Last Day

118 9 0
                                        

Hari ini, Jiro akan diberangkatkan menuju Singapura untuk menjalankan operasi di sana. Dan, mereka semua sedang membantu ayah dan ibu Jiro memasukkan barang-barang Jiro ke dalam tas. Vicky terlihat ingin sekali ikut, ia sedang mencoba untuk merayu Remy agar dirinya bisa ikut.

"Rem, gue ikut ya? Abisnya, gue pengen ikut," pinta Vicky sembari membuat wajah memelas. Namun, Remy menggelengkan kepalanya.

"Nggak, yang ikut biar keluarganya Jiro, gue, sama Hassan," sahut Remy. Vicky pun memanyunkan bibirnya. Mau bagaimana lagi? Dana pas-pasan seperti itu tidak memungkinkan semua orang ikut.

Vicky melihat Ibu Jiro yang tengah membawakan sarapan untuk Jiro. Vicky pun menghampirinya.

"Tante, biar saya aja yang nyuapin Jiro," pinta Vicky sembari tersenyum. Ibu Jiro pun mengangguk, dan memberikan piring itu kepada Vicky. Setelah itu, ibu Jiro langsung membereskan barang Jiro yang lainnya. Vicky pun memasuki kamar Jiro.

"Eh, Ji, lo harus makan ya? Awas kalau lo nggak mau makan, ntar gue sobek-sobek semua komik-komik lo," canda Vicky. Ia pun mulai menyuapi Jiro yang sangat kesulitan membuka mulut.

"Pokoknya, pulang dari Singapura, lo harus sembuh. Nggak boleh sakit-sakitan kayak gini," pinta Vicky yang terkesan memaksa. Namun, Jiro tak menanggapinya. Karena, Jiro sudah tidak bisa memberikan tanggapannya. Hanya saja, bola matanya terkadang bergerak-gerak. Sesungguhnya, Vicky ingin sekali menangis melihat keadaan sahabatnya yang begitu menyedihkan. Tapi, rasanya air mata itu sudah habis untuk Jiro.

******

Mereka sudah sampai di Singapura. Jiro langsung dirawat di ruang ICU sebelum operasi dilaksanakan esok harinya.

Sembari menunggu hari esok, Remy menghabiskan malamnya di sebuah kafe 24 jam yang sudah free smooking. Ia menyematkan sebatang rokok di bibirnya yang belum terbakar. Ia mencari-cari korek api di semua sakunya. Setelah mendapatkannya, entah kenapa, dirinya tiba-tiba teringat dengan pesan yang diberikan oleh Jiro dalam surat itu. Ia pun kembali memasukkan rokok dan pemantiknya. Ia justru tersenyum mengingat pesan itu.

Sesungguhnya alasan Remy merokok adalah untuk menenangkan diri dari masalah yang menimpanya. Awalnya, ia ragu untuk merokok. Namun, setelah dicoba, Remy jadi ketagihan. Dan, sangat sulit untuk menghentikan kecanduannya. Tapi, sekarang ia harus mencoba untuk berhenti merokok.

"Thank's, Ji, lo udah mau ingatin gue..."

*****

Juni sangat heran dengan sikap Alea yang terlihat begitu ceria disaat menggandeng tangannya menuju ke rumah gadis itu. Ia pun bertanya-tanya kepada Alea.

"Kenapa aku di bawa ke sini?" tanya Juni. Alea pun tersenyum.

"Aya mau ketemu sama kamu, sayang," sahut Alea. Ia membawa Juni ke ruang pribadi ayahnya.

Jujur saja, ketika bertemu Ayah Juki dan Alea lagi, Juni sedikit takut bahwa dia akan diusir seperti waktu itu. Namun, ternyata ia salah. Ayah Alea justru menunjukkan raut wajah bersalah. Pria itu pun meneteskan air matanya di hadapan Juni.

"Maafkan saya yang begitu keras kepala. Saya... saya akui, bahwa saya bersalah. Tolong, maafkan saya..." pria itu menangis sembari memeluk Juni. Melihat perubahan sikap Ayah Alea, tentu saja Juni sangat bingung. Namun, ia juga sangat senang.

"Om, tidak perlu minta maaf. Sangat wajar kalau om bersikap seperti itu. Karena, semua orang tua, pasti menginginkan kebahagiaan untuk anak-anaknya," sahut Juni sembari tersenyum. Alea dan Juki yang melihat semua itu di luar merasa sangat terharu dengan kejadian ini. Terutama Juki, ia sangat senang melihat Alea bisa tersenyum kembali karena kehadiran Juni...

You Must Come Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang