"Ren ... Ren ... Farren!"Manusia di depanku ini terus saja berjalan tak mengindahkan keberadaanku. Jangan heran jika dia tak menoleh bila dipanggil, dia selalu melengkapi telinganya dengan headphone.
Jangan salah paham juga. Yang kupanggil itu, Farren. Murid kelas sebelah yang sedang kudekati. Murni seorang wanita tulen dengan segala antek-anteknya.
Panggil aku pesulap, jika dugaanku benar. Kalau kau menyangka Farren itu seorang laki-laki. Aku memang hebat!
Aku menyusul langkahnya yang kian menjauh. Aku tahu kalau Farren menyadari aku berada di sampingnya. Namun, dia pasti gengsi.
Farren menggoyangkan kepalanya mengiringi lagu yang sedang ia dengarkan melalui headphone-nya. Entah lagu siapa, aku tak kenal.
"Ren, apa kabar?" tanyaku.
Aku merasa bodoh menanyakan itu. Pastilah dia sehat, buktinya dia bisa bersekolah. Aku hanya sedikit bingung menghadapi dirinya yang tak luluh oleh pesonaku.
Kau harus tahu, pesonaku bisa menembus ulu hati seseorang. Lebih tampan dari siapapun yang mengaku dirinya jelek.
Bahkan jika disandingkan dekat Harry One Direction, aku hanya seperti benihnya yang kian lama semakin mirip dengan dirinya. Terima kasih.
Farren tak menjawab. Ia mempercepat langkahnya karena bel masuk sudah berbunyi.
Ketika ia hampir memasuki kelas, cepat-cepat aku tarik tangannya, tapi dengan lembut.
Tanpa melepas headphone-nya, Farren menunjukan wajah ketus yang semakin membuatku tergugah untuk mendekatinya.
"Nanti gue dateng, jangan bosen. Oke?" ucapku dengan tangan membentuk simbol 'oke'.
Jangan tanya bagaimana bentuknya. Masa kamu tak tahu?
"Apaan sih!" jawab Farren berlalu masuk ke kelas.
Apaan sih! Kalimat itu akan kuingat. Kalimat pertama yang Farren utarakan padaku di hari selasa yang cerah di bulan Januari tahun ini.
Kalimat simpel bernada acuh yang ... sangat berarti. Sebuah kemajuan.
Jangan mengejekku lebay karena ini, sebab kau tak mungkin merasakannya. Rasa meletup-letup bagaikan buang gas di udara, melegakan.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[BTS #01] : Andara's Wer
Short StoryDia Audi, aku memanggilnya seperti itu. Audi bukanlah seorang fangirl yang mengagung-agungkan idolanya, bukan anak populer yang semua siswa tahu, bukan juga anak sekolah yang mengutamakan gaya semata. Audi cenderung cuek, bahkan aku sempat menja...