Adrenaline

326 51 3
                                    

Hai readers, cuma mau bilang. Yang  italic font itu flashback ya. Dan yang di mulmet itu visualnya Adachi Kenta Terimakasih.
Selamat membaca.

"Rasanya menyenangkan, dapat melihat wajah cemberutnya."

"Ingatlah, kau sedang berada di wilayah kekuasaan siapa, Adachi." Asher menyandarkan bahunya pada punggung sofa.

Kenta hanya terkekeh, menganggukkan kepalanya mengerti. Asher hanya tak habis pikir, mengingat kejadian hari ini yang hampir saja membuat dunia runtuh. Kedatangan Kenta yang cukup mendadak, memaksa dirinya untuk menjemput Kenta secara diam-diam. Hingga pertemuan Adachi Kenta dengan ayahnya.

"Ah., kau tahu pria yang tadi siang di caffe itu?"

"Christian?"

Kenta lagi-lagi mengangguk paham. "Pria yang membuat Violet terpuruk?"

"Tidak sepenuhnya begitu. Kurasa diriku juga memiliki andil besar dalam hal keterpurukan Violet." Asher tersenyum miris.

"Mulai detik ini berhetilah bersikap seolah gadis itu adalah milik mu," Kenda mendengus sebal. "Tapi, apakah mereka. Maksudku apa keduanya masih memiliki perasaan yang sama?"

Terlihat jelas raut cemburu terlukis di wajahnya. Dan Asher menyadari itu.

"Kenapa tidak bertanya pada Violet secara langsung?" Asher dengan sengaja menggoda pria di sampingnya.

Kenta menatapnya jengah, namun perkataan Asher ada benarnya juga. Mungkin ini baru awal, awal yang menegangkan untuk seorang Kenta.

Setelah kepergian Violet, Kenta merasa ada ruang hampa dalam hatinya. Hari yang ia lalui tak lagi terasa hangat. Jantung yang entah sejak kapan selalu berdebar lebih cepat kini tak lagi terasa sama.

Satu hal yang mulai ia sadari, ia jatuh cinta pada gadis yang selalu memberikan senyum hangat saat menyapanya di pagi hari, gadis yang selalu mengenggam tangannya erat saat dia menangantarkan jasad sang ibu ke peristirahatan terakhirnya. Gadis yang terlihat kuat namun sangat rapuh jika ada seseorang yang melukainya. Gadis itu adalah Violet. Dia jatuh cinta.

Dengan keputusan yang bulat, Kenta mengurus izin cuti dari pekerjaannya. Dengan ketentuan yang cukup sulit, permohonannya pun di kabulkan. Keberangkatannya ke London menjadi awal perjuangannya.

Kenta meminta bantuan pada Asher, tanpa sepengetahuan siapapun. Pria itu tiba di bandara, bersama kakak tertua Violet. Mereka menuju rumah Asher.

"Kau yakin akan hal ini?"

"Tentu saja." ucapnya dengan penuh keyakinan.

"Kuharap dia tidak membunuhmu." kekeh Asher pelan.

"Jika memang benar, setidaknya aku mati dengan terhormat."

Asher memarkirkan mobilnya di garasi rumah mereka. Mempersilahkan Kenta masuk, untuk menemui sang ayah.

Beruntung hari ini Violet tidak sedang berada di rumah. Kenta duduk tegang berhadapan dengan Arsen, mereka tengah berada di ruang kerja Arsen. Bersama Fallecia yang duduk mendampingi suaminya. Sedangkan Asher, pria itu dengan santainya menunggu di dapur. Dengan secangkir teh hijau yang menenangkan.

Aura kelam benar-benar menyelimuti ruangan kerja Arsen. Fallecia membuka suara, memecah keheningan serta tatapan dingin yang sedari tadi di layangkan oleh suaminya kepada pria muda berdarah asia dihadapan mereka.

"Senang dapat bertemu kembali, Kenta. Bagaimana keadaanmu?"

Kenta berdiri, membungkuk dengan sopan kepada keduanya. "Senang bertemu denganmu Nyonya."

SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang