Four

489 63 2
                                    

Projek tim mata pelajaran sastra memang menyita semua perhatian siswa lain, tak terkecuali Mina yang mulai mencari bahan untuk dimasukkan ke dalam laporannya. Walaupun begitu, ia dan Guanlin sama sekali belum pernah membahas projek kerja tim, mengobrol saja tidak pernah.

Maka dari itu Mina memutuskan untuk mengerjakan semuanya sendirian. Ia bahkan berpikir akan mengerjakan semuanya sendirian, tanpa bantuan Guanlin sama sekali. Seperti sekarang ini, di perpustakaan ia mulai menyusuri rak buku mengenai sastra dan mencari-cari bahan yang pas untuk dijadikan laporan nanti.

Tangannya terjulur untuk meraih salah satu buku sastra karangan penulis terkenal. Bibirnya menggumamkan sesuatu yang ia lakukan tanpa sadari dan akhirnya setelah menenteng tiga buah buku ditangannya ia kembali ke meja ruang belajar yang ada di perpustakaan dan langkahnya seketika membeku saat melihat seorang lelaki yang duduk di tempatnya, sepasang headset tergantung di telinganya dan tangannya terlihat mengetuk meja mengikuti irama.

Shit, itu Guanlin.

Guanlin tiba-tiba menoleh, menatap Mina dengan tatapan datar lalu melirik tiga buah buku yang ada di tangan Mina. Tatapannya datar nyaris tanpa ekspresi dan tak lama kembali mengalihkan pandangannya pada buku dihadapannya. Mina bahkan baru sadar kalau Guanlin sedang membaca buku.

Dengan ragu Mina melangkah mendekat, duduk disamping kursi Guanlin - awalnya kursi itu tempatnya - dengan hati-hati lalu meletakkan tiga buah buku yang tadi digenggamnya. Guanlin sama sekali tidak memberikan respon apapun. Mina menggerutu dalam hati. Maunya laki-laki ini apa, sih?

"Jadi kita satu tim," Mina akhirnya bicara untuk memecah keheningan. Nafasnya tercekat menunggu respon lelaki itu, tapi seperti biasa, lelaki itu hanya meliriknya sekilas, tanpa ekspresi. "Untuk projek mata pelajaran sastra."

Mina kembali terdiam. Keduanya terdiam. Hening.

Tak lama Guanlin menutup bukunya, tubuhnya berbalik untuk menatap Mina, menatap gadis itu tepat dimatanya. Jantung Mina berpacu dengan cepat, nafasnya tertahan. Dia butuh udara. Tatapan mata Guanlin benar-benar mempesona.

"Aku tahu," ujarnya pendek. "Inilah alasan kenapa aku kesini."

"Kau tahu darimana aku ada disini?"

"Aku melihatmu," Guanlin mengambil salah satu buku yang Mina ambil dari rak buku tadi.

"Melihatku?" Mina menggaruk tengkuknya. "Maksudnya?"

"Begitu kelas selesai aku melihatmu kesini."

Mina mengangguk seolah paham. Kemudian tangannya terjulur untuk mengambil buku lain yang ada di meja. Tangannya membalik halaman demi halaman tanpa benar-benar membacanya. Dadanya kembali bergemuruh dan keheningan itu kembali tercipta.

Mina kembali berdeham, berharap Guanlin memulai pembicaraan atau setidaknya mengutarakan apa yang ingin ia lakukan dengan buku sastra yang ada dihadapannya, tapi lelaki itu tetap diam. Membalik halaman, menatap setiap kata yang tertulis disana dan wajahnya masih tetap sama - tanpa eskpresi.

Bel berbunyi. Waktu istirahat telah selesai. Mina membereskan alat tulisnya yang berserakan di meja. Ia sudah lelah berada di dekat Guanlin, lelaki itu benar-benar menyebalkan. Rasanya mengeluarkan satu kalimat pun sangat sulit untuk lelaki itu, padahal apa sulitnya untuk sekedar mengatakan sesuatu.

Hah, bagaimana mungkin ia bisa menyelesaikan misi dari Jaden. Lebih baik dia menyerah saja.

Mina bangkit dari duduknya, beringsut menjauh sebelum akhirnya mendengar suara Guanlin memanggil namanya cukup keras hingga membuat mata siswa lain tertuju kepada keduanya.

"Kang Mina," ujarnya, kali ini suaranya lebih rendah. "Temui aku setelah latihan basket nanti sore."


to be continue...

jangan lupa comment dan vote yaaa


LOVE GAME [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang