Twenty Two

284 44 6
                                    

Sudah hampir satu bulan berlalu dan Guanlin masih belum sadarkan diri. Mina lagi-lagi tidak pernah melewatkan satu hari pun untuk menjenguk lelaki itu. Mina pergi kesana dari pulang sekolah sampai hari larut sekali, ia bahkan beberapa kali menginap disana.

Dokter mengatakan bahwa perkembangan kondisi Guanlin sangat lambat, bahkan cendurung stagnan. Mom dan Dad sudah memikirkan berbagai cara termasuk membawa Guanlin ke Amerika untuk perawatan yang lebih baik.

Tapi pihak dokter melarang hal itu. Pasien seperti Guanlin sangat bahaya apabila melakukan perjalanan jauh. Maka dari itu, mereka mengurungkan niatnya untuk membawa Guanlin ke Amerika.

Mina setiap hari datang kesana, bercerita panjang lebar walaupun ia terlihat seperti mengobrol pada dirinya sendiri. Kadang-kadang ia datang bersama Somi dan Sejeong, atau Jihoon dan Seonho.

Seoyeon? Gadis itu selalu datang setiap harinya. Mina tidak tahu apa yang dilakukan gadis itu, karena menurut penuturan Kakak Guanlin, Seoyeon datang dari pagi hingga siang hari saat Mina sedang sekolah. Mina dan Seoyeon hanya bertemu saat akhir pekan.

"Gadis itu masih selalu datang?"

Mina mengalihkan pandangannya dari susu dihadapannya kepada Somi. Mereka sedang duduk di kafetaria.

Mina mengangguk. "Ya, setiap hari."

"Dasar gadis menyebalkan," Somi terdengar kesal. "Maksudku, menggantung hubungan selama enam bulan, lalu tiba-tiba kembali dan seolah ingin memperbaiki semuanya. Menyebalkan sekali."

"Tapi dia baik."

"Baik tidak menjamin kalau dia tidak akan merebut Guanlin darimu." kali ini giliran Sejeong yang bicara.

"Atau sebenarnya aku yang merebut Guanlin darinya?" tanya Mina tanpa sadar, ia menunduk.

"Hei, hei," Somi langsung menepuk bahu Mina. "Noooo, kau tidak merebut Guanlin."

"Gadis itu yang membuat masalah. Guanlin pasti sudah ingin putus tapi ia terlalu malas menghubungi gadis menyebalkan itu," Sejeong langsung memegang kedua bahu Mina. "Guanlin pasti berpikir kalau hubungan mereka sudah berakhir. Makanya dia memacarimu."

Tanpa sadar air mata Mina meluruh lagi, kali ini dalam diam. Ia tidak kuat lagi menahan semua tekanan yang ia rasakan. Guanlin belum juga sadarkan diri dan bayang-bayang Guanlin yang lebih memilih Seoyeon memenuhi benaknya setiap hari.

"Jangan menangis, Mina! Guanlin membenci gadis itu, jadi sekeras apapun gadis itu merayu Guanlin, dia pasti tidak akan tergoda." ujar Somi sambil mengusap punggung Mina dengan lembut.

"Sudah hampir satu bulan," Mina terisak. "Selama satu bulan ini aku tahu kalau Seoyeon pasti selalu menggenggam tangan Guanlin. Menciumi tangan Guanlin. Menangis untuknya."

"Hei, kau melakukan lebih dari itu. Kau menggenggam tangannya, menciumi tangannya, menangis setiap hari, pergi ke tempat ibadah di rumah sakit setiap malam berdoa agar Guanlin segera sadarkan diri."

"Kalau kau membandingkan apa yang dilakukan gadis itu denganmu, kau jelas jauh lebih berkorban daripada gadis itu," Sejeong mengelus Mina. "Gadis itu tidak ada apa-apanya dibanding dirimu."

Mina menangis. Ia bukan ingin dibandingkan, ia hanya merasa takut. Takut untuk kehilangan Guanlin. Membayangkannya saja ia sudah tidak sanggup.

Ponselnya kemudian berdering, ada nama Mom disana.

"Mom," panggil Mina sambil mengusap air matanya.

"Mina sayang," Mina menahan nafasnya. Mina tahu Mom sedang menghela nafas lega. "Guanlin sudah sadarkan diri."

LOVE GAME [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang