Beloved

427 49 1
                                    

Dua hari terakhir, Kenta sibuk mempersiapkan kepergiannya. Mengabaikan semua rengekan Rebbeca yang membuatnya tak nyaman. Sedikit meluangkan waktunya untuk memberi kabar pada Violet. Tidak ada protes dari gadisnya, senyumnya selalu mengembang ketika gadis itu mengiriminya pesan. Mengingatkan hal-hal kecil, seperti makan, istirahat dan banyak hal lainnya.

Pagi ini ia telah tiba di sebuah rumah sederhana, tempat yang akan menjadi rumah tinggal sementara selama dirinya berada di Cuba, bersama beberapa orang dengan profesi yang berbeda. Dirinya kembali di sibukkan dengan jadwal kunjungan pada beberapa Rumah sakit, sekolah serta rumah singgah para lansia.

Melakukan sosialisasi dan penelitian pada perkembangan psikis para anak-anak hingga orang tua di Cuba. Sore harinya mereka menghabiskan waktu untuk makan malam bersama, saling mengenal serta bertukar ilmu dari profesi yang mereka dalami. Kenta terlihat begitu menikmati kegiatannya di Cuba, sesekali memberikan kabar serta memastikan bahwa gadisnya baik-baik saja disana.

–––––

Violet tengah sibuk menyiapkan bekal untuk Jevin, hari ini adalah hari pertamanya memasuki sekolah setelah libur musim seminya. Anak kecil itu bergelayut manja di kaki Violet, menatap Mommynya dengan senyum mengembang di wajahnya.

Kesibukan gadis itu kini mulai berbeda, yang biasanya membantu Kenta merawat para pasien. Saat ini ia harus merawat Jevin selama Asher dan Jennifer berbulan madu.

Ia juga mulai belajar memasak serta merawat rumah, disela menanti kabar dari Kenta.

Violet melambaikan tangannya seraya tersenyum, menatap putra kecilnya masuk kedalam kelas bersama teman- teman sebayanya. Gadis itu kembali menuju kendaraannya yang terparkir di depan gerbang sekolah Jevin. Lamgkahnya terhenti tepat saat seseorang yang tak asing menyapanya dengan ramah.

Violet mengeryit bingung, pria itu kemudian bertanya "Mengantar Jevin?"

"Ya,"

"Ah, punya waktu? Kita bisa minum secangkir teh bersama," pintanya.

"Dean,"

"Aku tidak akan memaksamu untuk kembali bersamaku, Violet. Bersediakah?"

Gadis itu tidak memiliki pilihan lain, ketika Dean memintanya dengan tulus. Mereka memilih untuk berjalan ke sebuah restoran kecil yang berjarak satu blok dari sekolah Jevin, memesan dua cangkir teh bersama dua porsi muffin. Suasananya terasa cukup nyaman, tidak ada banyak pengunjung. Mengingat jam makan siang pun masih cukup jauh.

"Kau akan menetap disini?" tanya Dean membuka suara.

Violet menyesap teh hangatnya, kembali meletakkan cangkir itu di atas meja.

"Tidak, hanya sampai aku menikah. Setelah itu mungkin kami akan menetap di Jepang."

Dean tertegun saat Violet mengatakan bahwa dirinya akan menikah. Pria itu menegakkan posisi duduknya. Menatap manik mata gadis yang ada di hadapannya dengan seksama, tidak ada kebohongan disana. Dia jujur, Dean merasakan ribuan jarum menusuk jantungnya. Pria itu merasa sesak, mendapati kenyataan bahwa gadis itu kini telah menjadi milik pria lain. Merutuki kebodohan di masa lalunya. Melepaskan gadis yang begitu ia cintai hanya karena tuduhan tak mendasar. Bahkan menorehkan luka yang amat dalam di hati Violet.

"Kau yakin, pada calon suamimu?"

"Dean," gadis itu menghembuskan nafasnya perlahan, "Kenta adalah masa depanku, dan aku yakin pada keputusan yang telah kami ambil," lanjutnya.

SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang