For life

432 65 5
                                    

Jepang, 5 Maret.

Ini adalah awal musim semi dimana bunga sakura mulai bermekaran. Burung berkicau dengan ceria, udara terasa hangat. Namun tak jarang juga akan berubah menjadi dingin.

Kawasan dimana bunga sakura berada, maka disana akan terlihat begitu ramai di musim semi. Sudah bukan hal yang aneh lagi, jika para wisatawan maupun warga lokal memenuhi objek dimana bunga itu bermekaran. Tak terkecuali sepasang pria dan wanita yang tengah duduk di sebuah bangku, menatap rerimbunan pohon sakura dengan latar danau luas di hadapan mereka.

Pria disamping wanita tadi menghela nafas, seolah melepaskan semua beban yang ia miliki. Ini adalah musim semi ke tiga yang ia lalui bersama seorang wanita yang sama. "Aku berharap musim semi kali ini tidak membuatku bosan." ucapnya.

Membuat wanita itu berpaling memandangnya. "Kau bosan karena melalui setiap tahunnya bersamaku?" candanya, dengan air muka yang sengaja terlihat seolah kecewa.

Pria itu mengangguk kecil, "Ya, kau benar. Bersama mu selama tiga tahun berturut - turut membuatku sangat bosan. Kau bahkan mengikutiku seperti anak anjing."

Gadis itu berdecak, memutar bola matanya jengah. Merekapun tertawa bersama. Aneh memang, mereka menghabiskan tiga tahun bersama. Bukan, mereka tidak dalam sebuah hubungan serius.

Kalian pikir siapa kedua pasangan berbeda jenis yang tengah duduk dengan santainya di taman sakura? Mereka adalah Violet dan Kenta. Sejak menginjakan kakinya di Jepang, Violet mulai menjalani konsultasi serta terapi untuk kejiwaannya bersama Adachi Kenta. Pria itu yang menangani Violet selama tiga tahun terakhir, awalnya sulit bagi Kenta untuk membaca jalan pikiran Violet. Hingga membuat pria itu memutuskan untuk menghapus kata pasien dan dokter. Dan merubahnya menjadi persahabatan, cukup manis menurutnya. Sejak itu Violet merasa lebih nyaman dan mulai terbuka. Hingga detik ini dimana mereka mengabiskan waktu bersama, buka seperti pasien dan dokter. Namun bagaikan sahabat dekat.

Sejujurnya yang Kenta lihat, gadis di sampingnya ini sangatlah rapuh. Dia hanya berpura pura kuat agar tidak ada seorang pun yang memandangnya dengan belaskasihan. Dan satu hal yang ia tahu bahwa sebenarnya sahabatnya itu tidak mengalamin gangguan jiwa. Gadis itu hanya perlu seseorang yang mengeri akan dirinya. Serta menyaksikan duakali percobaan pembunuhan pada  saudaranya. Kenta sendiri tidak habis pikir, bisa saja saat ini Violet benar - benar gila. Karena yang ia tahu, menjadi saksi kunci atas peristiwa semacam itu tentu akan membuat mental sang saksi atau korban menurun.

Keduanya berjalan beriringan, melewati jalanan kota dengan berbincang ringan. Tak jarang keduanya tertawa riang, Kenta menyukai tawa Violet. Gadis itu terlihat berkali lipat lebih cantik saat tertawa, Kenta menyukai semua raut wajah Violet kecuali saat gadis itu termenung tanpa sebab.

Violet mempersilahkam Kenta untuk masuk kedalam rumah kecilnya. Itu adalah rumah yang Arsen beli saat masih remaja, rumah tempatnya menyendiri di masa kelamnya. Seorang anak laki laki berlari menghambur ke arah Violet, sambil berteriak girang.

"Mommy."
Pria kecil itu memeluk pinggang Violet, membuat gadis itu terkejut. Jika Jevin berada disini itu artinya Asher pun turut bersamanya.

"Lama tidak berjumpa, Adachi." seru Asher dari arah dapur dengan membawa sekotak susu untuk Jevin.

"Kenapa kau tidak memberi tahu aku jika kalian akan datang? Setidaknya aku akan menjemput kalian di bandara." balas Violet, mereka duduk bersama di ruang keluarga.

"Kami ingin memberikan kejutan pada mommy," Jevin menimpali, dia tersenyum di pangkuan Violet. "Aku sangat merindukanmu, kau tahu mom? Tahun depan aku sudah bersekolah. Dan aku ingin mommy mendampingiku." lanjutnya.

Violet mengangguk paham. "Bukankah tidak lama lagi kau akan memiliki ibu baru sayang? Mom akan mengusahakan semuanya untuk mu." gadis itu mengusap puncak kepala putranya dengan lembut.

Asher terlihat tengah berbicara bersama Kenta saat Violet dan Jevin sibuk menyiapkan makan siang untuk mereka. Keduanya memang sudah cukup akrab, untuk pertama kalinya seorang Asher mempercayakan Violet pada pria lain. Dia yakin bahwa Adachi Kenta adalah pria yang baik, terbukti dengan semua yang pria itu lakukan selama ini kepada adiknya.

"Bagaimana dengan rencana pernikahan mu?" tanya Kenta.

Asher meneguk minumannya, sebelum menjawab pertanyaan itu. "Kuharap semuanya berjalan dengan lancar. Bisakah kau datang? Kau bisa mengajak Rebecca."

Pria dihadapanya hanya dapat menghela nafas dengan malas saat Asher menyinggung nama Rebecca. "Aku akan datang, tapi tidak dengan wanita itu. Sudah lama sejak aku mengakhiri hubungan kami."

"Kenapa?" tanya Asher heran, yang ia tahu mereka adalah pasangan serasi. Sama-sama dokter ahli dan memiki prestasi yang cukup mempuni di bidangnya.

"Dia tidak menyukai Violet, jadi aku meninggalkannya." ucap Kenta dengan santai. Pria itu tersenyum seolah kegagalan hubungannya dengan Rebecca bukanlah hal yang perlu di sesali.

Asher mengeryit bingung, menatap pria di hadapannya dengan serius. Tatapan mengintrogasi itu jelas terasa oleh Kenta. "Apa? Kenapa?" Pria itu bertanya dengan gugup. Karna tatapan yang di layangkan oleh Kakak tertua Violet.

"Kau jatuh cinta? Pada adik ku?" Tanya Asher serius.

Obrolan keduanya terporong saat Violet datang bersama Jevin. Dengan membawa sepanci ramen serta sushi kesukaan Jevin. Kenta sedikit bernafas lega karna Violet datan di waktu yang tepat. Namun tatapan mengintimidasi dari Asher membuatnya gugup.

***

Jevin berlari dihamparan rumput luas dengan di payungi rerimbunan pohon sakura. Mereka tengah menghabiskan waktu di pusat kota Tokyo, banyak  tempat yang ingin Jevin kunjungi hari ini. Seperti berwisata ke gunung fuji, berjalan-jalan ke harajuku. Bahkan menghabiskan liburannya di Okinawa.

Anak itu terlihat begitu bahagia, meski dirinya sering mengunjungi Violet bersama dengan sang kakek. Namun setiap pertemuan mereka, Jevin tak akan pernah terlepas dari pengawasan Violet. Terlebih lagi sejak ayahnya mulai berkencan dengan seorang gadis. Perlu di akui Asher memang tidak mengabaikan putranya, namun bagi Jevin menerima sosok wanita baru dalam kehidupannya selain Violet, Yuri dan sang nenek. Cukup sulit untuk pria kecil itu beradaptasi.

Gadis itu bernama Jennifer, seorang pengajar di tempat Jevin menuntut ilmu. Yang dua tahun terakhir ini dekat dengan kakaknya. Violet akui dia adalah pribadi yang baik, dan yang membuat kakaknya jatuh cinta kepada gadis itu adalah kemiripan sifatnya dengan mendiang ibu Jevin. Mereka bagaikan saudara, sifat mereka sungguh serupa, terkadang Jennifer pun menaruh rasa cemburu jika Asher menghubungi Violet.
Tapi percayalah, wanita itu benar-benar calon istri yang baik, ia jg sangat menyayangi Jevin. Hanya perlu sedikit waktu untuk membuat keponakan kecilnya itu terbiasa dengan hadirnya Jennifer dalam keluarga mereka nantinya.

"Kau sedang berkencan dengan seseorang?" tanya Asher tiba-tiba. Saat mereka tengah makan di salah satu kedai udon.

"Tidak." Violet menjawab lalu menyeruput kembali kuah udon miliknya.

"Berkencanlah. Apa kau masih memikirkan dia?" kali ini Asher terlihat lebih serius. Membuat Violet mau tak mau megesampingkan makananya, menatap sang kakak dengan tajam.

"Aku sudah tidak memikirkan Christian lagi. Hanya saja untuk memulai suatu hubungan, apa mereka akan menerima wanita penderita gangguan jiwa sepertiku?" Violet berkata tanpa ekspresi. Raut wajahnya terlihat begitu dingin, seolah hatinya telah mati rasa.

Kejadian beberapa tahun lalu memang membuatnya terluka, apa sesakit itu. Asher tidak ingin adik bungsunya yang ceria, berubah menjadi seorang wanita tanpa harapan. Violet pantas untuk bahagia. Terbersit di pikirannya tentang perkataan Kenta, hubungan apa yang semebarnya tengah mereka bangun.



Hai hallo apa kabar? Semoga kali ini cerita saya tidak membosankan. Meski kian lama kian tidak jelas alur ceritanya haha.
Saya harap kalian tetap menyukainya. Terimakasih banyak atas dukungan untuk semua cerita saya. Love you reader.

Jangan lupa voment ya, terimakasih.

SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang