Epilogue - Hal yang tak kau ketahui

916 100 2
                                    

Wanita itu menghentikan tangisannya.

Cukup sudah air mata yang keluar malam ini.


Malam ini malam natal, tentunya bukankah ia harus melupakan hal tentang masa lalu?



Ketika hendak membuka jas putih yang menutupi tubuhnya, Bae Joohyun melihat sosok lelaki tinggi dengan dadanya yang bidang dari belakang yang berjalan menjauh. Lelaki itu pergi, meninggalkan sapu tangan, persis di sebelah kiri Joohyun. Wanita itu kini membuka penuh jas itu, menampakkan wajah serta tubuh bagian atasnya.

Ia memandang nametag yang bertengger di saku atas jubah putih tersebut.

Oh Sehun.

Bae Joohyun hanya tersenyum kecil.

Sehun tak mau menampakkan dirinya saat Joohyun tengah hancur.

Masalah harga diri Joohyun?
Mungkin.

Harga diri yang ia bentuk kokoh dengan image, tak peduli dan dingin seorang Bae Joohyun.

Joohyun menyapu sisa air mata yang menetes di pipi serta hidungnya dengan sapu tangan berwarna coklat yang ditinggalkan sang pemilik. Perlahan-lahan wanita itu berdiri, lalu berjalan menuju ruang psikiater dengan tangan kanannya yang membawa jubah kebesaran bagi tubuhnya tersebut.





.








Joohyun yang merasakan sinar matahari yang tak begitu terang menusuk kedua matanya. Walau masih musin dingin, matahari tetap bersinar, walaupun cahayanya hanya sedikit.

Ia merasa ada sesuatu yang menempel pada dahinya. Ia meraba dahi pucat itu dan menemukan kompres, yang kini sedikit hangat karena terkena dahi Joohyun yang panas.

Wanita itu menempelkan telapak tangan kananya pada dahi. Sepertinya ia terkena demam, melihat tubuhnya kemarin pusing tak karuan serta menggigil tak henti-henti.

Jam menunjukkan pukul 12 pagi.
Ia benar-benar ketiduran saat shift malamnya!

Joohyun meruntuki dirinya sambil sesekali memukul pelan kepalanya.

Tiba-tiba terdengar bunyi getar tanda pesan masuk dari handphonenya.

Dari: Ibu Sehun
Joohyun mengapa kau tidak membalas?

Joohyun segera membalas pesan mantan mertuanya tersebut.

Untuk: Ibu Sehun
Maaf ibu. Aku masih berada di rumah sakit. Baiklah! Sepertinya aku masih belum bisa sampai di rumah sampai jam 1 siang. Bagaimana jika ibu ke rumah Ibuku saja? Aku menitipkan Sooyeon karena kemarin aku ada shift malam....


Ia sedikit ragu saat mengetik pesan tersebut. Sebenarnya ia bisa saja langsung ke rumah ibunya menjemput Sooyeon- anak semata wayangnya, lalu menuju apartemen menunggu jemputan Ibu Sehun. Tapi karena merasa shiftnya kemarin belum terjalan, tak ada pilihan lain selain mengerjakannya sekarang.

Joohyun meraih sepatu sandalnya lalu bergegas menuju resepsionis bangsal F.

"Suster Song, aku tertidur kemarin malam. Kau kan yang mengerjakan seluruh shiftku? Bagaimana dengan Pasien Gong? Kau tak lupa menyuntikkan obat padanya bukan?" Joohyun berkata dengan cepat, panik.

"Ah maaf Psikiater Bae,"

Joohyun meneguk ludahnya, ia melipat bibirnya, menyesali perbuatannya.

Suster Song rupanya tak menggantikan tugasnya. Sudah dipastikan shiftnya tak ada yang menggantikan. Benak Joohyun.

"Maaf,

bukan aku yang menggantikan shift anda, tetapi,"

Ada jeda dalam kalimat Suster Song. Suster itu ragu, harus mengatakan ini atau tidak.

"Psikiater Oh yang menggantikannya."

Suster Song mendengus pelan.

"Oh Sehun yang melakukannya?"

Walaupun kini lega, tetapi ada sesuatu yang mengganjal pada hati psikiater bermarga Bae tersebut.




Jadi dia yang mengompresku kemarin malam?




.






Selepas masuk ruangannya, tangan yang sebelumnya pucat pasi kini warnanya perlahan kembali seperti semula.

Hangatnya heater di kamar membuatnya cukup tak merasa kedinginan. Soojung memang paling membenci musim dingin.

Wanita itu melepas jaketnya. Pakaian rumah sakit terlihat yang ia gunkan kini terlihat. Dengan cepat Jung Soojung berjalan menuju kasurnya lalu merebahkan diri.

Ia memandang langit, dengan mata mengantuknya. Wanita itu memandang lama lalu beralih melihat laci kecil di bawah meja lampu tidur.

Sesuatu melintas di otaknya.


Ia yang sebelumnya hampir tidur malah kini duduk di kasur. Ia menarik gagang laci.

Terlihat jurnal yang dulu pernah diberikan psikiaternya. Ia meraih bolpoin yang letaknya di laci itu pula.

Ia menekan peer bolpoin lalu segera menulis diary-nya.

"Malam dingin,

Tetapi terasa hangat bahkan panas.

Perasaan apa yang menghantuiku?

Kenyamanan?"

Setelah menulis tulisan yang singkat itu, Jung Soojung menaruh buku kecil itu kembali di laci.

Ia perlahan kehilangan sadar, tertidur.

Androphobia | kaistalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang