Juki Stories (Last Part)

115 9 13
                                    

Juki baru saja keluar dari kamarnya setelah puas berlama-lama bermain PS3. Ia mendengar suara ayahnya sedang marah-marah di ruang tamu, Juki pun melihat ke sana. Rupanya, ia sedang memarahi Juni dan Alea. Terlihat sekali bahwa Alea sedang menahan tangisnya. Tapi, ia gagal. Air mata itu sudah terlanjur menetes. Sedangkan Juni, ia hanya diam. Sembari menggenggam tangan Alea dengan erat. Juki jadi bingung, bagaimana ayahnya bisa tahu soal hubungan Alea dan Juni? Juki mememejamkan mata untuk berpikir. Lalu, ia kembali membuka matanya. Ia baru ingat bahwa ayahnya memiliki banyak mata-mata, sudah pasti ayahnya menyuruh mereka diam-diam menyelidiki Alea.

"Berani sekali kamu mendekati anakku!? Ngaca! Kamu tuh cuma anak Sekretaris Kelurahan. Tidak pantas mendapatkan anakku!" bentak Ayah Juki. Ia tampak mendekatkan wajahnya kepada Juni, dan memegang rahang laki-laki itu.

"Kalau kamu masih dekatin Alea, lihat saja, aku akan menghabisimu!" seru Ayah Juki sembari melepaskan tangannya pada rahang Juni dengan kasar. Ayah Juki segera mengusir pemuda itu.

"Sekarang juga, kamu pergi dari sini!" bentak Ayah Juki. Juni pun menatap mata Alea dan menghapus air mata itu dari mata gadis itu dengan tangannya sendiri. Juni tersenyum sembari mencoba melepaskan tangan Alea. Namun, Alea menolak. Ia tak ingin Juni pergi begitu saja. Tapi, laki-laki itu tetap tersenyum dan melepaskan tangan Alea dengan sedikit paksaan. Juni tak mengucapkan sepatah kata pun. Juni pergi meninggalkan rumah itu, sedangkan Alea berlari ke dalam kamarnya. Ia sudah tak mau lagi melihat wajah ayahnya. Juki benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya, bagaimana mungkin ayahnya tega memisahkan cinta mereka? Juki tak bisa diam saja, ia ingin melakukan pembelaan untuk kakaknya.

"Ayah nggak bisa ngelakuin itu sama mereka! Mereka," perkataan Juki dipotong begitu saja oleh ayahnya.

"Kamu masih anak kemarin sore, nggak usah ikut campur! Cukup urus diri kamu sendiri! Kamu pikir, ayah nggak tahu kalau kamu suka membolos dan bergaul dengan orang-orang nggak jelas!? Ayah sudah memberikan apa saja yang kalian inginkan, tapi kenapa balasan kalian seperti ini!?" Ayah Juki berkata seperti itu dengan mata yang memerah seolah-olah kornea matanya hendak keluar. Mendengar perkataan ayahnya, Juki pun tersenyum dengan sinis.

"Apapun? Ayah yakin sudah memberikan apapun yang kami inginkan? Nggak, Yah, nggak! Apa ayah tahu kenapa Kak Alea jadi sedingin itu? Itu karena sikap ayah yang terlalu egois dan terlalu memaksakan kehendak!" aerunya. Ia melanjutkan kata-katanya.

"Aku jadi seperti ini, itu juga karena ayah. Aku membolos sekolah dan pintar melawan ayah, itu semua karena sikap ayah sendiri. Aku sudah mencoba menuruti kemauan ayah yang ingin menjadikanku sebagai penerus ayah. Aku nggak mau meneruskan perusahaan itu, tapi ayah nggak mau dengar. Aku mati-matian belajar ekonomi dan akutansi untuk memenuhi keinginan ayah. Tapi, tetap saja aku nggak bisa. Nilaiku nggak pernah lebih dari 30, tapi ayah tetap memaksa! Seandainya saja ibu masih hidup, mungkin aku dan Kak Alea nggak akan kayak gini..." Juki meluapkan semua yang ada di dalam hatinya. Wajahnya memerah karena amarah yang sudah cukup lama ia pendam. Ia merasa bahwa air matanya akan menetes.

"Jangan salahkan siapapun kalau aku dan Kak Alea membenci ayah seumur hidup kami!" serunya. Ayahnya hanya diam. Namun, ia tampak sangat geram mendengar perkataan Juki. Laki-laki itu pun masuk ke kamarnya untuk mengambil tas dan barang-barang yang diperlukan. Ia pun pergi meninggalkan rumah itu dengan penuh rasa puas. Karena, beban yang ia tanggung selama bertahun-tahun, kini hilang begitu saja.

Ia pergi ke Kedai Mie Aceh milik Juni. Di sana sudah ada Juni, Vicky dan beberapa pelanggan Juni. Juki langsung berjalan ke area halaman belakang, sedangkan kedua orang itu menyusul Juki. Mereka duduk bersama di kursi panjang yang terbuat dari kayu. Juki pun bertanya kepada Juni.

"Gimana hubungan lo sama Alea? Apa lo benar-benar mau ninggalin dia?" tanya Juki sembari menatap Juni. Tapi, laki-laki itu tersenyum tipis.

"Nggak, gue nggak bisa ninggalin dia. Dan gue nggak bakal ninggalin dia. Karena, buat ngedapatin hatinya itu adalah perjuangan yang sangat sulit," sahutnya.

You Must Come Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang