Mina berlari secepat kilat melintasi lorong rumah sakit yang sepi. Tangisnya tidak terelakan lagi semenjak tubuhnya memasuki taksi yang langsung ia stop begitu mendengar kabar buruk ini. Tubuhnya terasa mengigil seiring udara dingin yang menyusup melalui celah gaunnya yang berwarna merah maroon.
Tangannya menggenggam ponsel semakin erat. Buku jarinya bahkan memutih seiring kuat genggamannya. Ia masih terus berlari sampai akhirnya ia bisa melihat Ibu Guanlin berdiri di depan sebuah ruangan. Ibunya masih menangis dalam pelukan Ayah Guanlin dan seorang wanita (yang dapat dipastikan sebagai Kakak Guanlin) sedang menghubungi seseorang sambil terisak.
Langkah Mina melambat, ia tidak mau menerima kenyataan ini. Tidak mau. Melihat isak tangis Ibu Guanlin yang sekuat ini, Mina yakin bahwa kecelakaan yang dialami Guanlin bukanlah suatu kecelakaan ringan.
Mina berjalan semakin dekat.
"Mom," Mina bahkan tidak sadar bahwa suaranya serak.
Ibu Guanlin menoleh menatap Mina lalu melangkah cepat untuk merengkuh Mina dalam pelukannya.
Mina menangis, keduanya menangis. Tangisan Mina semakin kencang seiring tangannya yang memeluk Ibu Guanlin dengan erat.
"Apa yang terjadi, Mom?"
Ibu Guanlin terisak, tidak mampu menjawab pertanyaan Mina.
"Guanlin baik-baik saja, kan?"
Ibu Guanlin melepas pelukan Mina dengan perlahan. Air matanya masih terus luruh dari mata indahnya. Mina menggeleng, tidak ingin mendengar apapun.
"Guanlin..." ucapan Ibu Mina menggantung di udara seolah ia tak mampu menyebut nama anaknya sendiri. Ayah Guanlin datang melingkarkan tangannya dibahu istrinya, berusaha memberikan kekuatan. "Mobilnya..."
Suaranya terbata-bata dan Mina tidak bisa mencerna satu katapun yang terlontar dari bibir wanita paruh baya itu.
"Guanlin terlibat kecelakaan beruntun dan mobilnya tertabrak sebuah truk besar dari arah berlawanan," ujar Ayah Guanlin, berusaha setenang mungkin meskipun ia sendiri tidak mampu untuk menahan tangisnya. "Kepalanya terbentur sangat keras. Itu yang dikatakan dokter sejauh ini."
Tangis Mina semakin kencang, tubuhnya luruh ke lantai. Ia tak mampu menahannya lagi. Tubuhnya benar-benar terasa lemas tak bersisa seolah tenaganya terkuras habis.
Ibu Guanlin memeluk Mina yang duduk bersimpuh di lantai rumah sakit yang dingin. Mina semakin tidak bisa menahan tangisnya. Ia seolah masih tak percaya bahwa kejadian ini akan menimpa kekasihnya.
"Guanlin dimana, Mom?" tanya Mina, terbata-bata.
Ibu Guanlin memegang kedua bahu Mina, keduanya masih menangis namun Ibu Guanlin berusaha untuk menguatkan Mina. "Ia masih di dalam untuk pemeriksaan lebih lanjut."
Mina menatap tulisan yang tertempel di dinding. Unit Perawatan Intensif.
"Dari sekian banyak korban dalam kecelakaan ini. Guanlin termasuk yang paling parah," ujar Ibu Guanlin suaranya serak dan tangisnya masih terus meluncur dari kedua matanya. "Mom masih tidak percaya ini terjadi pada Guanlin."
Begitupun dengan Mina. Ia tidak menyangka bahwa Guanlin kini terbaring lemah tidak sadarkan diri di dalam ruang unit perawatan intensif. Tadi siang di sekolah, lelaki itu masih menemaninya di kafetaria dan bahkan tadi sepulang sekolah Guanlin mengantarkan Mina ke depan gerbang sekolah dan menghentikan taksi untuknya.
Mina menangkup wajahnya kedalam telapak tangannya. Ia masih tidak bisa percaya atas apa yang menimpa kekasihnya ini.
"Mina, bangunlah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE GAME [✔]
FanfictionMina terjebak dalam permainannya dan Guanlin ada disana, terjebak bersamanya. Mina tidak pernah menyangka bahwa game bodoh yang diciptakan oleh Jaden akan membuat hidupnya tak lagi sama. Permainan itu membawanya menjelajahi hatinya dan menikmati mas...