Aku berlari kencang layaknya halilintar menyerang udara, singa mengincar mangsa, dan aku mengejar cinta.
Ya, aku mengejar Audi yang berada jauh di depanku. Aku telat beberapa menit saja agar bisa jalan bersandingan dengannya.
Audi melepas headphone-nya, aku melihat dari kejauhan sambil terus belari. Aku membenarkan tas yang tersambir sebelah, tas yang tak sempat kucuci minggu ini.
Aku terpengoh saat hampir saja menabrak pilar sekolahan. Aku berbelok menuju Audi yang terus saja berjalan.
"Audi ... Di ... Audi," teriakku kencang supaya Audi mendengarnya, namun tidak.
Aku berlari. Sedikit lagi, sedikit ... sedikit lagi sampai. Aku mengulurkan tanganku agar mencapai pundak Audi.
Sampai ... sedikit lag-- Oh, tidak!
Suara nyaring benda terbanting singgah di telingaku pada saat tubuhku roboh ke lantai. Saat aku berhasil menyentuh bahunya Audi, tiba-tiba aku kehilangan kendali pada tubuhku ini. Aku tersandung tali sepatu sendiri, sungguh konyol.
Aku melihat ke depan. Di situ, Audi juga tersungkur, buru-buru berdiri dan berlari kecil menuju ... headphone-nya.
Oh, tidak! Selamatkan lah hatiku!
Akupun ikut berdiri dan menghampiri Audi yang memandang luka pada headphone-nya.
"Di," panggilku pelan.
Audi menoleh padaku dengan tatapan tajam setajam silet. "Lo. Ngerusak. Headphone gue!" ucap Audi dengan penuh penekanan.
Aku jadi bingung sendiri harus bagaimana. Masa baru saja mulai ada dekat di antara kami, kini harus ada masalah? Yang benar saja!
"Itu gak kenapa-kenapa, Di. Coba aja," ucapku menenangkan. Memang kelihatannya headphone-nya Audi tak kenapa-kenapa.
"Ini rusak, Do! Liat, yang ini kebuka lebar." Audi menunjuk bagian headphone yang memang terbuka agak lebar.
Ada senangnya dalam diriku. Audi menyebutkan namaku untuk pertama kalinya. Bahagia di atas keadaan ini.
Memang tak heran jika itu rusak, karena tadi adegan jatuhnya bukan rekayasa, tapi asli. Dan headphone Audi terbanting dengan tak cantik.
"Gue ganti deh," ucapku dengan cengiran maut.
Tapi sekarang uang bulananku sedang dipotong dan aku harus wajib bertanggung jawab pada Audi jika aku memang jantan.
"Gak usah." Audi langsung pergi meninggalkanku.
Aku memegang bahunya, Audi berhenti.
"Gue beneran ganti," ucapku dengan jari berkata 'suer'.
Jangan tanya bentuknya dalam keadaan seperti ini.
"Lo gak bakalan bisa ganti, ini udah gak ada, limited. Ini hadiah dari kakak gue dua tahun lalu dan secara gampang tak segaja lo ngerusakinnya," terang Audi dengan nada menyesal.
"Kita perbaiki."
[]
![](https://img.wattpad.com/cover/119982448-288-k214057.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BTS #01] : Andara's Wer
Kısa HikayeDia Audi, aku memanggilnya seperti itu. Audi bukanlah seorang fangirl yang mengagung-agungkan idolanya, bukan anak populer yang semua siswa tahu, bukan juga anak sekolah yang mengutamakan gaya semata. Audi cenderung cuek, bahkan aku sempat menja...