23 : Sepasang

95 27 9
                                    


Aku berjalan menuju kantin, lapar. Di bangku tengah terdapat Mahya yang sedang duduk sendirian. Aku menghampirinya.

"Hi, Bro!" sapaku kemudian duduk di hadapnnya.

Bukannya menjawab sapaanku, Mahya malah mendelikan matanya malas. Dasar sepupu Audi!

Aku melihat ada buku seperti punya Audi di hadapanku ini. Eh, ini benar buku Audi!

Aku berniat membukanya, namun ada yang merampasnya terlebih dulu layaknya maling. Aku menoleh kepada pemilik tangan yang merebut bukunya Audi.

"Eh, Audi," ujarku sembari menyengir tak berdosa. Audi ternyata, pemirsa.

Audi duduk di sebelahku. Oh, asiknya!

"Lo jangan sembarangan buka-buka buku gue," perintah Audi.

"Siap, Pujaan Hati. Abisnya gue penasaran."

Audi tak bersuara lagi. Aku berusaha memperbaiki suasana saat ini. Antara aku dan Audi, Mahya juga--terpaksa.

"Kita pesen makanan yuk?" ajakku pada mereka.

"Udah," jawab Mahya.

"Hah?"

Aku mengacungkan tangan dan memesan makanan pada si ibu kantin.

"Jarang-jarang kita kumpul bertiga ya," ujarku kembali dengan topik baru. Semoga berhasil.

"Gue sih gak mau kalau ada lo, ini juga terpaksa karena laper," jawab Mahya.

Haruskah banting meja?

"Omong-omong, kapan nih kita bisa main bareng?" tanyaku yang kedua kalinya.

"Gak ada," jawab Mahya lagi.

"Gue nanya ke Audi! Di, kapan kita main bareng?"

Sungguh, Mahya hampir bisa meruntuhkan kelucuanku. Emosi Haldo.

"Nanti, terakhiran," jawab Audi sembari menyeruput minuman yang baru saja datang.

Maksudnya bagaimana? Aku seorang Haldo tidak mengerti.

Mungkin maksud Audi dengan kata terakhiran itu artinya terakhiran kita menjadi teman. Nanti kan kita menjadi sepasang kekasih. Kalau sudah jadi sepasang kekasih nanti kita akan main bersama.

"Okay," jawabku.

Aku tak sabar menunggu kita menjadi sepasang kekasih. Jangan protes.

[]

[BTS #01] : Andara's WerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang