Kill

90 7 0
                                    

Yogi sedang menunggu kedatangan bus di halte. Dia hendak pergi ke makam neneknya. Itu karena, sudah lama sekali dia tidak berkunjung ke makam neneknya. Lagipula, ini sudah memasuki liburan sekolah. Sembari menunggu kedatangan bus, ia memasang earphone di telinganya.

Disaat dirinya sedang asyik mendengarkan musik, ia melihat sosok gadis manis yang belakangan ini menghantui pikirannya. Benar, gadis itu bernama Alana. Gadis bergigi gingsul itu juga terlihat seperti sedang menunggu bus. Yogi memerhatikan gadis itu dari bawah sampai atas. Gadis itu tampak mengenakan sepatu red converse, celana skinny jeans, dan juga kaos yang dipadukan dengan jaket cardigan. Serta rambut panjangnya yang dikuncir kuda. Yogi pun mematikan musik di handphone, serta melepaskan earphone itu.

"Lo harus berani, lo harus berani!"

Jujur saja, Yogi tidak tahu apapun mengenai gadis. Itu karena, dirinya tidak pernah dekat dengan seorang gadis. Hingga, ia sekarang benar-benar gugup untuk mendekati Alana. Tapi, bagaimana? Yogi sangat ingin berbicara banyak dengan gadis itu. Benar, Yogi harus berani mendekati gadis itu.

"Oh, em... hai," sapa Yogi sembari menyunggingkan senyum yang sedikit aneh untuk dilihat. Gadis itu pun menjawab.

"Hai juga," sahut gadis itu sembari menyunggingkan senyum manisnya yang memperlihatkan gigi gingsulnya. Senyum itu benar-benar nyaris membuat Yogi pingsan karena mabuk kepayang dengan gadis itu.

Alana memerhatikan Yogi, ia berusaha untuk mengingat-ingat laki-laki itu.

"Kamu yang beberapa hari lalu pernah nolongin aku dari preman, kan?" tanya gadis itu. Yogi tersenyum kegirangan dan menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. Yogi benar-benar tak menyangka bahwa gadis itu mengingatnya. Ia jadi sangat senang, hingga lupa dengan tujuannya menunggu bus di halte itu.

Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya ada bus yang berhenti di hadapan mereka. Gadis itu pun berdiri sembari membawa tasnya.

"Aku pergi dulu, ya" gadis itu berpamitan pada Yogi. Laki-laki itu pun menganggukkan kepalanya.

Sekali lagi, Yogi harus ketinggalan bus, dan berpisah dengan gadis itu. Tapi, kali ini dia tidak menyesal. Benar, pertemuannya dengan gadis itu kali ini berbuah manis...

*****

Pada siang hari, Vicky sedang bersembunyi di balik pot besar di halaman rumah orang tuanya. Rumah itu terlihat sepi sekali, tanpa pengawasan. Maka dari itu, ia bisa masuk ke sana. Kedua orang tuanya pasti sedang pergi. Vicky menunggu ayahnya datang. Entah apa yang akan ia lakukan dengan ayahnya. Yang jelas, dia sudah merencanakan sesuatu untuk ayahnya.

Beberapa saat kemudian, mobil ayahnya sudah terlihat memasuki halaman rumah. Kedua orang tuanya baru saja turun dari mobil itu. Vicky pun menampakkan diri di hadapan kedua orang tuanya sembari menyembunyikan sesuatu di punggungnya. Sang ayah yang melihat anaknya itu pun tersenyum, dan menyambut kedatangan putranya.

"Oh, akhirnya kau kembali ke rumah ini. Apa kau sudah menyerah?" tanya sang ayah sembari tersenyum penuh misteri. Vicky tak menjawab pertanyaan itu, ia justru menatap ayahnya dengan sangat tajam. Sungguh, ia benar-benar tak tahan lagi melihat raut wajah ayahnya yang penuh kelicikan.

Tanpa berpikir panjang lagi, Vicky berlari menghampiri ayahnya, dan menusuk perut ayahnya dengan pisau yang sedaritadi ia sembunyikan di belakang punggungnya. Ia pun mencabut pisau itu, agar banyak darah yang bercucuran dari tubuh ayahnya. Tangan Vicky masih memegang pisau itu, kedua tangannya sudah berlumuran darah. Sang ibu benar-benar tak menyangka bahwa anaknya tega melakukan itu.

"Kenapa kamu tega membunuh ayahmu sendiri, Vicky?!" seru sang ibu. Ibunya menghampiri Ayah Vicky yang pendarahan di perutnya masih belum berhenti. Vicky tak peduli dengan yang barusan ia lakukan. Yang penting, ia bisa memberi ayahnya pelajaran.

"Bodo amat, aku nggak peduli. Toh, dia nggak bakalan mati," gumamnya. Ia pun melanjutkan kata-katanya.

"Aku kayak gini, gara-gara kalian sendiri. Kalian nggak pernah anggap aku sebagai anak, ibu yang nggak peduli sama aku, ayah yang selalu menghajarku. Dan sekarang, ayah justru ngebunuh sahabatku secara nggak langsung. Aku nggak bisa terima semua itu, aku nggak bisa!" seru Vicky yang terlihat sangat marah, ia mencoba menghapus air matanya dengan tangan kanannya yang dipenuhi dengan darah. Sehingga, wajah tampan itu dipenuhi dengan darah.

"Setelah korupsi, dan nyoba ngebunuh sahabatku, apalagi yang akan ayah lakukan? Jadi diktator, dan ngebunuh semua orang di Jakarta?" tanya Vicky dengan lirih.

"Aku nggak akan menyesal karena telah melakukan ini. Kalian nggak perlu lapor polisi. Karena, aku bakalan nyerahin diri," lanjut Vicky. Sang ibu masih tak percaya dengan yang barusan terjadi. Ia tak percaya bahwa anaknya berbuat seperti itu. Ia juga tak percaya dengan semua ucapan Vicky mengenai suaminya. Vicky pun hendak meninggalkan tempat itu. Tapi, sebelum ia benar-benar pergi, ia berhenti sejenak dan berkata.

"Kalau ayah berbuat macam-macam lagi, bukan aku yang akan membalasnya. Tapi, seluruh teman-temanku," gumamnya. Tak lama kemudian, ia pun benar-benar meninggalkan rumah itu...

*****

Vicky berdiam diri di rumah. Ia merenungi semua kejadian itu. Darah itu masih belum menghilang dari wajahnya. Ia berpikir, kenapa ia bisa lepas kendali? Kenapa ia tidak mencoba menggunakan cara lain saja? Tapi, semua sudah terlambat. Ia tidak pantas menyesali semua itu. Karena, ayahnya memang pantas untuk mendapatkan semua itu.

Laki-laki itu mengambil handphone, dan melakukan live instagram. Apa yang akan dia lakukan?

"Gue... nyoba buat bunuh ayah gue," gumamnya sembari menunjukkan tangannya yang dipenuhi darah yang sudah mengering. Ia pun melanjutkan ceritanya.

"Ayah gue, Roni Setyawan, seorang ayah yang terus mukul gue, bahkan disaat gue nggak salah. Dia juga seorang Gubernur Jakarta yang berusaha nyurangin rakyat-rakyatnya. Bahkan, dia nggak segan-segan ngebunuh orang lain yang berusaha ngehalangin dia..." lanjutnya. Laki-laki itu pun menangis dan mengusap air mata itu berkali-kali.

"Gue mau minta maaf buat semuanya. Buat semua sahabat-sahabat gue di The Seven Musketeers, gue minta maaf... gue nggak bisa jadi bagian dari kalian lagi..." gumamnya. Oh, Ya Tuhan, kenapa air mata laki-laki itu tidak bisa berhenti mengalir?

"Buat Lisa, aku juga minta maaf... aku... aku nggak bisa jadi pacar yang baik buat kamu,"

"Karena, sekarang aku adalah seorang kriminal. Aku udah nggak pantas lagi buat kamu..." ia berkata dengan lirih. Ia berkali-kali meminta maaf, tidak ada hentinya ia mengatakan itu. Ia memeluk kedua kakinya, dan menjatuhkan handphone itu.

Video live instagram itu telah ditonton lebih dari seribu orang. Orang-orang yang menontonnya memberikan komentar yang menunjukkan rasa iba. Namun, ada juga yang menganggap bahwa yang dikatakan Vicky adalah sebuah kepalsuan. Dari sekitar seribu orang, kelima sahabatnya di The Seven Musketeers menonton video itu. Mereka merasa marah, sedih, dan juga kecewa melihat semua pengakuan Vicky itu. Mereka tahu bahwa Vicky bukanlah orang yang pandai berbohong, apalagi membuat berita palsu. Mereka semua menangis melihat sahabatnya yang sangat kacau di video itu. Namun, yang mereka sesalkan adalah, kenapa disaat Vicky sedang mengalami masalah besar, mereka justru tidak ada di samping Vicky? Seandainya mereka ada, mereka tidak akan peenah membiarkan Vicky berbuat hal yang nekad seperti ini.

Lisa juga menonton video itu. Ia menyesali kebodohannya. Kenapa ia tidak mengetahui sedikitpun masalah yang dihadapi oleh Vicky? Kenapa?

Namun, meskipun Vicky telah menjadi seorang penjahat dan telah memutuskan dirinya, gadis itu tidak akan pernah meninggalkan Vicky. Karena, ia sangat, sangat, dan sangat mencintai laki-laki itu...

***** TBC *****

You Must Come Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang