Beside Me

1.4K 161 12
                                    

#Spring masuk rank!!!  yeay aku seneng banget meskipun gak tingkat atas juga sih. Bersyukur banget kalian suka sama cerita aku. Bisa di terima banyak orang.

Makasih ya buat semua dukungannya, kalo tanpa kalian mungkin aku gak akan seperti sekarang ini.

So happy reading.

Sang surya menampakkan sinarnya dengan riang di pagi ini. Membuat siapapun bersemangat untuk memulai aktifitasnya di hari yang baru. Burung - burung berkicau dengan riang di musim panas tahun ini.

"Jevin apa kau sudah memasukan payung kedalam tasmu?"

Ya, meskipun cuaca cerah. London bisa dengan tiba - tiba di guyur hujan deras. Seperti hari - hari sebelumnya.

"Mom? Aku bisa terlambat jika kau terus saja memelukku," rengek anak kecil tersebut, menunggu pelukan hangat Violet terlepas. "Aku menyayangimu." di kecupnya pipi gadis itu dengan sayang, lalu berlari menghampiri ayahnya untuk pergi bersama.

Itulah salah satu kesibukan orang - orang. Rasanya bukan hal yang aneh menurut Violet, suatu saat nanti jika ia memiliki keluarga kecilnya sendiri. Hal seperti inilah yang akan ia hadapi setiap harinya.

Violet berjalan menyusuri rumah keluarganya, ia kini di landa kebosanan yang teramat sangat menyiksa. Semenjak Ayahnya tidak mengizinkan dirinya untuk bekerja, gadis itu hanya menghabiskan waktu dengan menemani kakak keduanya. Dan sekarang mereka semua tengah pergi.

Violet mendengus sebal dini hari tadi ayahnya pergi keluar kota karna sebuah pekerjaan. Ibunya sedang pergi untuk berbelanja, Jevin dan Asher? Tentu saja mereka sudah pergi  tadi. Dan jika kalian bertanya dimana Yuri serta suaminya, mereka tengah pergi kerumah lama milik Shawn. Pria itu beralasan ingin meminta maaf pada sang istri hingga mengajaknya pergi hanya berdua saja.

"Ini membosankan. Mom cepatlah kembali." rengeknya, sembari merebahkan tubuh mungilnya itu diatas sofa ruang keluarga.

"Bisakah kau tidak merengek seperti itu? Mom merasa dirimu tidak ada bedanya dengan Jevin."

Fallecia melangkahkan kakinya menuju dapur, dengan kedua tangan yang penuh barang belanjaan. Kebutuhan mereka selama sebulan kedepan. Violet yang terkejut dengan kehadiran ibunya pun tersenyum. Meloncat dari tempatnya kemudian berlari kecil di belakang sang ibu. Membawakan beberapa barang agar wanita kesayangannya itu tidak merasa lelah.

Keduanya tengah berbincang hangat, ditemani dua cangkir teh hijau buatan Falli. Kedekatan ibu dan anak itu terjalin semakin erat. Fallecia mengusap puncak kepala putrinya lembut. Berharap gadis kecilnya itu akan selalu di limpahi kebahagiaan dalam hidupnya.

"Mom?" Falli menatap manik mata putrinya dengan lembut. "Aku sudah memutuskan."

"Apa yang telah kau putuskan sayang?"

Violet menatap ibunya dengan yakin. Mengumpulkan semua keberaniannya untuk mengatakan tujuannya. "Aku akan pergi ke rumah nenek dan kakek. Mungkin tidak akan menetap lama disana. Aku ingin mengelilingi dunia, Mom. Aku berjanji tidak akan merepotkan siapapun. Izinkan aku."

Fallecia terkejut dengan permintaan putrinya itu. Dia cukup senang saat Violet ingin mengunjungi paman dan bibi Ben, mengingat mereka kini menetap di kota kecil disudut London. Namun permintaan Violet untuk berkeliling dunia? Cukup membuat wanita paruh baya itu khawatir.

Dia tahu pasti, suaminya tidak akam memberikan izin pada putri mereka.

"Mom?"

Fallecia kembali tersadar dari lamunannya. "Violet, aku mengizinkanmu pergi ke rumah nenek. Tapi aku tidak yakin jika Daddy akan memberikan izin padamu. Ini tentang rencanamu untuk mengelilingi dunia," wanita itu mencoba untuk memberikan pengertian pada putrinya. "Kau adalah putri terkecil kami, Daddy tidak akan melepaskanmu semudah itu." lanjutnya.

"Mom aku sudah cukup dewasa untuk ini. Aku berjanji setelah tujuanku terpenuhi. Aku akan segera kembali, putrimu bukan hanya aku Mom. Kalian memiliki dua anak kembar lainnya dan dua orang cucu dari mereka."

"Violet."

"Mom, kumohon." rengeknya manja, sedetik kemudia gadis itu tertunduk sedih. "Aku hanya ingin melupakannya. Mengisi kembali kehidupanku dengan kesibukan baru yang tidak membuat hatiku terbebani."

Fallecia tidak dapat menahan kesedihan yang putrinya rasakan. Naluri seorang ibu yang ia miliki begitu kuat dirasakannya. Namun ia juga tidak ingin hidup berjauhan dengan darah danginya sendiri. Alasan Violet tidak cukup kuat untuk meluluhkan perasaan Fallecia.

"Kita bicarakan ini nanti, jika Daddy telah kembali."  wanita itu beranjak dari duduknya, mengusap puncak kepala putrinya. Lalu pergi untuk menyiapkan makan siang mereka. Tanpa memperdulikan panggilan dari Violet.

Gadis itu hanya menghela nafasnya pasrah. Dia mengingat nasihat yang di berikan oleh ibunya semalam. Benar kata sang ibu, dirinya memang masih terlalu naif untuk mengetahui apa itu cinta.

Namun jika ditanya kembali, apakah dirinya menyesal telah mencintai seorang Dean dengan begitu tulus jawabannya adalah tidak. Dia sama sekali tidak menyesal. Dia hanya kecewa pada pria yang selama ini ia cintai. Kekecewaan yang sangat mendalam, luka hati yang mungkin akan sulit untuk di sembuhkan.

Apakah Violet membenci Dean? Jawabannya adalah tidak. Rasa cintanya bahkan lebih besar dari rasa bencinya terhadap pria yang telah menorehkan luka di hati gadis itu.

Terlepas dari semua itu, Violet mendapatkan sebuah pelajaran berharga yang ia dapat dalam hidupnya. Pelajaran yang membuat dirinya menjadi lebih dewasa dan bijaksana dalam memaknai arti cinta dalam hidup.

***

Asher tengah tenggelam dalam pekerjaannya, seperti biasa. Mempelajari berkas serta program - program baru yang akan mereka uji coba untuk peluncuran sebuah game terbaru. Membuat pria itu cukup sibuk akhir - akhir ini.

Di bantu oleh beberapa staf serta Julia. CEO muda itu kembali pada jadi dirinya yang dingin dan disiplin begitu berada di kantor.

"Baiklah. Cukup untuk hari ini, terimakasih atas kerja keras kalian semua. Aku berharap peluncuran game musim ini berjalan dengan lancar," Asher berdiri dengan sopan di hadapan para stafnya. "Selamat menjalani akhir pekan, terimakasih."


Para staf yang berada di dalam ruangan tersebut turut berdiri, membungkukkan sedikit punggung mereka dengan hormat. Mrngucapkan terimakasih lalu pergi meninggalkan ruangan Asher satu persatu.


"Kau juga perlu istirahat Asher." Julia berkata pada Asher yang tengah merapikan kembali kertas yang berserakan di atas mejanya.

"Kau juga Julia. Pulanglah, aku juga akan pulang setelah ini," Asher berhenti sejenak, menatap wanita paruh baya di hadapannya. "Jika tidak keberatan, aku akan mengantarkanmu pulang. Tunggulah sebentar lagi."

"Jika itu tidak merepotkan, dengan senang hati aku menerima tawaran baikmu." kekehnya pelan.














Hai... Terimakasih sebanyak - banyaknya ya udah dukung semua cerita aku.

Jangan lupa voment. Terimakasih.







SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang