21 : Makan Angin

94 26 13
                                    

Audi

Read.Di, gue jemput ya
Read.Berangkat bateng kita
Read.*bareng

Audi:
Gak perlu.

Read.Gak ada penolakan

Aku memacu laju motor sedikit kencang. Ini masih pagi dan di sekolah ada acara penyuluhan, jadi harus pagi datangnya.

Maka dari itu aku menawarkan pergi bersama dengan Audi, meski jawabannya seperti itu.

Tak ada yang tak mungkin, selama kita berusaha.

Aku menghentikan motorku dan membuka aplikasi chatt. Ada pesan dari Audi.

Audi:
Gak usah jemput!

Read.Sayang. Gue udah di
depan rumah lo nih
Read.Gue tunggu lo, Audi

Audi:
Hah?!

Aku tersenyum melihat balasan Audi. Audi itu bisa membuatku bingung di saat yang lain tidak. Begitu juga dengan senang dan sedih.

Ada satu hal yang baru kusadari. Audi sekarang mulai terbuka denganku. Mungkin karena pesonaku ini yang melanglang buana sampai ke ujung dunia.

Jangan jijik. Nanti suka.

"Do!"

Aku menengok ke arah suara. Di sana, Audi berlari menuju aku yang nangkring di motor.

"Lo nyusahin gue tau gak! Gue jadi buru-buru karena lo tungguin," ucap Audi dengan nada kesal.

Aku tak bisa mendeskripsikan lagi kelucuan Audi Farren Andara.

"Jangan buru-buru, gue sabar kok nungguin lo. Nunggu lo sayang balik sama gue aja, gue sabar," ucapku membuat Audi geleng-geleng.

Audi kemudian naik di motorku. Entah karena apa, motorku tiba-tiba melaju pelan.

"Lo pernah makan angin gak?" tanyaku pada Audi.

"Makan angin? Lo gila."

"Gue gila karena mencintai lo. Tapi bener, makan angin enak loh," ujarku pada Audi.

"Gimana caranya?" tanya Audi sepertinya penasaran.

"Ikutin gue kalau gitu."

Aku dapat merasakan sekarang Audi sedang mengangguk setuju.

Untungnya pagi ini angin sedikit kencang. Menambah suasana yang kuinginkan.

"Pertama lo harus tarik napas dan buka mulut lo lebar-lebar terus hirup angin yang lewat. Dengan sendirinya si angin masuk ke mulut lo," jelasku.

Tiba-tiba Audi ketawa kencang di belakangku. Aku yang mendengarnya ikut tertawa. Mungkin Audi berhasil memakan angin makanya dia tertawa.

"Bisa kan?" tanyaku memastikan.

Audi tak menjawab ia malah tertawa makin keras. Kemudian dia meninju punggungku pelan.

Audi sungguh membuatku gila dengan tingkah yang ia lakukan. Sekecil apapun itu.

Masih dengan sisa tawanya. Aku berucap dengan sedikit keras agar tak tertelan tawa Audi.

"Gue bahagia," ucapku.

Audi terdiam. "Gue ... juga."

[]

[BTS #01] : Andara's WerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang