Remy, si anak laki-laki yang memiliki IQ 150 itu tampak asyik duduk termenung di taman sendirian. Ia melihat-lihat pemandangan yang masih asri. Di jaman sekarang, sulit sekali menemukan tempat seindah ini. Karena nyaris semua tempat di Jakarta sudah terkontaminasi dengan tangan-tangan kotor manusia.
Ia menutup matanya dan menghirup udara segar di bawah pepohonan yang sangat rindang. Ia bertanya-tanya, bagaimana Tuhan bisa menciptakan tempat seindah dan senyaman ini?
Ia membuka matanya. Ia melihat banyak orang lalu lalang di sekitarnya. Ada yang datang bersama kekasihnya, bersama keluarga, dan masih banyak lagi. Ia juga melihat anak kecil berusia sekitar lima tahun sedang bermain bersama kedua orang tuanya. Ia bertanya-tanya dalam hati. Kenapa ia sendiri di tempat ini?
Melihat anak kecil itu bermain bersama kedua orang tuanya, Remy menjadi sedih. Kapan ia bisa seperti anak kecil itu? Ia sangat merindukan orang tuanya. Tapi... sedetikpun, mereka tak memiliki waktu untuk Remy. Sejak ia kecil, kedua orang tuanya sudah tak memiliki waktu untuknya.
Bahkan saat ia masih kecil, terpaksa ia menyuruh supirnya untuk mengambilkan rapor.
Bola yang dimainkan anak kecil itu menggelinding di kaki Remy. Anak laki-laki berpipi tembem itu menghampiri Remy dengan senyuman yang lucu.
"Kak, aku ingin mengambil bolanya," ujar anak itu. Remy pun mengambil bola itu sambil tersenyum.
"Ini, dik," sahut Remy. Ia memberikan bolanya dan mengacak-acak rambut anak itu karena saking gemasnya.
Anak itu kembali bermain dengan kedua orang tuanya. Senyum bahagia Remy, kini menjadi senyum getir. Ia kembali teringat dengan kesedihannya.
Pada akhirnya, ia sudah tak tahan lagi melihatnya. Ia pun berdiri, dan meninggalkan tempat itu.
Ia melihat, bensinnya sudah hampir habis. Ia memutuskan untuk mengisi bensin di tempat Vicky bekerja. Karena jarak menuju ke tempat kerja Vicky memang tak begitu jauh.
Sepuluh menit kemudian, ia sampai di pom bensin tempat Vicky bekerja. Tempat itu cukup ramai, hingga Remy terpaksa mengantri. Ia membuka tutup bensin motornya, dan mendorong pelan motornya ketika motor lainnya sudah selesai diisi bensin.
Ia melihat Vicky begitu sibuk mengisi bensin. Tak lupa, sebuah lollipop tersemat di mulutnya.
Remy ingat sekali, dulu ia dan Vicky hampir setiap hari merokok bersama. Namun, Vicky memutuskan untuk berhenti merokok karena jatuh cinta dengan seorang gadis. Gadis itu bernama Lisa Chandravati. Usianya 19 tahun. Ia bekerja di minimarket di depan tempat kerja Vicky. Vicky berjuang keras berhenti merokok untuk mendapatkan Lisa, dan menggantinya dengan sering memakan permen, terutama permen lollipop.
Ingin rasanya ia berhenti merokok seperti Vicky. Namun, ia tak memiliki alasan yang kuat untuk berhenti. Lagipula, siapa yang akan peduli dengannya? Karena, ia sudah menganggap dirinya sebagai sebatang kara di dunia ini.
Kini, tiba giliran Remy yang dilayani oleh Vicky.
"Kenapa Loe, Rem? Muka loe kusut amat," tanya Vicky sembari memasukan selang itu ke tempat bensin motor Remy. Remy pun menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa kok," sahut Remy.
"Eh, Rem, bentar lagi shift gue selesai. Kita hangout yuk!" ajak Vicky. Itu bukanlah ide yang buruk. Ia pun menyetujui ajakan Vicky.
"Boleh, gue hubungin anak-anak dulu," sahut Remy. Setelah selesai mengisi bensin, Remy mendorong motornya sampai di kafe mini yang ada di dalam tempat kerja Vicky itu.
Remi tengah asik mengetik sebuah pesan menggunakan smartphone miliknya. Rupanya, ia tengah mengirimkan pesan di group chat whatsapp The Seven Musketeers.
From: Remy
Guys, jalan yuk? Gue ada di pom bensin tempat Vicky nih.
Semua anggota pun membalas pesan itu. Mereka semua setuju dengan ajakan Remy, karena mereka juga sedang bosan di rumah mereka masing-masing.
Laki-laki manis berlesung pipi itu duduk manis menunggu kedatangan teman-temannya menyematkan headset di telinganya. Ia tampak asyik sekali mendengarkan lagu hip-hop.
Beberapa saat kemudian, Vicky pun datang dengan pakaian yang sudah berganti dengan kaos oblong dipadukan dengan jacket hoodie. Disusul dengan teman-temannya dari The Seven Musketeers.
Yogi pun bertanya kepada Remy.
"Kita mau kemana nih sekarang?" tanya Yogi dengan wajah datarnya, serta penampilannya yang tak terurus. Ia sama sekali tak terlihat seperti anak seorang dokter.
"Makan dulu aja deh, gue laper nih. Abis itu, kita keliling-keliling kota buat cuci mata. Gimana?" tanya Remy. Ajakan Remy pun disetujui oleh member lainnya. Mereka pun pergi dari tempat itu, dan berangkat menuju kafe langganan mereka.
*****
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di kafe Crazy Place, kafe langganan mereka. Mereka memilih kafe ini untuk kafe langganan mereka, karena kafe ini free smooking area. Selain itu, mereka disuguhi dengan pelayan-pelayan cantik nan seksi. Selain itu, kafe ini memang makanan dan minumannya sangat enak bagi mereka. Jiro dan Vicky sering sekali menggunakan wifi gratis di tempat ini dikala mereka sedang krisis.
Selesai memesan makanan, tampak beberapa dari mereka tidak berkedip melihat tubuh seksi sang waitress. Kecuali Vicky dan Yogi. Vicky tampak keheranan melihat tingkah mereka. Sebelum berpacaran dengan Lisa, ia juga sama seperti teman-temannya. Tapi sekarang, hanya Lisa gadis yang ia pandang. Ia ingin sekali menikahi Lisa, meskipun umur Lisa satu tahun lebih dewasa darinya.
Sedangkan Yogi, tampaknya ia sama sekali tak tertarik dengan makhluk berwujud 'wanita'. Lihatlah ia sekarang. Mulutnya menganga dengan lebar, sedangkan pandangan matanya mencerminkan tatapan malas kepada pelayan wanita yang dilihat oleh teman-temannya itu. Baginya, wanita adalah makhluk paling cerewet di dunia.
Remy menepuk dahinya. Ia tak habis pikir dengan teman-temannya yang begitu memalukan. Namun, ia merasa terhibur ketika bersama mereka.
Namun, hiburannya telah buyar begitu saja saat Vicky memanggilnya dengan bisikan.
"Rem, itu bukannya bokap loe?" bisik Vicky sambil menunjuk kaca pintu kafe. Tidak, bukan kacanya yang Vicky tunjuk. Tapi seorang bapak-bapak dan seorang gadis belia yang baru saja turun dari mobil di hotel depan kafe ini. Benar, itu adalah ayah Remy. Tapi, siapa gadis itu?
Ayah Remy dan gadis itu memasuki hotel sambil bergandengan tangan begitu mesra. Rasanya Remy ingin sekali menemui pria itu, dan memukulnya. Namun, ia hanya bisa termenung. Ia mengepalkan kedua tangannya. Jadi, seperti ini kelakuan ayahnya dibelakangnya?
Remy terus termenung sambil mengepalkan kedua tangannya, Vicky merangkul bahu Remy agar bisa tenang dan tak terbawa emosi. Sedangkan teman-temannya yang lain tak tahu-menahu yang Remy rasakan sekarang...
***** TBC *****
KAMU SEDANG MEMBACA
You Must Come Back!
Novela JuvenilBercerita tentang 7 remaja Bad Boy yang membentuk squad. Masing-masing dari mereka memiliki permasalahan hidup. Mulai dari cinta, hingga keluarga. Semua dirangkum dalam YOU MUST COME BACK!