Vicky Stories (Last Part)

93 8 10
                                    

Minggu pagi ini, Vicky dan Remy sedang duduk-duduk di taman sembari menikmati es krim sehabis lari pagi seperti orang yang sedang pacaran. Mereka sangat menikmati es krim itu. Tapi, Vicky merasa ada yang kurang. Tadinya, Vicky ingin mengajak Lisa juga. Tapi, ternyata Lisa sedang bekerja mulai pagi hingga sore.

Remy tiba-tiba menunjuk ke satu arah.

"Lihat deh bocah itu!" seru Remy. Vicky pun melihat ke arah yang ditunjuk Remy. Yang ia lihat adalah seorang laki-laki remaja berjalan bersama kedua orang tuanya. Vicky merasa tak ada yang aneh dengan pemandangan itu.

"Kenapa?" tanyanya, Remy lantas tersenyum.

"Lo sadar nggak, Sih? Sekarang tuh jarang banget ada remaja yang mau jalan bareng sama orang tuanya. Apalagi cowok," sahut Remy, pandangan pria itu tidak bisa lepas dari pemandangan indah itu. Sedangkan Vicky tampak tak begitu peduli, ia lebih memilih menikmati es krim itu.

"Coba aja kalau gue yang ada di posisi anak itu, pasti bahagia banget. Lo emangnya nggak mau kayak gitu?" tanya Remy. Vicky terdiam. Sejujurnya, ia juga sangat ingin berada di posisi remaja laki-laki itu. Namun, rasa sakit hatinya kepada kedua orang tuanya itu lebih besar daripada keinginan itu.

"Nggak, gue nggak mau," sahut Vicky, sekarang ia jadi terlihat dingin. Remy cukup terkejut mendengar jawaban Vicky.

"Kenapa?" tanyanya. Vicky pun tersenyum, namun yang terpancar adalah senyuman sinis.

"Karena... gue udah anggap mereka mati," sahut Vicky. Mudah sekali dia berbicara seperti itu? Remy benar-benar tak menyangka bahwa Vicky akan menjawab seperti itu.

Alasan Vicky kabur dari rumahnya adalah karena ia sering bertengkar dengan kedua orang tuanya, terutama ayahnya yang seringkali mengekang dirinya, Vicky tak bisa bergerak bebas dan bergaul dengan siapa saja. Tak jarang, pertengkaran itu berakhir dengan perkelahian. Ia seringkali dipukul oleh ayahnya dan juga para pengawalnya. Sedangkan ibunya tak begitu memedulikan dirinya, ibunya lebih memilih menjaga gengsinya di depan geng sosialitanya daripada mengurus Vicky. Maka dari itu, Vicky tak tahan lagi hingga akhirnya memilih kabur.

Remy memahami yang Vicky rasakan karena mereka memiliki permasalahan yang hampir sama. Namun, hati Vicky ternyata jauh lebih keras daripada yang ia bayangkan.

*****

Vicky sekarang sedang bekerja bersama dengan Remy. Seperti biasa, mereka menyalakan musik dengan volume maksimal. Lalu, datanglah mobil yang hendak diisi bensin. Vicky pun melayani mobil itu. Namun, Vicky dibuat terkejut oleh si pemilik mobil yang membuka jendelanya.

"Halo, Nak," sapa pria itu sembari menghadirkan senyum yang penuh tanda tanya. Benar, itu adalah ayahnya. Remy juga sangat terkejut melihat kedatangan ayah Vicky. Remy hanya berharap, bahwa Vicky bisa menahan diri.

"Tak kusangka kalau kau jadi semiskin ini," ucap sang ayah lagi. Vicky lebih memilih untuk tak memedulikan ayahnya. Karena, bagaimanapun ia harus profesional dengan pekerjaannya. Ia pun segera mengisi bensinnya sembari mencoba menahan diri.

Selesai mengisinya, ia kembali menghampiri ayahnya. Sang ayah sudah menyiapkan uang untuk membayarnya. Namun, sebelum uang itu sampai ke tangan Vicky, uang itu sengaja dijatuhkan oleh sang ayah. Ini membuat Vicky sangat marah. Tapi, sebelum ia sempat meluapkan kemarahannya, ayahnya sudah lenyap begitu saja. Vicky mengambil uang yang terjatuh itu dengan penuh emosi. Melihat sahabatnya yang terlihat sangat emosi, Remy pun segera menghampiri Vicky dan merangkul bahu laki-laki itu.

"Sabar, Bro," ucap Remy. Vicky pun menjawab dengan penuh amarah.

"Kalau gue lagi nggak kerja, udah pasti bakal gue bakar hidup-hidup tuh orang!" seru Vicky. Akhirnya, Remy memahami alasan di balik kerasnya hati Vicky setelah melihat langsung bagaimana sikap Ayah Vicky terhadap anaknya. Bahkan, Ayah Vicky memperlakukan anaknya seperti itu di tempat umum seperti ini. Remy tahu bahwa rasa sakit hatinya kepada orang tuanya sangat besar. Tapi, ia baru menyadari bahwa rasa sakit hati Vicky jauh lebih besar daripada rasa sakit hati Remy terhadap kedua orang tuanya. Tapi, Remy sedikit menyesal. Karena, ia tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Vicky. Ia hanya bisa menenangkan sahabat baiknya itu...

*****

Akhirnya tiba juga jam pulang kerja, Vicky dan Remy segera bersiap-siap untuk pulang.

"Rem, lo pulang dulu, Gih. Gue mau pacaran dulu," pinta Vicky sembari tersenyum memamerkan seluruh giginya yang putih. Remy geleng-geleng kepala, cepat sekali mood Vicky berubah? Tadi berwajah muram, sekarang justru kebalikannya.

"Ya udah, deh. Bye..." Remy meninggalkan Vicky yang tengah berbunga-bunga. Ya, dia memang seperti itu jika akan bertemu dengan Lisa. Ia pun segera menyalakan motor itu, dan menuju rumah Lisa.

Sesampai di sana, rupanya Lisa sedang tak ada di rumah. Pintu rumah itu terkunci. Vicky pun melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 22.05 WIB. Pasti Lisa sebentar lagi pulang. Maka dari itu, Vicky memutuskan untuk menunggu.

Tak lama kemudian, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah Lisa. Pintu mobil itu pun terbuka. Vicky sangat terkejut, rupanya itu adalah Lisa. Dia pergi dengan siapa? Apa mungkin dengan laki-laki? Vicky mengerutkan alisnya, ia tak bisa melihat dengan jelas orang yang berada di dalam mobil itu. Vicky jadi sangat cemburu melihat Lisa diantar pulang oleh mobil itu.

Setelah mobil itu pergi, Vicky pun menarik tangan Lisa dengan sangat kuat, dan membawa gadis itu hingga sampai di teras. Lisa sangat kaget, ada apa dengan pria ini? Tidak biasanya Vicky seperti ini.

Vicky mendorong tubuh Lisa hingga sampai tembok, kedua tangan Vicky bertumpu pada tembok itu hingga membuat Lisa tak bisa menghindar. Lisa sangat bingung dengan sikap Vicky.

"Sayang, ada apa?" tanya gadis itu. Vicky menatap mata Lisa dengan sangat tajam. Tanpa banyak bicara, Vicky memejamkan mata dan langsung mencium bibir gadisnya. Tentu saja Lisa semakin terkejut karena 'serangan dadakan' itu. Lisa memejamkan matanya. Ia merasakan ritme yang Vicky mainkan sekarang ini jauh lebih kasar daripada biasanya yang selalu mencium bibir Lisa dengan lembut.

Lisa pun mendorong tubuh laki-laki itu. Ia sangat kesal dengan Vicky, karena tak biasanya Vicky seperti itu.

"Ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba kayak gitu!?" tanya gadis itu. Vicky kembali menatap gadis itu dengan tajam.

"Itu tadi siapa?" tanya Vicky. Lisa berpikir sejenak, apa mungkin Vicky cemburu dengan orang yang mengantar dia pulang?

"Mereka teman-temanku, Sayang. Mereka semua cewek kok," jawab Lisa.

"Tadi, abis pulang kerja, aku diajak hang out sama mereka. Jadi, aku pergi sama mereka," Lisa melanjutkan ceritanya. Vicky baru menyadari, kenapa ia jadi seperti ini? Dia sudah cemburu tidak jelas. Dia memekik dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa ia begitu bodoh? Kenapa pikirannya jadi semakin kalut begini? Atau mungkin karena ia sangat tersinggung dengan perkataan sang ayah yang sangat merendahkan dirinya karena memilih untuk menjadi orang miskin?

Vicky memijat dahinya sendiri sembari memejamkan mata. Ia merasa sangat bodoh, karena pikirannya yang kalut, ia jadi berpikiran buruk kepada orang yang ia cintai. Lisa sangat bingung dengan sikap Vicky.

"Sayang, kamu nggak apa-apa?" tanyanya. Lisa sangat tahu bahwa kekasihnya itu takkan bersedia bercerita mengenai masalah pribadinya. Tapi, ia merasa tetap perlu untuk menanyakannya. Laki-laki itu pun tersenyum.

"Nggak, nggak apa-apa. Maafin aku, ya" sahut Vicky. Ia membelai rambut Lisa dengan lembut. Lisa sangat sedih karena Vicky tak mau menceritakan masalahnya. Tapi, ia sangat tahu dengan sifat keras kepala laki-laki itu. Berapa kali dipaksa bercerita, Vicky tetap takkan bersedia bercerita...

***** TBC *****

Maaf ya kalo ada typo, soalnya aku abis pergi, dan capek banget mau benerin hehe...

Jangan lupa vommentnya ^^

You Must Come Back!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang