18 : Tugas

115 32 29
                                        

Audi

Read.Pagi, Audi Farren Andara
Read.Salam cinta dari Haldo
Ini bukan sekedar kata cinta,
Read.ini asli dari  hati seorang Haldo

Audi tak kunjung membalas chatt-ku meski sudah ia baca, sudah biasa.

Aku keluar dari angkot tergesa-gesa. Mungkin Audi sudah ada di dalam sekolah, menungguku misalnya.

Aku membenarkan rambut supaya terlihat ciamik di depan Audi. Malu dong kalau terlihat jelek di depan gebetan.

Baju? Okay.
Dasi? Bener.
Sepatu? Kinclong.
Muka? Lama.
Nyali? Siap nomor wahid.

Aku melangkah mantap menuju kelas Audi terlebih dahulu, memastikannya ada.

Harapanku hari ini, semoga pintu hati Audi terbuka lebar sekarang. Tapi hanya aku yang boleh masuk, tentunya.

Sekali aku membuka aplikasi chatt, siapa tau Audi membalas pesanku tadi. Namun nihil, tak ada.

Aku mendongak memperhatikan jalan kembali tanpa menutup aplikasi chatting.

Di sana, di teras, di depan kelas Audi, pemandangan yang sangat menakjubkan menggetarkan hatiku. Bukan lebay, akupun tak tahu.

Kalau ini film horror, mungkin hantunya sekarang muncul dengan full face yang menyeramkan, mengagetkanku. Namun nyatanya ini bukan film horror.

Di sana, Audi sedang menulis sesuatu di buku yang mirip dengan diary yang pernah aku bilang. Bukan karena itu aku terkejut.

Di sana juga ada Mahya, Mahya sang ketua kelas sedang membenarkan rambut Audi. Mengelusnya dan mengikatnya tanpa ragu. Audi tak mengisyaratkan penolakan.

Haruskah terguncang?

'Ting!' Suara notifikasi pesan terdengar dari ponselku. Aku membukannya dan itu dari Audi. Aku mengalihkan pandangan pada Audi lagi sebelum membaca pesannya. Ya, Audi memegang ponselnya.

Audi:
Yang lo ketik itu hanya bualan belaka, modus!

Aku menutup pesannya Audi. Segera melangkah penuh semangat membara dan tersenyum tanpa alasan.

Mahya yang melihatku datang, segera menghentikan aktivitasnya mengikat rambut Audi.

Aku langsung memegang tangannya Audi ketika sampai. Audi terhenyak melihatku.

Tanpa jeda kuberikan pada Audi,  aku langsung berbicara.

"Apa yang gue lakuin ke lo selama ini, itu bukan modus, Di. Kalau lo butuh alasan tentang perlakuan gue ke lo, maaf gue gak punya. Gue gak tau alasan yang cocok untuk disematkan sama lo. Bagi gue, ini panggilan murni dari hati gue."

Audi sedikit gelagapan mendengar pernyataanku. Ia menoleh ke belakang, tempat Mahya berada. Akupun ikut menoleh.

"Masuk sana!" suruh Audi pada Mahya. Mahya menuruti.

Aku kembali menatap Audi, duduk di sampingnya.

"Okay, lo gak modus sama gue," ucap Audi tiba-tiba.

Memang aku tak modus, buang waktu aja kalau benar.

Audi itu, murni sebuah objek nyata yang harus diperjuangkan bukan di-modal dusta-in.

Aku tersenyum sumringah. Mengambil sejumput rambut yang keluar dari areanya, mengembalikannya, menyelipkannya di belakang telinga Audi.

"Si Mahya ngiketnya gak bener," ujarku.

"Lo liat?" tanya Audi bingung.

"Ya, gue liat Mahya ngiketin rambut lo. Suatu saat nanti itu bakal jadi tugas gue, Di."

[]

[BTS #01] : Andara's WerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang