pacar dan suami.
Sagar terlalu banyak mengisi ruang di hati Rhea.
***
Rhea tetap berada di dalam kafe setelah Sania dan Putri pergi. Dia duduk memandang keluar yang terlihat mendung. Lama dia di sana, hanya menghabiskan beberapa gelas kopi sambil merenung. Mati-matian dia berusaha untuk mengenyahkan Sagar dari kepalanya, bahkan dia sampai menyibukan dirinya demi bisa melupakan Sagar. Namun sayang, Rhea tetap saja selalu mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Half
Teen FictionSagar putus asa ketika dokter menyatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Tetapi Tuhan memberi kesempatan pada Sagar. Dia akan sembuh jika Sagar berhasil merubah seseorang menjadi lebih baik. Dan pilihannya jatuh pada Rhea-cewek nakal yang suka...