26. Perjalanan

857 101 1
                                    

"Dan semenjak itu, aku tinggal bersama nenek. 2 tahun kemudian, beliau meninggal. Aku ditinggalkan sendiri, saat dimana umurku menandakan beranjaknya seorang remaja menjadi dewasa, 20 tahun. Aku hanya seorang lulusan SMA yang tidak cerdas di bidang akademis."

Lidahnya kelu saat melantunkan kalimat-kalimat terakhirnya sebelum air di pelupuk matanya menetes.

Matanya kini berair serta hidung dan pipinya. Si pemilik, merasakan tangannya mati rasa saat hendak menghapus air mata itu. Maniknya masih setia memandang langit yang sama sekali tak ada perubahan dari awal ia bercerita sampai kini selesai mendongeng.

Trauma dari remaja hingga saat ini, hingga saat ia akan beranjak berkepala tiga tahun depan, yang membuatnya menjalani hari dengan penuh kewaspaadaan, dan rasa takut berlebihan.

Lelaki di sebelahnya kini beralih memandang wajah wanita yang tertutupi rambut hitam lekat panjangnya.

Kim Jongin tak berkata apa-apa. Karena ia tau, sekarang hal yang dibutuhkan Soojung adalah ketenangan.

Wanita itu hanya butuh didengarkan.





.



20.00
Setelah Kim Jongin meninggalkan wanita itu tadi siang, kini ia memutuskan untuk ke kamar Soojung sebentar. Lelaki itu akan memberikan mungkin, terapi terakhir untuk pasiennya .

Menghilangkan kebiasaan langsung masuk tanpa mengetuk, kini Jongin mengetuk pelan pintu tersebut, tanda ia ingin masuk. Tak perlu menunggu jawaban, kaki jenjangnya sudah berjalan memasuki ruangan.

"Bagaimana kondisimu?" Kim Jongin berkata tanpa babibu.

Soojung mendengung sebentar.
"Tak tau."

"Besok jangan lupa persiapkan baju pergimu. Aku kira 2 pasang pakaian cukup untuk kau bawa."

Soojung mengernyitkan dahinya.
"Apa rencanamu?"

"Ikuti saja. Apa yang aku rencanakan tak pernah buruk." Nada yang terlontar dari mulut lawan bicara Soojung, terdengar percaya diri.

Tak ada jawaban yang diucapkan Jung Soojung. Malah wanita itu kini menarik selimut sampai dada. Matanya perlahan terpejam.

Sementara sang psikiater tak berkutik dari depan pintu. Namun, lama kelamaan Jongin berjalan mendekati pasiennya di sebrang sana.

Ia memandangi untuk kesekian kalinya, wajah yang tak pernah membuatnya jenuh.

Lelaki tersebut jadi teringat pernyataan perasaannya yang sampai saat ini tak terbalas oleh Jung Soojung. Tetapi, bukankah setidaknya Kim Jongin cukup berani menyatakan perasaan jujurnya terhadap wanita itu?

Mata dan bibir Soojung terkatup rapat, namun wajahnya menyiratkan kelelahan. Kelelahan batin yang ia rasakan bertahun-tahun lamanya.

Jongin jadi ingat awal-awal membawa Soojung ke rumah sakit untuk menjadi pasiennya. Salah satu psikolog, yaitu Psikolog Jo bersikukuh tak usah merawat Soojung. Hal ini bukan tanpa alasan belaka, karena kejadian 2 tahun lalu, seorang penderita Androphobia yang lain, tewas mengenaskan bunuh diri di bangsal paling atas, yaitu bangsal A. Stress yang dihadapi si pasien membuatnya mengambil jalan yang salah.

Androphobia | kaistalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang