Jika kau lupa, akan kuberitau satu kali atau beribu kali lagi. Gadis bernama Audi Farren Andara itu dambaan hati seorang Haldo.Bukan lebay atau apa, kau mungkin tak mengerti karena tak merasa. Audi itu susah sekali diterjemahkan, susah sekali dideklarasikan, susah sekali ditaklukan, tapi lebih susah Fisika sih.
Bohong bila aku bilang Audi itu sempurna. Buktinya yang kurang bagus dari dirinya adalah kecuekannya. Namun itu rintangan bagi seorang Haldo.
Fisika aja yang susah, ditekunin mulu. Apalagi Audi.
Aku berjalan dengan gagahnya keluar gerbang. Jangan lupa, namaku Haldo, Haldo. Bukan saldo.
Hari ini aku tak membawa motor, ngirit.
Di depanku ada Audi yang sedang berjalan dengan buku semacam diary di tangannya, headphone tidak terpasang.
Aku mendekatinya. "Pulang bareng yuk?" ajakku. Semoga.
Aku terus melihat gerak-gerik Audi. Audi bernapas aja, aku tahu. Tiba-tiba Audi mengangguk.
"Yes!" pekikku tertahan sembari mengepalkan tangan semangat.
Jangan tanya bagaimana.
Ini sebuah kelangkaan yang takkan kuabaikan. Aku tersenyum ketika Audi melotot dengan reaksiku.
Tiba-tiba lagi, Audi menghentikan angkot yang--kebetulannya--menuju rute rumahku berada.
Audi masuk, akupun.
Rumah Audi kan tak perlu naik angkot, sepuluh menit jalan juga langsung sampai. Anehnya.
Tapi gak apa, jarang-jarang pulang bareng gitu loh. Di dalam angkot tidak terlalu ramai, hanya ada ibu dan anak kecil berusia lima tahun. Nebak aja sih.
"Di, besok mau nasi goreng lagi gak? Buatan ibu," tanyaku mengajaknya ngobrol.
"Gak usah, makasih."
"Kita jalan-jalan yuk minggu ini, boring di rumah?"
Padahal mah, bokek.
"Sibuk."
"Gue main ke rumah lo, ya?"
"Gak boleh."
"Lo punya pacar?"
Audi menoleh dengan tatapan maut. "Diem!"
Sadis! Anak kecil di hadapanku malah cengengesan melihat reaksi Audi barusan. Dasar, dari tadi menguping.
Aku turun dari angkot, Audi juga. Padahal rumah Audi sudah terlewat jauh.
"Pisah di sini?" tanyaku karena aku harus berjalan sedikit lagi agar sampai di rumah dan makan.
"Iya lah," jawab Audi sembari berjalan menjauh.
"Hati-hati."
Aku melihatnya, Audi, Audi naik angkot yang jurusannya ke sekolah lagi. Angkot yang akan melewati rumahnya yang berwarna hijau.
Audi manis.
Jadi, kira-kira Audi sengaja naik angkot supaya bersamaku, padahal rumahnya dekat.
Audi manis dengan caranya. Kita agak dekat. Aku menyukainya.
[]

KAMU SEDANG MEMBACA
[BTS #01] : Andara's Wer
KurzgeschichtenDia Audi, aku memanggilnya seperti itu. Audi bukanlah seorang fangirl yang mengagung-agungkan idolanya, bukan anak populer yang semua siswa tahu, bukan juga anak sekolah yang mengutamakan gaya semata. Audi cenderung cuek, bahkan aku sempat menja...