6 : Sejarah

185 43 15
                                    

Di kejauhan aku melihat Farren sedang berjalan sembari mengubek-ngubek tasnya, mencari sesuatu.

Aku mendekatinya. Ternyata Farren mencari buku yang pernah kuceritakan itu.

Aku ada di hadapan Farren. "Hai, Ren."

Farren menatapku tajam, kemudian pergi meninggalkanku melalui arah kiri bahuku. Aku menyusulnya.

Farren sebuah tantangan nyata yang sedang kuhadapi. Diperjuangkan oleh pejuang sejati dengan bermilyar-milyar ketulusan, tak terhitung.

"Farren ini gue," ucapku ketika berhasil mensejajarkan langkah dengannya.

"Siapa?" tanggapnya. Akhirnya!

"Ini gue Haldo," ujarku semoga Farren langsung menyadari.

"Haldo?" tanyanya seperti kepada diri sendiri.

"Oh," ucap Farren akhirnya.

Kenapa hanya 'oh' saja yang diucapkan Farren? Apa dia tak peduli?

Ya, dia pasti tak peduli. Toh siapalah daku ini? Bukan siapa-siapanya. Namun nanti aku akan menjadi siapa-siapanya seorang Farren, nanti Farren akan peduli.

"Lo inget kan?" tanyaku agar perbincangan ini berlanjut, setidaknya sampai masuk kelas.

"Ya."

"Terus, kenapa cuek?" tanyaku kembali.

"Aneh. Di chat ngomongnya aku, sekarang gue," ucap Farren memberikan opininya.

Memangnya aneh ya? Iya, aneh. Yang aneh itu menarik, macam aku. Jangan ngambek.

"Lo maunya gue pake apa? Aku atau gue?" tanyaku.

"Gue aja, biar sama," putus Farren kemudian.

"Cie mau samaan," ucapku sembari mencolek bahu Farren kemudian.

Farren menoleh padaku, tatapannya tajam namun bagiku itu lucu. Kau akan mengerti jika jatuh cinta.

"Tumben gak pake headphone?" tanyaku lagi, daripada terus berdiam diri menghabiskan kesempatan.

"Gak bawa."

Oh.

Perbincangan kami terpaksa berhenti karena Farren harus masuk ke kelas.

Kelasnya bersebelahan dengan kelasku. Namun Farren nanti akan bersandingan denganku.

Sebelum Farren benar-benar masuk kelas. Aku dengan terburu-terburu mengatakan fakta pada Farren.

"Lo cantik."

Hari ini hari yang sangat bersejarah.

[]

[BTS #01] : Andara's WerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang